Selain itu, jauh sebelum kedatangan kaum republik dari arah ibukota,di wilayah Karawang dan Bekasi sendiri telah ada kekuatan jago dan jawara yang telah menjadi ikon lokal. Sebut saja semisal K.H Noer Alie,seorang tokoh asal Bekasi ,ada juga Ki Bubar yang menguasai wilayah karawang,Hingga Haji Darip,jagoan asal Klender yang begitu kondang.Â
Dikemudian hari,para jawara dan jago ini kemudian memilih bergabung dengan kelompok pendatang dan saling bekerjasama sesuai dengan arah dan motif perjuangan masing-masing. Menurut Hendi Jo, sejarawan sekaligus penulis buku Orang-Orang di garis depan, berpendapat bahwa sebagian kekuatan lokal yang sudah ada sebelumnya cenderung menerima para "pendatang" dikarenakan karena beberapa hal.Â
Pertama, Para jagoan dan jawara setempat tidak memiliki kekuatan untuk mengusir kekuatan bersenjata yang hadir kemudian, baik secara legal maupun perlengkapan dan persenjataan yang kurang memadai dibanding kelompok pendatang.Â
Kedua, dibanding dengan kelompok-kelompok setempat, para pemimpin laskar dan kesatuan yang datang ke wilayah tersebut ,boleh dibilang adalah kaum terpelajar. Selain itu,tak jarang para pasukan bersenjata ini,terutama LRDR melakukan pendekatan sosiologis sehingga menghasilkan kesepahaman antar pihak demi terjalinnya kerjasama. Sehingga dengan kedatangan pasukan dan laskar dari Jakarta justru dianggap melengkapi kekuatan lokal yang ada.
Jadi dapat dibayangkan wilayah yang sebelumnya sudah ramai ditambah dengan kedatangan kekuatan baru yang datang dari Jakarta,maka situasi di kawasan Karawang-Bekasi menjadi lebih ramai dengan berkumpulnya beberapa organ bersenjata. kenyataan ini menempatkan wilayah Karawang dan Bekasi bukannya menjadi aman,malah cenderung menjadi anarkis.Â
Perseteruan seringkali terjadi antar kelompok laskar yang terjadi akibat hal yang remeh,misalnya saling ledek hingga provokasi antara tentara dan laskar,tidak hanya mengakibatkan korban diantara kelompok bersenjata saja,namun juga rakyat sipil juga ikut terkena imbas dari perseteruan tersebut. Bahkan aksi jago-jagoan terkadang menjurus kearah kriminal. Robert Cribb dalam buku Para jago dan kaum revolusioner : Jakarta 1945-1949, mengungkap bahwa jago dan kaum revolusioner memiliki kecenderungan seolah sebagai penjaga kedaulatan Republik yang masih berumur muda,namun juga melakukan aksi kriminalitas disaat yang bersamaan.
Lalu mengapa Karawang-Bekasi dan sekitarnya menjadi pilihan bagi kaum revolusioner ?. Masih menurut Hendi Jo, selain karena alasan pembagian damarkasi antara pihak Republik dan NICA Belanda dan paling tidak ada dua alasan utama pilihan bermarkas di Kawasan tersebut ; Pertama,sejarah karawang yang sejak dulu menjadi lumbung padi yang tentunya memudahkan dalam hal logistik. Yang kedua,(ini salahsatu alasan utama pemuda berhaluan Kiri) di daerah ini muncul tokoh karismatik yang disegani dan patriotik yang dapat diharapkan dapat bekerjasama untuk kembali menaklukan Jakarta.
Pasca berpindahnya ibukota Republik dari Jakarta ke Yogyakarta pada awal 1946, alih-alih menurukan tensi pergolakan di wilayah Karawang-Bekasi, ketidaksukaan para pemuda revolusioner terhadap pilihan politik yang ditempuh oleh Bung Syahrir dalam menegakkan kemerdekaan RI,yakni melalui diplomasi,merupakan langkah yang ditentang para pemuda revolusioner terutama LRDR yang pro Tan Malaka. Laskar yang didukung oleh para jago dan jawara terus meningkatkan eksistensinya hingga akhirnya LRDR diburu oleh tentara pada pertengahan 1947. Selain itu, ketiadaan kepemimpinan di Jakarta turut berkontribusi terhadap dinamisnya situasi di Karawang dan Bekasi di masa itu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H