Mungkin dengan harga yang murah ini, Ibu Lilah menargetkan penjualanya kepada mahasiswa yang sedang merantau di Jogja.
Akan tetapi pembeli yang sekaranng malah kebanyakan dari tetangga ibu Lilah sendiri.
"Kalau sudah cocok dilidah biasanya akan kembali lagi mas, ya contohnya seperti tetangga saya," ujarnya.
Setelah mendengar cerita dari Ibu Lilah saya pun bergegas untuk melahap makanan yang sudah saya pesan karena perut sudah tidak bisa dikondisikan lagi.Â
Namun ketatnya peraturan daerah yang menharuskan para pelaku UMKM tutup di bawah jam jam 7 malam membuat pendapatan para pelaku UMKM semakin terpuruk, tak terkecuali dengan lesehan Tymas ini.
Lesehan Tymas buka dari jam 5 dan tutup jam 9. Jika ibu Lilah terlalu mematuhi pemerintah, lesehan Tymas tersebut bisa saja tutup. Ibaratnya saja sudah buka dari jam 5-9 malam, dan itu saja tidak mesti rame. Syukur-syukur jualanya ramai dan biasanya tutup gasik, begitu bu lilah berujar.Â
Saya bertanya kenapa tidak mencoba untuk mempromosikan lesehan ini ke media sosial ataupun menambahkan ke Go-food?
"Saya sudah mencoba mempromosikan lewat berbagai cara mas, akan tetapi kontak yang saya punnya cuma tetangga-tetangga sendiri. Saya juga sempat meminta tolong kepada anak saya untuk mempromosikan ke teman-temannya. Kalau Go-Food saya belum berani, mas, soalnya kompor yang saya pakai masih kecil. Bukan takut ramai, takut kalau pesananya lama," tutur Ibu Lilah.
Nasib UMKM sangat dipertaruhkan saat pandemi begini. Terkadang persoalan seperti ini jarang diakabarkan media.
Peran pemerintah harus lebih dan lebih lagi untuk memperhatikan UMKM yang ada, dan melakukan observasi tentang kesenjangan yang dialami oleh pemilik UMKM seperti salah satunya lesehan Tymas ini.