Mohon tunggu...
M. Rizqi Hengki
M. Rizqi Hengki Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas IBA Palembang, Program Kekhususan Hukum Pidana.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

KUHAP Perlu Disempurnakan

29 Juli 2019   21:51 Diperbarui: 29 Juli 2019   22:16 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://keuanganlsm.com/amandemen-kuhp-dan-kuhap/#

"Pada saat suatu undang-undang dibahas dan dibicarakan oleh legislatif, semua berpendapat sudah baik dan sempurna. Akan tetapi pada saat diundangkan, undang-undang tersebut langsung berhadapan dengan seribu macam masalah konkreto yang tidak terjangkau dan tak terpikirkan pada saat pembahasan dan perumusan".

Ungkapan poltaris yang kami kemukakan di atas, bukan hanya "hipotesis" atau maxim.

Akan tetapi, merupakan kenyataan yang tidak dapat dibantah!

Kenyataan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor (Harahap, 2000: 12-13):

  1. Keterbatasan manusia memprediksi secara akurat apa yang terjadi di masa yang akan datang;
  2. Kehidupan masyarakat manusia baik sebagai kelompok dan bangsa nasional, regional, dan internasional mengalami perubahan "dinamik";
  3. Pada saat undang-undang diundangkan, langsung "konservatif".

 1. Keterbatasan manusia memprediksi secara akurat apa yang terjadi di masa yang akan datang.

Secara filosofis manusia bersifat ephemeral. Terbatas jangkauan pandangan dan pemikiran serta nalarnya.

Akal dan nalar mereka tidak dapat menembus kegelapan cakrawala masa depan yang terbentang menantang mereka.

Bagaimanapun pintar dan tingginya ilmu manusia, tidak mungkin mencipta  dan merumuskan suatu produk legislasi yang mampu "meliput" (mengkover) hal-hal konkreto di masa yang akan datang.

Berdasar pandangan filosofis di atas, pada saat KUHAP dibuat, banyak hal-hal konkreto di dalamnya yang perlu "dijembatani".

2. Kehidupan masyarakat manusia baik sebagai kelompok dan bangsa nasional, regional, dan internasional mengalami perubahan "dinamik".

Selalu terjadi perubahan masyarakat (social change).

Perubahan merupakan "hukum abadi" dalam sejarah kehidupan umat manusia:

  • dinamika perubahan semakin cepat dari hari ke hari;
  • paradigma perubahan yang dialami manusia pada era globalisasi sekarang pada tingkat moving speedly. Perubahan tidak lagi menghitung tahun, bulan, atau minggu, tapi menghitung hari dan jam.

Setiap perubahan menggeser dan menyingkirkan "standar" dan "nilai" lama ke arah bentuk patokan dan kesadaran baru yang lebih aktual.

Di bidang hukum berlaku ajaran sosiologis yang memperingatkan mutual interactive between social change and law development.

  • setiap perubahan sosial, selalu berdampak menuntut pembaruan hukum;
  • bahkan perubahan sosial menjadi "katalisator" pembaruan hukum.

Jika melihat umur KUHAP (37 tahun), dikaitkan dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya, pendidikan, dan politik pada masa itu, memang sudah jauh berubah dibanding dengan masa sekarang.

Trend globalisasi yang diperankan "teknologi informasi" telah membuat masyarakat Indonesia menjadi bagian yang tidak terpisah dari global audience.

Menerima, melihat, dan mendengar segala nilai peradaban yang datang dari segala penjuru dunia dalam "perkampungan global" (global village).

Dampak lebih jauh, masyarakat Indonesia sudah memasuki global decentralisation dalam segala bidang yang mendorong mereka ke arah "keterbukaan".

Oleh karena itu, tidak heran kenapa makin lantang suara yang menuntut fair trial:

  • proses penegakan hukum yang cepat (speedy trial);
  • penegakan asas "imparsialitas" sesuai dengan prinsip presumption of innocent dan melemparkan jauh-jauh sikap dan citra penegakan hukum yang bercorak prejudice;
  • tuntutan yang semakin keras atas penerapan adversarial system sesuai dengan asas beyond a reasonable doubt;
  • tuntutan yang semakin luas untuk menjadikan nilai-nilai HAM sebagai "ideologi universal" dalam penegakan hukum.

Menghadapi sekelumit tuntutan di atas, barangkali ada benarnya untuk mengatakan, sebagian rumusan dan standar KUHAP sudah kurang mampu menampung dan menjembatani berbagai permasalahan konkreto yang muncul di hadapan kita.

3. Pada saat undang-undang diundangkan, langsung "konservatif".

Hipotesis ini berlaku universal di mana pun.

Hal itu dialami KUHAP.

Dalam usianya yang 37 tahun berhadapan dengan cepatnya perubahan masyarakat Indonesia yang sudah dipengaruhi paradigma moving speedly, tampaknya beberapa ketentuan dan law standard (standar hukum) yang terdapat di dalamnya, mungkin sudah mengalami:

  • sifat yang terlampau konservatif dan kaku (strict law);
  • akibatnya menimbulkan penerapan KUHAP bersifat "resistansi" dan reaktif terhadap tuntutan kesadaran perkembangan masyarakat.

Sehubungan dengan itu, dikaitkan dengan pandangan yang berkembang, yang mengatakan: tidak ada lagi undang-undang (hukum positif) yang bisa bertahan abadi, daya jangkaunya paling jauh 20-25 tahun, tidak salah jika KUHAP sudah memerlukan peninjauan atas sebagian nilai dan standarnya untuk dikoreksi.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, M. Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Ed. 2, cet. 1. Jakarta: Sinar Grafika.

Dok.kompal
Dok.kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun