Hampir setiap hari, di negeri ini ingar-bingar berbagai skandal hukum para pejabat negara menghiasi pemberitaan media.
Berbagai kondisi tersebut seakan membuat tatanan hukum kita porak-poranda. Segelintir elite politik dan penegak hukum semakin menanggalkan integritas moral demi keuntungan pribadi.
Alih-alih menegakan hukum dan kebenaran, mereka justru meruntuhkan kewibawaan hukum, menyubversi kekuasaan hukum dan menghancurkan pilar demokrasi. (Az Santoso, 2014: 212).
Para oknum penegak hukum ini seakan abai dengan nasib jutaan rakyat miskin, bahkan abai dengan masa depan bangsa. Minimnya akses keadilan bagi rakyat miskin diakibatkan oleh banyaknya praktik mafia hukum yang mengabaikan prinsip-prinsip HAM di dalam produk hukum itu sendiri.
Sudah bukan rahasia, meski rakyat miskin berada di posisi benar menurut hukum, hal itu tidaklah cukup.
Masih diperlukan kapasitas dan faktor lainnya, seperti koneksi (backing), pemahaman hukum, pengetahuan tentang prosedur di kepolisian dan pengadilan, disertai kapasitas untuk menghubungi lembaga-lembaga pendampingan hukum.
Saat ini, rakyat sangat berharap atas access to justice dalam menjamin hak konstitusional mereka untuk mendapatkan pengakuan, jaminan keadilan dan kebenaran material, perlindungan dan ketersedian sistem, serta sarana pemenuhan hak (hukum) bagi masyarakat miskin.
Sehingga, tidak terjadi lagi bagi mereka yang memiliki kekuasaan dapat dengan mudah menghambat pengaduan atau tuntutan dari pencari keadilan (rakyat miskin) dan melakukan pembangkangan hukum. (Az Santoso, 2014: 213).
Berbicara tentang keadilan hukum, menarik menyimak penuturan Ahmad Ali (2009) tentang perbandingan makna simbolisasi hukum melalui patung dewi keadilan di Barat dan Jepang.
Di berbagai belahan negara-negara Barat, termasuk negara bekas jajahan mereka, hukum disimbolkan dengan patung dewi keadilan yang matanya tertutup dengan kain hitam. Tetapi, berbeda dengan simbol dewi keadilan di Jepang yang matanya tidak tertutup.
Meskipun sama-sama memegang pedang keadilan di tangan kanannya dan neraca keadilan di tangan kirinya, dalam dunia hukum Barat, makna filosofis "mata tertutup" dari dewi keadilan adalah hukum hanya menjalankan undang-undang dan tertutup atas segala sesuatu di luar undang-undang.