Mohon tunggu...
Moh.Rizky Abdillah
Moh.Rizky Abdillah Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Editor

02/feb

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menggantikan Peran Seorang Ayah

29 Mei 2022   20:09 Diperbarui: 29 Mei 2022   20:14 1319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menggantikan Peran Seorang Ayah

Dua setengah tahun berlalu begitu cepat sejak sang ayah pergi menghadap ilahi, Meninggalkan anaknya, Sang Ibu dan Kedua Adiknya yang masih kecil. Tak terasa selama dua tahun setengah ini berjuang menggantikan sang ayah mencari nafkah bagi keluarganya.

Awalnya almarhum bapaknya yang mengajarkan itu semua, saat beliau sakit, dia yang menggantikan semuanya sampai saat ini. Ketika sudah waktunya untuk pergi sekolah yang mengajak Ari untuk bergegas siap-siap kesekolah. 

Ada 5 pohon aren besar yang harus ia ambil niranya setiap hari, karnannya ia harus bergegas agar tidak terlambat kesekolah. Aldi dan deni adalah adek ari, aldi saat ini berusia 10 tahun dan ia duduk dibangku kelas 5 SD, sedangkan deni masih berusia 8 tahun dan masih kelas 2 SD, mereka semua meskipun masih kecil tapi mereka sudah sangat mandiri. 

Nira-Nira yang diperoleh ari segera dikumpulkan dalam kuali besar, seraya dipanaskan agar tak cepat menjadi basi dan masak. Bila hasil sadapan kemarin sore dan pagi ini jumlahnya mencukupi, pengolahan gula aren pun bisa langsung dilakukan. Tugas memasakn nira menjadi tanggung jawab ibunya. 

Bertahun-tahun beliau sudah melakukan pekerjaan ini. untungnya saat ini ari mendapatkan nira yang lumayan banyak untuk dimasak. Sambil dituang, nira disaring agar ampasnya tidak ikut kedalam kuali yang dibuatnya untuk memasak. 

Nira pohon aren mudah sekali mengalami vermentasi, karenanya penyadap menggunakan beberapa campuran, seperti daun jambu untuk menghindari nira menjadi asam, saat ditampung diatas pohon. 

Paling malas pergi nyadap itu kalau lagi turun hujan, walaupun begitu saya tetap harus menyadap, kalau tidak nyadap saya tidak dimarahi, tapi kalau tidak nyadap bakal susah hidup, kalau bukan dari nyadap, saya dapat uang dari mana?.

Sebagai teman nasi, biasanya ibu memaskannya sayuran yang ibu ambil dari pekarangan rumahnya. Tiga puluhan tahun hidup bersama suaminya ibunya dikaruniai 8 orang ank, 5 anak tertuanya kini hidup terpisah bersama keluarga mereka. 

Karena kondisi mereka pun tak jauh lebih baik dari sang ibu. Bagi ibunya ketiga anknya ini adalah segala-galanya, ibu terus berupaya agar ketiga buah hatinya terus menempuh pendidikan dan menggapai masa depannya. Berbekal restu dan doa dari sang ibu, ari,aldi,dan deni bersama menuju sekolah. 

Ari kini duduk dibangku kelas 1 SMP, sebagai anak tertua ia selalu berupa menjadi pelindung kedua adiknya, ia bertanggung jawab pula dalam mendidik aldi dan deni, Menggantikan seorang ayah, yang telah tiada. 

Kalau sekolah ari tidak bawa bekal, ingin fokus belajar katanya dan ia juga tidak jajan, ia tidak malu, dan memeang tidak suka jajan, mending saya duduk saja didalam kelas,walau kadang ia juga ingin beli jajan. Kecuali kalu ada buku yang dibutuhkan, baru ia beli.

Perjalanan menuju kesekolah tidaklah mudah, kaki-kaki kecilnya harus berhati-hati dalam setiap langkah, tidak hanya menembus jalan setapak diantara belukar, mereka harus melewati sawah yang ada. 

Ari dan kedua adiknya harus rela melintasi tanah kering dan gersang. Seolah menjadi gerbang utama keluarga ari untuk bisa menikmati beradaban berbeda diluar sana. Tak hirau akan sakitnya jalanan kaki-kai bocah ini tetap pergi kesekolah. 

Setelah mereka melewati persawahan, jarak sekolah tidak jauh lagi hanya sekitar satu setengah kilo meter saja. Ingin punya rumah deket sekitaran sekolah, kalau sakit juga gampang untuk berobat. 

Saat anaknya sekolah, ibunya pun kembali menekuni pengolahan gula aren, bukanlah ibu menolak pekerjaan lain yang bisa menambah pendapatan keluarganya. 

Kondisi fisik ibu yang tak sempurna membuatnya sulit untuk melakukan pekerjaan lain yang membutuhkan keterampilan tangan, pergelangan tnagan kanan hingga ruas jarinya tak berkembang dengan sempurna, hingga untuk aktivitas sehari-hari, ibu hanya bisa menggunaka tangan kirinya saja. 

Sembari menunggu nera mengental, ibu menyiapkan peralatan untuk mencetak gula aren, alat-alat cetak yang ia gunakan cukup sederhana, hanya beberapa ruas bambu yang dipotong pendek, serta sebuah papan kayu yang digunakan sebagai alasnya. 

Kini nera telah membentuk caramel berwarna kecoklatan, disaat seperti ini ibu harus selalu terus mengaduk nira secara perlahan, agar tidka kering dan gosong dibagian bawahnya. 

Untuk mengetahui tingkat kematangan nera, cukup tangan dan siap untuk dicetak, ibu mengujianya dengan cara sederhana, yakni dengan memasukan sedikit karamel ini kedalam air bersih ini. jika cairan gula kental mudah menggumpal berati nira sudah siap untuk dicetak.

Nira yang kurang panas bisa menyebabkan gula aren mudah rusak atau cepat berjamur, caifran gula yang telah siap, tak bisa langsung dicetak, ditunggu sampai suhu sedikit berkurang, dan mencapai kekentalan yang cukup. 

Bila terlalu encer gula akan meleleh, dan tidak bisa terbentuk dalam tabun bambu. Bila tingkat kekentalan tercapai, gula aren cair dituang kedalam cetakan bambu berdiameter 5 cm. Diisi hingga penuh dan didiamkan sampai gula membeku. 

Tak perlu menunggu hingga mengeras, dalam kondisi setengah beku gula aren bisa segera dikeluarkan dari cetakan. Selanjutnya gula aren yang juga sering disebut dengan gula merah ini, diangin-anginkan hingga dingin dan mengeras sempurna, jika tidak, gula aren mudah rusak dan berjamur. Untuk pembungkus, ibu menyiapkan daun-daun aren yang sudah dijemur hingga kering. Ibu menjual gula aren miliknya dalam bentuk lonjong. 

Satu lonjongnya ia isi sebanyak 10 gula-gula are, dengan penuh keuletan, ibu membungkus satu-persatu gula aren yang dihasilkannya. Dari satu kali pemasangan nira sedikitnya bisa memperoleh 4 lonjong gula merah. 

Gula-gula ini akan disimpan dan banyak untuk dijual kemudian. Ibu menjualnya 1 lonjor gula aren seharga 7.500 Rp, untuk pembeli yang datang langsung kerumahnya, bila diantar sampai kampung ia menetapkan harga sebesar 10.000 Rp, perlonor gula aren.

Begitulah cerita yang telah saya peroleh dari seorang anak kecil yang berusia kurang lebih 13 tahun dan masih duduk dibangku kelas 1 SMP, yang menggatikan peran sang ayah yang telah meninggalkan mereka lebih dulu, dari 2 tahun yang lalu untuk membiayai keluarganya atau membantu ibunya untuk berjualan gula aren, Agar ia masih bisa bertahan hidup dengan ibu dan 2 orang adiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun