"Maringipun boten wonten ingkang saged dipun pasthiaken, kajaba pati. Pati punika ugi boten wonten ingkang saged dipun pasthiaken, kajaba Gusti. Gusti punika ugi boten wonten ingkang saged dipun pasthiaken, kajaba diri dhewe."
( Dalam hidup ini tidak ada yang bisa dipastikan, kecuali mati. Mati pun juga tidak ada yang bisa dipastikan, kecuali Tuhan. Tuhan pun juga tidak ada yang bisa dipastikan, kecuali diri sendiri. )
Selain itu, Ki Ageng Suryomentarem juga mengajarkan " Meruhi Gagasane Dewe ", yaitu Ajaran untuk mengajak manusia untuk melakukan introspeksi dan refleksi terhadap diri sendiri, baik dalam hal fisik, mental, maupun spiritual. Ajaran ini juga mengajak manusia untuk mengenali potensi, kelebihan, kekurangan, keinginan, dan tujuan hidupnya. Ajaran ini bertujuan untuk membantu manusia mencapai kebahagiaan yang sejati, yaitu hidup sewajarnya, tidak berlebihan dan tidak berkekurangan.
Ki Ageng Suryomentaram mengatakan:
"Meruhi gagagsane dewe punika kawruh ingkang paling ageng, kawruh ingkang paling suci, kawruh ingkang paling bungah. Meruhi gagagsane dewe punika kawruh ingkang paling kathah, kawruh ingkang paling nista, kawruh ingkang paling susah."
( Mengetahui keadaan diri sendiri adalah ilmu yang paling agung, ilmu yang paling suci, ilmu yang paling bahagia. Mengetahui keadaan diri sendiri adalah ilmu yang paling banyak, ilmu yang paling hina, ilmu yang paling susah. )
Seorang pemimpin harus memiliki "Meruhi Gagasane Dewe" karena hal ini dapat membantu seorang pemimpin untuk menjadi lebih efektif, efisien, dan etis dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Â Mengetahui keadaan diri pada seorang pemimpin dapat membuat seorang pemimpin lebih efektif, efisien, dan etis dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu, mengendalikan dan melepaskan kekhawatiran diri seorang pemimpin dapat menjaga kesehatan mental dan fisiknya, serta menghindari stres, depresi, dan konflik. Hal ini juga dapat membantu seorang pemimpin untuk menjaga nilai-nilai moral, etika, dan hukum, serta menghindari korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Ki Ageng Suryomentaram juga mengajarkan mengenai rasionalitas " efektif " ( akal budi, rasa, dan naluri ) dan rasionalitas "akomodatif " Â Â
Rasionalitas reflektif ( akal budi, rasa, dan naluri ) adalah rasionalitas yang tidak hanya berdasarkan pada logika, tetapi juga pada rasa atau afeksi. Rasionalitas ini menggabungkan antara akal dan hati, antara pikiran dan perasaan, antara ilmu dan iman. Rasionalitas ini mencerminkan sikap kritis, kreatif, dan komprehensif dalam memahami dan menyelesaikan masalah hidup. Â Rasionalitas ini juga mencerminkan sikap terbuka, toleran, dan empatik dalam berhubungan dengan sesama manusia
Rasionalitas akomodatif adalah rasionalitas yang tidak hanya berdasarkan pada prinsip, tetapi juga pada situasi. Rasionalitas ini menggabungkan antara ideal dan real, antara norma dan konteks, antara hukum dan kemanusiaan. Rasionalitas ini mencerminkan sikap bijaksana, rasional, dan logis dalam mengambil keputusan dan tindakan. Â Rasionalitas ini juga mencerminkan sikap adaptif, fleksibel, dan responsif dalam menghadapi perubahan dan tantanganÂ
Wejangan mengenai Rasionalitas Reflektif dan Rasionalitas Akomodatif mengajarkan mengenai dua sisi kawruh jiwa, yaitu ilmu tentang kebahagiaan. Pemimpin harus bisa mengimplementasikan rasionalitas " Reflektif " dan rasionalitas " Akomodatif " agar saling melengkapi sifat kepemimpinan dalam memutuskan suatu hal secara benar, efektif, dan efisien.