Dari pembahasan tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa definisi hibah masih belum mengakomodir persyaratan hibah yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang salah satunya adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Karena dalam setiap peraturan pemerintah jarang ada hibah yang diberikan secara permanen, maka hal ini terkait dengan larangan bagi pemerintah untuk menjual aset kepada pihak lain. Namun yang sering terjadi adalah pemberian hibah yang bersifat sementara seperti bangun serah guna (BSG) atau bangun guna serah (BGS).
Implikasi dari belum terakomodirnya definisi hibah ini akan berdampak pada pengakuan dan pencatatan hibah dalam akuntansi entitas. Dalam PSAK 61 diatur bahwa hibah pemerintah yang ternyata harus dibayar kembali, harus diperhitungkan sebagai perubahan estimasi akuntansi. Hal ini menimbulkan kerancuan karena mungkin semua pendapatan yang telah diterima akan dinyatakan sebagai kesalahan pencatatan padahal aliran kas masuknya sangat jelas dan mungkin telah digunakan oleh entitas sebagai sumber modalnya.
Â
Referensi
Bragg, Steven M. (2010). The Vest Pocket Guide to IFRSÂ (1thed). John Wiley & Sons, Inc.
Epstein, Barry J., Jermakowicz, Eva K. (2010). Interpretation and Application of International Financial Reporting Standards 2010Â (2thed). John Wiley & Sons, Inc.
Juan, Ng Eng., Wahyuni, Ersa Tri. (2012). Panduan Praktis Standar Akuntansi Keuangan. (2thed). Salemba Empat : Jakarta.
www.kemenkeu.go.id, diakses 10 Agustus 2017.
www.iaiglobal.or.id, diakses 11 Agustus 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H