Mohon tunggu...
Mohammad Rizal Firmansyah
Mohammad Rizal Firmansyah Mohon Tunggu... Dosen - Senang membaca

Baru mulai menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jatah Hidup Pemberian Tuhan

11 Desember 2016   10:08 Diperbarui: 11 Desember 2016   10:16 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari milis sebelah, seorang teman punya hipotesa yang cukup menarik tentang jatah hidup. Beliau berkata bahwa kita (manusia) telah diberi jatah menikmati hidup sejumlah tertentu. Secara numerik, hitungan hitungannya menurut beliau adalah sebagai berikut:

Tuhan memberi jatah berbicara pada A sebyk 2 juta kali. Di sepjgusianya, A dikenal ramah, organisatoris, banyak guyon, produktif mengisi acara2talkshow/seminar. Krn talkative-nya, jatah berbicara yg diberikan Tuhan dipakai100%, lidah yg kelu menandakan jatah berbicara itu telah habis. Contoh lain,Tuhan memberi jatah makan gula pada B sebyk 500 rb kali. Berhubung B doyan makan manis2, belum 40 thn jatah yg diberikan Tuhan mencapai garis final. B menderita diabetes, hrs diet gula dan tergantung pada ampul insulin.  

Apakah memang demikian adanya? … Saya mempunyai pendapat yang agak sedikit berbeda berkaitan dengan jatah hidup ini.

Saya setuju bahwa Tuhan (yang menciptakan langit dan bumi dengan segala isinya termasuk manusia dan segala apa yang ada diantara langit dan bumi) memberi batasan penggunaan nikmatnya (jika kita berbicara tentang nikmatTuhan) kepada makhluk ciptaanNya (misalnya nikmat kemampuan berbicara atau jatah berbicara jika kita sepakat menggunakan istilah ini, kemampuan melihat –jatah melihat, dan kemampuan menggunakan panca indra yang lain maupun penggunaan nikmat yang lain misalnya merasakan nikmatnya makan gula – jatah makan gula, nikmatnya makan garam – jatah makan garam, nikmatnya makan apa saja–jatah makan apa saja ataupun melakukan apapun).

Semua kenikmatan itu berupa semua fasilitas hidup untuk kita (jika kita batasi bahasan untuk manusia) diberikan terbatas  oleh Tuhan.

Tapi dimana batasannya? Apa Tuhan memang memberi batasan penggunaan jatah berbicara kepada kita sekian juta/miliar kali berbicara yang kemudian jika habis jatahnya maka Tuhan akan membuat kita tidak dapat berbicara? Apa Tuhan memang memberi batasan untuk menikmati lezatnya makan gula, atau makan garam atau makan apapun itu sekian kg/ton selama hidup seseorang dan jika jatahnya sudah habis maka Tuhan akan membuat kita tidakmampu untuk menikmati gula, garam dan makanan lain?

Menurut saya, Tuhan memang memberi batasan seseorang untuk menggunakan nikmatnya dan batasan yang diberikan Tuhan itu adalah pada akhir hidupnya. Jadi kita diberikan kemampuan oleh Tuhan untuk menikmati segala fasilitas hidup hingga akhir hayat kita.

Lantas bagaimana dengan orang yang mengalami stroke, orang yangdi diagnosa berpenyakit gula (diabetes)? Bukankah mereka yang mengalami stroke kemudian menjadi tidak bisa atau paling tidak sulit untuk berbicara dan merekayang di diagnose berpenyakit diabetes menjadi tidak bisa atau paling tidakharus membatasi diri mengkonsumsi  makanan yang mengandung kadar gula? Bukankah ini mirip dengan orang-orang yang telah habis/nyaris habis jatah berbicaranya atau nyaris habis jatah menikmati gulanya?

Jika kita melihat secara sepintas maka hal itu bisa menjadi benar. Tetapi bagaimana dengan fungsi manusia yang diciptakan Tuhan untuk menjadi pengelola dan pensejahtera di muka bumi ini? Bukankah dengan adanya“jatah” ini menjadikan fungsinya sebagai pengelola dan pensejahtera menjadi tidak maksimal?

Jadi bagaimana semua hal itu bisa dijelaskan?

Saya percaya (mungkin semua juga percaya atau paling tidak banyak yang percaya) bahwa kita diberikan jatah hidup selama masa tertentu oleh Tuhan di bumi ini. Selama menikmati jatah hidup itu, Tuhan juga memberikan segala fasilitas dalam diri kita dan disekeliling kita untuk kita nikmati dan menggunakannya untuk kesejahteraan kita, keluarga, masyarakat, bangsa dandunia.

Dalam menikmati jatah hidup itu, Tuhan memberikan kita rambu-rambu. Ada yang bisa kita nikmati dengan bebas tetapi ada juga yang terbatas bahkan ada yang tidak bisa sama sekali.

Tuhan memberikan hidayahNya kepada kita dengan cara melengkapi diri kita dengan semua instrument yang bisa kita gunakan untuk menjadi pengelola dan pensejahtera. Antara lain yang diberikannya adalah akal, pancaindera, anggota tubuh dan lain2. Selain hidayah berupa instrument kelengkapan diri,Tuhan juga kemudian melengkapi hidayahNya dengan diturunkannya agama untuk membantu instrument kelengkapan diri dalam melakukan segala hal dengan benar dan sebagai petunjuk bagi manusia untuk hal-hal yang berada di luar jangkauan daya nalar instrument kelengkapan diri itu.

Untuk memudahkan kita sebagai pengelola dan pensejahtera dalam dunia ini, Tuhan telah menetapkan aturan-aturan yang pasti (biasa kita kenal dengan hukum alam atau takdir dalam bahasa agama Islam) terhadap semua ciptaanNya, baik yang ada dalam diri kita termasuk instrument kelengkapan diri, lingkungan sekitar kita, dunia bahkan terhadap alam semesta. Aturan-aturan yang pasti ini dipatuhi oleh semua ciptaanNya.

Termasuk dalam aturan-aturan ini adalah sifat-sifat sesuatu benda misalnya didunia ini air akan selalu mengalir kebawah akibat gaya gravitasi. Air akan selalu tunduk dan patuh akan ketentuan ini. Selain ketentuan ini, pada air juga di berikan tak terhingga kemungkinan-kemungkinan jika ia berinteraksi dengan ciptaan Tuhan yang lain. Misalnya jika pada air diberikan sebuah gaya tekanan yang lebih besar dari gaya gravitasi, maka air akan bisa mengalir ke atas.

Air yang ditempatkan pada sebuah panci aluminium kemudian diinteraksikan dengan api pada waktu tertentu akan menjadi mendidih. Air yangmendidih ini jika ditempatkan dalam sebuah gelas dan diinteraksikan dengan satu sendok gula dan daun teh akan bereaksi menjadi sebuah minuman teh (kita biasa menyebutnya demikian). Jika minuman teh ini kemudian ditambahkan dengan hasil dari interaksi antara pisang matang, terigu, dan minyak yang dipanaskan akan menjadi kombinasi yang sangat lezat untuk dinikmati pada saat hujan di sorehari. Bukankah ini sudah teratur dan semua hal yang disebutkan diatas tunduk dan patuh akan aturan yang diberikan kepadanya.

Begitu juga pada manusia dan terhadap lingkungannya. Ketika ada zat makanan yang kurang atau perlu ditambah dalam tubuh kita, maka suatu system dalam tubuh akan segera bekerja dan mengirim sinyal ke perut (untuk berbunyi sebagai tanda lapar) dan ke otak agar segera mencari makanan. Atau ketika tangan kita terkena minyak panas, maka kulit akan merespon dengan menjadi perihdan/atau terkelupas (yang disertai dengan sebuah proses yang rumit dalam tubuh). Hal-hal ini sudah teratur karena semuanya sudah diberikan aturan-aturan tertentu berkaitan dengan ciptaan itu.

Semua keteraturan ini, dan akibat ketundukan dan kepatuhan semua ciptaan Tuhan terhadap aturan dan kemungkinan interaksi antara ciptaan yang diberikan Tuhan kepadanya, menjadi sebab mudahnya bagi kita sebagai manusia (dengan menggunakan akal) untuk mempelajari diri kita dan alam sekitar yang kemudian melahirkan banyak sekali disiplin ilmu dimana disiplin ilmu itu berkaitan dengan penyingkapan secara detail aturan-aturan yang berlaku jika sebuah ciptaan berinteraksi dengan ciptaan yang lain. 

Yang saya maksudkan disini bukan saja interaksi antara ciptaan Tuhan dalam bentuk fisik tetapi juga berlaku untuk non fisik. Kemampuan mempelajari hasil interaksi dalam diri dan alam sekitar ini yang menjadi dasar bagi kita untuk menjadi pengelola dan pensejahtera di dunia ini.

Sekarang kita kembali ke “pemberian jatah tertentu” kepada kita.

Tuhan telah memberikan kita jatah hidup didunia ini. Tapi seberapa lamakah jatah hidup kita didunia ini? Untuk pertanyaan ini, hanyaTuhan satu-satunya yang tahu jawabannya. Yang perlu kita ketahui bahwa dengan aturan-aturan yang ditetapkannya terhadap segala sesuatu berikut segala kemungkinan-kemungkinan interaksinya, maka sebenarnya kita diberikan beberapa pilihan untuk umur kita. Berdasarkan interaksi antara ciptaanNya, kita dapat menentukan apakah kita mau hidup agak lama didunia ini atau tidak tetapi kita tidak bisa dengan pasti menentukan berapa lama kita dapat hidup didunia ini. 

Maksudnya begini, jika kita ingin hidup “agak lama” dan menikmati semua jatah hidup maka kita harus menjalankan “pola hidup yang sehat” (misalnya dengan makan makanan yang “sehat”) dan berolah raga karena dengan pola ini maka kita sudah mendekatkan diri dengan hasil interaksi yang baik antara makanan yang kita makan dengan tubuh kita, demikian halnya dengan olah raga (melakukan gerakan-gerakan tertentu) akan berdampak baik bagi tubuh kita dan organ-organ yang ada didalamnya. 

Begitu juga sebaliknya, jika kita ingin hidup “tidak terlalu lama” maka kita dapat saja menjalankan “pola hidup yang tidak sehat” (misalnya dengan makan makanan apa saja, berlebih-lebihan, merokok, minum alkohol, dan tidak berolah raga). Tentu saja hidup lama dan tidak lamanya disini baru akan terjadi jika asumsi hidup lama dan tidak lama seseorang ditentukan semata-mata dari pilihan “pola hidup” seperti diatas.

Namun ada kalanya orang yang menjalankan sebagian atau seluruhnya “pola hidup yang tidak sehat” bisa hidup lebih lama dari orang yang menjalankan sebagian atau seluruhnya “pola hidup yang sehat”. Mengapa? Karena ada faktor “x” yang kita tidak ketahui. Factor “x” ini yang membuat masa hidup kita didunia bisa habis yang bukan diakibatkan oleh pilihan “pola hidup”diatas. Misalnya akibat tenggelam, tabrakan, jatuh, banjir atau tsunami, kebakaran, dan banyak lagi hal-hal yang lain yang kita tidak ketahui. 

Hal-hal inilah yang membuat kita tidak bisa dengan pasti menentukan berapa lama kita hidup didunia ini (untuk usaha menghindari faktor "x" ini, dalam agama Islam dilakukan dengan cara berdoa-berusaha-berdoa dan bertawakal). Tetapi jika kita bisa mengabaikan faktor “x” dalam arti bahwa bahwa peluang faktor “x” ini terjadi adalah sama pada semua orang, maka secara umum orang yang menjalankan baik sebagian atau seluruhnya “pola hidup sehat” kemungkinan akan hidup lebih lama adalah lebih besar dari pada orang yang menjalankan “pola hidup yang tidak sehat”.

Bukankah tampak jelas disini bahwa dengan keteraturan dan ketentuan pasti dalam penciptaan langit dan bumi ini kita bisa memilih untuk hidup lebih lama atau tidak didunia ini? Bukankah (jika kita kaitkan dengan “pemberian jatah tertentu” kepada kita) kita dapat memilih agar jatah hidup kita apapun itu bisa kita nikmati sampai ajal menjemput.

Dari sini dapat dikatakan bahwa Tuhan sebenarnya sudah memberikan kepada kita jatah tertentu (jatah berbicara, jatah makan gula, jatah makan garam dan lain-lain) sampai akhir hidup kita, akan tetapi ada dari kita yang lebih memilih dengan sadar (atau tidak sadar) untuk hanya menikmati jatah pemberian itu untuk waktu tertentu saja. 

Misalnya dengan menjalankan “pola hidup yang tidak sehat” maka baik sadar atau tidak sadar pada dasarnya dia sudah memilih “peluang” untuk “hanya” menikmati jatah pemberian tadi untuk waktu yang terbatas yang bisa jadi jauh sebelum dia benar-benar tidak bisa menikmati apapun nikmat Tuhan didunia ketika ajal sudah menjemput.

Wallahu a’lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun