[caption caption="Juggler dari Pixaby pixabay.com"][/caption]
Sore ini sesi pertama saya ikut klub lari 5km. Setelah semester 6 akhirnya saya baru ikut klub olahraga dari kampus. “Selamat Dion, kamu hebat, kemana aja kamu tiga tahun terakhir?”.
Enam bulan terakhir, setiap saya keluar rumah selalu ada ebook di tangan dan bukan lagi earphone di kuping. Entah sudah berapa puluh buku saya baca dalam kurun waktu tersebut, banyak hal yang saya belajar dan yang saya lupakan. Tapi sore ini sedikit berbeda, pulang dari klub lari, di bus, saya bisa tertawa membaca sebuah buku. Bukan, bukan buku humor atau komedi lucu. Ini buku tentang self-improvementseperti buku-buku lainnya yang saya baca.
Buku ini ditulis oleh Jay Samit, seorang inovator di bidang media digital, seorang yang pernah dipekerjakan Sony karena keberhasilannya merevolusi industri musik dan video dengan CD-ROM kala itu. Pada bab-bab awal dia banyak menceritakan pandangannya mengapa sebuah perusahaan besar gagal menghadapai inovasi dari start-up kecil. Yang menarik adalah bahwa kisahnya bisa kita interpolasi untuk kehidupan sehari-hari karena bahasanya yang mudah dicerna.
Ada satu paragraph yang menurut saya cukup menarik dan bisa membuat saya sedikit tertawa saat perjalanan pulang di bus. Di bagian ini Jay menceritakan pengalamannya di Sony ketika dia berusaha keras untuk merubah paradigma setiap divisi Sony yang kala itu hanya melihat kompetisi melawan kompetitor dengan platform yang sama seperti Toshiba, Panasonic dan Fujitsu dan gagal melihat ancaman dari inovasi yang dibuat Apple, Google, Amazon dan Microsoft. Yang puncaknya tutupnya divisi Walkman karena pasarnya diganti oleh Ipod.
Satu paragraph yang membuat saya sedikit tertawa :
Ketika saya harus berjuang dan akhirnya gagal untuk meyakinkan rekan-rekan kerja dari Tokyo bahwa persaingan dan inovasi telah berubah, kadang saya bergurau bahwa saya tahu darimana asalnya bendera Jepang “Itu adalah saya yang menjedotkan kepala saya ke tembok.”
Kunjungi blog saya di sini
Sampai menulis pos ini saya masih bisa ketawa. Ini benar-benar benar.
Dari bukunya saya belajar 3 hal kenapa kegagalan bisa terjadi, bukan cuma kepada perusahaan terbesar tapi juga untuk kita.
1. Ketika kita hanya mengandalkan keunikan kita dan mengabaikan hal baru atau kesempatan yang lain
Selama enam tahun di jaman sekolah saya mengandalkan kemampuan saya bermain drum, dari drum saya bisa menemukan banyak teman-teman terbaik yang pernah saya punya, dari drum saya bisa dapat uang walaupun kala itu hanya untuk jajan-jajan kecil, dari drum saya bisa punya percaya diri, dari drum saya bisa senang.