Mari kita renungkan lagi,
dalam dekade belakang ini telah terjadi sebuah Aksi yang dipimpin langsung oleh para Habaib hingga ulama-ulama besar yang merasa ternodai pedomannya oleh salah satu sikap seseorang dengan kronologi penistaan agama yang diperbuatnya. hal ini memicu banyak propaganda juga perbedaan pendapat hingga banyak juga sebagian lembaga berlatarbelakang Islam tidak ikut andil bersuara dengan cara demonstrasi atau unjuk rasa sebagaimana yang dilaksanakan oleh sebagian kaum yang lainnya.Â
Perlunya kita sadari bahwa segala bentuk perbedaan pendapat yang terjadi saat itu adalah juga anugerah yang turun daripada Allah juga. bukankah Allah Sang maha pencipta perbedaan? ya. Lalu, apakah mereka yang tidak ikut andil bahkan sampai atributnya tidak ingin terlihat saat Aksi dilaksanakan adalah bagian dari kaum yang tidak ingin membela agamanya? Dalam konteks ini, pemahaman satu sudut pikir saja tidak akan mampu membawa kita kedalam kedamaian sesama umat muslim.Â
Sayangnya mereka yang awam terlalu cepat terprovokasi lantas mengatakan "Kamu yang tidak turun dalam aksi demonstrasi pembelaan Al-Qur'an adalah kaum yang tidak membela agamanya, kaum yang munafik, kaum yang KAFIR!". apakah hal ini bisa dibenarkan? sedangkan saat kamu berucap munafik hingga kafir kepada orang yang tidak sejalan dengan kehendak kamu secara tidak langsung telah menodai bahkan mencederai citra umat muslim yang seharusnya harmonis, minimal dengan sesama umatnya sendiri. sedangkan dibelakang sana juga masih berdiri para kiyai, habaib, ulama dan pembesar lembaga islam lainnya yang mungkin masuk dalam kategori munafik dan kafir versi kamu sendiri.
Dalam hal ini, saya berharap kejadian yang telah terjadi bisa menjadi pelajaran besar bagi kita untuk saling menjaga keutuhan ummat bukan sekedar keutuhan bangsa atau agama. hentikanlah budaya saling mengkafirkan, budaya saling menjatuhkan, budaya saling menilai buruk tanpa berfikir panjang. sadarilah kita terlahir ditanah yang tumbuh oleh perbedaan. perbedaan agama, suku, ras hingga pola pikir adalah bagian yang wajib kita pahami dan wajib kita jaga keutuhannya.
terakhir, semoga kita selalu senantiasa berada dalam perdamaian, berada dalam keutuhan dan kedaulatan bangsa yang tetap menjunjung tinggi toleransi baik sesama agama ataupun antar agama masing-masing.
salam manis nan damai teruntuk kamu,
jiwa yang tenang dan selalu menenangkan sesama umat manusia
Atas nama Muhammad Rizqi Baidullah,
Kuala Lumpur, 6 November 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H