Mohon tunggu...
R Aulia
R Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjadi Lentera bukan Angin yang selalu meredupkan upaya penerangan anak-anak bangsa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Seberapa "Waras" Mereka yang Menolak dan Mendukung Harga Rokok Rp50 Ribu?

20 Agustus 2016   20:02 Diperbarui: 1 Agustus 2018   03:06 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#Wacana Harga Rokok Rp50 ribu

Beberapa pekan lalu saya ditugaskan bertanya kepada sejumlah pemangku kepentingan terkait wacana kenaikan harga rokok. Menjadi bagian yang pertama menggulirkan isu ini di Senayan, kementerian, dll.

Ada yang pro dan kontra. Dari sejumlah orang yang saya tanya, mayoritas menolak. Mereka beralasan nasib buruh yang bekerja di industri itu dan pemasukan negara. Konon negara diuntungkan dengan cukai rokok.

Ada juga yang bilang, namanya pecandu pasti membeli rokok itu meski harganya dimahalkan. Pecandu ini bisa membeli rokok tapi merasa tidak mampu membayar BPJS kelas 3 yang biayanya Rp25.500 saja per bulan.

Kenaikan harga rokok ini, juga dinilai memicu kriminal. Mereka akan melakukan apa saja demi mengisap rokok.

Dan uniknya, "uang rokok" yang sering dijadikan istilah ketika memberi tips kepada seseorang pun membengkak. Tidak bisa lagi jika hanya memberi seadanya. "Kita harus cari istilah lain," ujar salah seorang teman.

Tidak ada lagi basa-basi menggunakan medium rokok saat bertemu orang atau teman. Rokok menjadi barang berharga sehingga teman yang royal mulai "pelit" ect.

Mereka yang kontra ini sejatinya memahami betul bahaya dari merokok. Bahaya kesehatan. Tapi mereka berharap pemerintah dapat meyakinkan kepada setiap individu bahwa merokok itu memang bahaya. Namun cara yang paling mungkin, kata mereka, adalah konsisten memberlakukan pembatasan area merokok.

Sementara yang pro, beralasan merokok bahaya bagi kesehatan dan meningkatkan harganya lebih mahal lagi, menjadi solusi ampuh menekan jumlah perokok. "Dari dulu saya usulkan itu. Harga rokok di luar negeri mahal. Kita saja yang murah," ujar salah seorang tokoh yang juga perokok berat.

Anak usia sekolah banyak yang merokok. Hal itu karena harga rokok yang terjangkau. Jika mahal, tentu mereka harus berpikir ulang untuk membelinya.

Begitulah sejumlah jawaban yang ada.

Inilah yang saya maksud hidup tentang merebut pengaruh.

Sesuatu yang buruk sekalipun, kalau banyak yang suka, pasti banyak yang membela walau hati mereka pasti menyadari tapi alasannya ada saja.

Dan sebaliknya. Sesuatu yang baik sekalipun, kalau banyak yang tidak suka, pasti banyak yang menentang, walau mereka pasti menyadarinya di dalam hati.

Wacana harga rokok Rp50 ribu ini, kembali memanas setelah pusat kajian suatu universitas menggulirkan hasil kajiannya. Sayang, dalam paparannya tidak membandingkan perbandingan kerugian jika dilihat dari sisi ekonomi.

Perbandingan juga jangan hanya data-data angka yang ruwet, tapi harus ada penjelasan, ilustrasi, testimoni dan contoh kasus.

Misal, 100 orang meninggal karena rokok setiap harinya. Nah, jelasin 100 orang itu siapa saja, usianya berapa, di mana, yang dirokok apa dan meninggalnya seperti apa.

Jika ada penjelasannya, saya yakin akal dan hati akan mengalahkan nafsu.

Dan belakangan, isu ini mulai bergulir lagi. Tinggal siapa yang kuat merebut pengaruh.

#balada

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun