#PDIP Lebih Baik Kalah daripada Dukung Ahok
Kepastian PDIP menentukan calon gubernur DKI Jakarta sangat dinanti. Dengan mengantongi suara terbanyak, PDIP diyakini akan mengubah peta perpolitikan yang ada saat ini.
Sikap sejumlah politisi PDIP berubah-ubah. Ada yang bilang, pintu untuk mencalonkan Ahok sudah tertutup rapat. Hal itu karena Ahok tidak ikut mendaftar seleksi cagub di internal PDIP dan Ahok juga bukan kader PDIP.
PDIP mengaku menimang enam nama hasil seleksi dan sudah diserahkan kepada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. Selain enam nama itu, PDIP mempunyai pintu lain, yaitu penugasan.
Penugasan ini hanya berlaku bagi kader PDIP saja yang dianggap berhasil. Seperti Tri Rismaharini dan lain-lain. Jadi jelas dan beralasan pintu PDIP untuk Ahok sudah tertutup rapat.
Namun semakin ke sini, ada juga suara PDIP masih membuka pintu untuk Ahok. Saya tidak tahu pasti argumentasi yang digunakan para penggaung suara itu.
Dari berbagai dinamika yang saya ikuti, internal PDIP tidak menginginkan Ahok. Di samping tidak mengikuti seleksi internal, Ahok dinilai arogan dan tidak sesuai keinginan kader akar rumput.
Sementara di jajaran elit PDIP, terutama dengan Megawati, Ahok memiliki kedekatan secara personal. Sehingga seolah PDIP terbelah. Galau dan gamang.
Boleh saja, PDIP berdalih memiliki kebiasaan menentukan calon saat injury time. PDIP juga berdalih memiliki kalkulasi matang.
Kalau saya boleh berpendapat, PDIP lupakan saja opsi mendukung Ahok. Karena sudah terlalu dalam luka yang dirasakan PDIP secara partai.
Argumentasi arogan dan luka itu tentu menurut versi masing-masing. Hal yang paling kentara adalah Ahok tidak ikut proses seleksi dan juga bukan kader. Jadi sangat jelas, pintu penugasan tidak berlaku bagi Ahok.
#Jangan Ganggu Risma
PDIP juga tidak usah menganggu Risma. Ingat, dia itu baru dilantik untuk periode kedua. Tidak elok, jika Risma dipaksa maju di Pilgub DKI.
Biarkanlah Risma berkarya di Surabaya dan terus dipupuk sehingga bisa maju sebagai Gubernur Jawa Timur beberapa tahun mendatang. Risma masih dibutuhkan untuk mematangkan dan memperbanyak karyanya.
#Jadi Siapa?
PDIP harus mencari calon selain Ahok dan Risma. Tentu masih banyak sosok dan kader lain yang potensial memimpin Ibu Kota. Yang selalu diklaim PDIP.
PDIP harus memberikan kesempatan kepada mereka. Siapa tahu, sosok itu lebih moncer jika pada akhirnya terpilih sebagai gubernur.
Memang ajang Pilgub itu, harapan terbesarnya adalah menang. Akan tetapi yang perlu dipahami, kemenangan tidak harus secara kuantitatif.
Buat apa jika hanya berharap menang, tapi sosok yang menang itu tidak sejalan dengan visi dan misi partai. PDIP lebih baik kalah daripada mendukung sosok yang tidak diinginkan.
Ahok bisa saja menang, dan PDIP bisa saja kalah. Dan sebaliknya. Tapi kalau PDIP yang kalah, kalahnya itu terhormat. Karena percaya diri dengan kemampuan sendiri dan tidak latah.
Pilgub itu sama saja dengan kontestasi lainnya. Ada yang kalah dan ada yang menang. Kalau ingin mengharumkan tanah air sendiri, tidak harus menaturalisasi warga negara lain.
Atau ingin daerahnya menang MTQ Nasional. Tapi, peserta yang mewakili provinsinya bukanlah warganya. Sama juga misalnya tim sepak bola kota A, tapi mayoritas bahkan semua pemainnya bukan warga kota A itu.
Pertanyaanya, kalau menang, di mana letak kebanggaannya? Bukankah itu sama saja menipu kemampuan diri sendiri?
Kalau alasannya mendukung Ahok karena ingin mendengarkan suara rakyat, seharusnya carilah sosok lain yang kira-kira rakyat suka dan semakin suka.
Jadilah partai yang benar-benar menghasilkan calon pemimpin. Calon yang kira-kira memiliki terobosan yang lebih baik dan lebih cepat. Bukan selalu mencaplok-caplok yang sudah ada.
Kalau masih dan bisanya hanya mencaplok, jangan pernah lagi pakai argumen bahwa parpol adalah pusat pengkaderan calon pemimpin bangsa. Percaya diri sajalah.....
#balada
#minggu
#8Agustus2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H