Kalau pun dosen tidak mau berubah, mereka pasti akan diingat sepanjang hidup mahasiswa tersebut. Dosen yang selalu maunya menang sendiri, memaksakan kehendak tanpa memberikan argumentasi yang jelas.
Begitu pun wahai para mahasiswa.
Kalian sering turun ke jalan. Melakukan aksi menuntut ini dan itu kepada pemerintah atau siapapun. Menuntut rektorat atau dekanat untuk mengabulkan permintaan kalian. Kalian berani dan suara kalian lantang.
Tapi, kalian nyaris hampir tidak bisa berkutik ketika berhadapan dengan dosen pembimbing. Kepala kalian sering tertunduk lesu dan mulut kalian mendadak membisu ketika dosen pembimbing kalian membuat kalian kecewa.
Kalian hanya bisa mengumpat di balik punggung mereka. Cobala berubah. Berani sampaikan keluh kesah kalian tepat di depan dua bola mata sang dosen. Tatap tajam dua bola mata ituu dan sampaikan keluh kesah kalian personally.
Datang sendiri dan ajak mereka face to face berbincang. Tentu ini lebih sopan dan elegan. Nada bicara kalian harus diperhatikan.
Karena kampus atau tempat pendidikan mana pun, sejatinya adalah sarana bagi kita mencari jalan keluar. Terpelajar saja tidak cukup. Tapi harus juga bijak.Â
Tulisan ini bukan berarti menghujat dosen dan profesinya. Tapi sekadar mengingatkan. Dan bukan pula menggurui. Tapi saling mengingatkan. Karena kita diajarkan untuk saling mengingatkan. Semoga tidak ada lagi cerita pembunuhan itu. Siapapun dan apapun bentuknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H