Mohon tunggu...
R Aulia
R Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menjadi Lentera bukan Angin yang selalu meredupkan upaya penerangan anak-anak bangsa

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Sumpah Serapah Macet Bandung, Jalan Kaki aja

19 September 2013   12:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:41 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Mr. Aulia

*Ditulis saat bangun tidur di salah satu sudut ruang kawasan Dago Pojok, Bandung.

Macet Bandung Sumber: www. Bisnis-Jabar. com

Durasi baca: 3-5 Menit aja bro.

Mati langkah, mati gaya tak bisa kemana-mana. Hujan turun dari awan. Jalanan beraspal basah. Mendadak sepi dari pengguna roda dua, sementara itu, hanya roda empat merajai jalanan yang basah. Sesekali roda dua yang mungkin melaju karena kesibukan tanpa penundaan. Belum mandi, tak punya semangat kemana-mana. Sejak pagi, air berjatuhan. siang pun demikian. Sore menjelang, curahan air berhenti.

"Mau kemana hari ini? tanya Said senior. Salah seorang teman baikku.

Aku jawab, "kemana ya? bingung juga nih. Ujan, ga bisa kemana-mana. Jalan macet lagi.

Jarum jam terus berputar. Suara hujan mereda. Awan cerah muncul di sudut atas, sepanjang mata memandang dari salah satu jendela. Terlihat bercahaya menerangi jalanan yang sempat basah. Jalanan kembali ramai dengan sepeda motor. Rumah yang terletak di jalanan yang cukup padat. Namanya  Cihanjuang. Angkot berwarna ungu selalu berseliweran di jalan ini.  Aku menginap di sana. Rumah milik Said senior.

Mati langkah. Semangat keluar dari rumah tidak ada. Namun kalau keluar, tak mengerti mau kemana. Masa iya seharian di rumah tak keluar sama sekali. Saat hujan berhenti dikala mentari ingin sembunyi dari penampakannya dalam menerangi alam dunia. Semangat membuncah berlebihan.

"Hayu, kita keluar aja, pusing seharian di rumah. Butuh suasana luar", ajak Said yang tak sabar menghirup udara luar sana.

Aku dan Said Junior mengiyakan ajakan itu dengan penuh kelegaan.

Said Junior adalah saudara Said senior yang baru saja migrasi dari negeri kaya timur tengah. Walaupun sudah beberapa minggu di Indonesia, rasa ingin tahu pada Indonesia masih tinggi. Maklum, ia merasakan Indonesia negeri yang ramah. Orang-orang Indonesia yang ia lihat mudah bergaul. Mudah menyapa dan tak pelit menebar senyum. Sementara di negara tempat dimana ia dilahirkan, penduduknya sedikit sulit melakukan hal demikian.

Lalu kami bertiga memutuskan keluar dari rumah. Kami pergi ke salah satu tempat hang out yang tidak jauh dari rumah. Tidak lebih dari 5 Km jaraknya dari rumah. Jalan ke pusat keramaian dan hang out anak muda Bandung terasa jauh dan lelah. Macet penyebabnya. Maka dari itu, kami pergi jalan kaki. Semula saya enggan, karena berpikir tempat yang akan dituju jauh di mato (jauh dari mata).

Akan tetapi, setelah mulai melangkah, semakin banyak langkah, menjauh dari rumah, mendekati tempat tujuan sambil ngobrol di sepanjang jalan. Rasa lelah, cape dan jauhnya tujuan tak begitu terasa. Apalagi saat itu hujan baru berhenti. Udara yang sejuk dan nyaman menyelinap ke tubuh. Segar terasa.

Pada akhirnya kami sampai di tempat tujuan, dimana tempat tersebut merupakan salah satu tempat nongkrong anak muda sekitar Cihanjuang. Bercengkerama, telling story dan lain sebagainya. Sambil menyeruput seduhan kopi hangat dan makanan ringan lainnya. Sampai juga di tempat dengan jalan kaki, rasa syukurku dalam hati.

Jalan kaki yang disangka melelahkan itu ternyata menyenangkan. Corak kebahagiaan datang mengisi suasana hati. Lega hati dan senang sekali. Bebas dari macet perjalanan. Saya merasakan corak kebahagiaan kembali di hati. Itu semua karena jalan kaki ke tempat tujuan yang relatif dekat walau jaraknya tak kurang dari 5 KM.

Mungkin ini yang dirasakan orang-orang terdahulu. Di saat kendaraan beroda dua, empat atau lebih belum tumpah ruah seperti saat ini. Kemana-mana jalan kaki. Hati senang, badan sehat, jalan bebas macet.

13795674795673854
13795674795673854
Ridwan Kamil Sebelum Jadi Walikota, Sumber: Ridwankamil.com

13795676461788319604
13795676461788319604
Sudah menjabat kang Emil tetap bersepeda, Sumber: www.tribunnews.com

Bandung baru saja resmi memiliki pemimpin baru. Kang Emil panggilan akrabnya. Setiap pergi ke kantornya di balai kota, ia datang dengan mengayuh sepeda. Tidak dengan kendaraan roda empat yang biasanya mewah dan penuh pengawalan. Contoh yang sangat agung dari seorang pemimpin demi mengurangi kemacetan. Terutama di Bandung.

Hampir tidak ada hari dimana Bandung bebas macet. Baik weekday ataupun weekend. Para penikmat suasana dan isi Bandung datang dari luar kota. Lihat saja Jumat sore sudah mulai kendaraan non D datang dari arah Jakarta dan arah lainnya.

Ruas jalanan yang kecil tidak mampu menampung volume kendaraan sehingga pemandangan macet sudah biasa. Jalan-jalan demi menikmati bermacet-macet ria. Sumpah serapah sepanjang jalan, status di jejaring sosial akan kemacetan sering ditemukan. Memaki-maki kemacetan, tapi masih aja rela tenggelam dan bergabung di dalamnya. Ironis juga.

13795667452130002231
13795667452130002231
Ilustrasi Jalan Kaki Di Bandung, Sumber: adrianpradana.wordpress.com

Alangkah indahnya, ketika jalan kaki menjadi tren jalan-jalan. Tak mesti jauh berkilo-kilo bahkan bermil-mil. Mengelilingi komplek perumahan berkali-kali bisa menjadi alternatif jalan-jalan yang menyenangkan. Mengayuh sepeda dan lain sebagainya. Disamping mengurangi angka kemacetan, jalan kaki dan bersepeda ikut andil menyehatkan jiwa dan raga kita serta menyehatkan kondisi dompet.

Akhirnya jalan-jalan tak mesti jauh-jauh. Tak juga harus berkendara. Bagiku ini salah satu perjalanan yang mengesankan. Sehat, hemat dan menjadi bagian mengurangi kemacetan lalu lintas. Ketika jalan kaki, bersepeda, maka keakraban sesama semakin menguat. Sikap cuek acuh tak acuh dapat berkurang sehingga peran dan nilai keramah tamahan warga Indonesia tidak hilang dari muka bumi ini.

Andai Indonesia bisa seperti ini, inilah yang dinamakan moderenisasi. Mimpiku ngurangin dosa sumpah serapah mulu, kalau liat macet.

*Terima kasih telah membaca. Apa kata favorit anda dari tulisan singkat ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun