Kita tidak tinggal di alam semesta yang pertama. Terdapat alam-alam semesta lain pada masa yang tak terhitung lamanya sebelum alam semesta kita terbentuk. Demikianlah para ilmuwan mengemukakan teori barunya tentang adanya alam semesta sebelum big bang. Seperti alam semesta kita saat ini, alam semesta sebelumnya ini penuh dengan lubang hitam dan kita dapat mendeteksi jejak-jejak lubang hitam yang sudah lama mati ini dalam latar belakang gelombang mikro kosmis (cosmic microwave background atau CMB) – suatu radiasi yang merupakan sisa-sisa big bang, awal pembentukan alam semesta kita yang keras.
Lubang hitam merupakan objek yang paling kuat gravitasinya di alam semesta: suatu titik sangat kecil (singularitas) dengan massa sangat besar yang dapat mendistorsi ruang-waktu sedemikian sehingga bahkan cahaya pun tidak dapat lolos darinya. Namun demikian, lubang hitam juga memancarkan radiasi seperti benda hitam lainnya, yang dikenal sebagai radiasi Hawking – diambil dari nama almarhum Stephen Hawking, fisikawan yang menemukannya. Menurut Hawking, lubang hitam kehilangan beberapa massa dan energinya sepanjang waktu melalui pancaran partikel graviton dan foton sehingga lubang hitam akan lenyap perlahan-lahan.
Namun gagasan bahwa alam-alam semesta sebelumnya ada sebelum alam semesta saat ini dikemukakan oleh Roger Penrose, seorang fisikawan dari Universitas Oxford yang merupakan rekan Stephen Hawking, matematikawan Daniel An dari State University of New York Maritime College, dan fisikawan teoritis Krzysztof Meissner dari Universitas Warsawa. Mereka mengatakan bahwa adalah mungkin untuk mendeteksi lubang-lubang hitam hantu yang telah lama mati dari alam semesta sebelumnya karena jejak yang mereka tinggalkan dalam CMB melalui radiasi Hawking.
Para ilmuwan ini mengatakan bahwa bukti lubang-lubang hitam hantu ini berarti teori big bang yang selama ini diterima sebagai penjelasan ilmiah pembentukan alam semesta harus diperbarui. Dalam sejarah ruang-waktu menurut Penrose dan rekan-rekannya – yang mereka sebut kosmologi siklus konformal (conformal cyclic cosmology atau CCC) – alam semesta menggelembung, mengembang, dan mati secara berurutan, dengan lubang-lubang hitam dari masing-masing alam semesta meninggalkan jejak dalam alam semesta berikutnya.
Dalam makalah yang baru saja diterbitkan tanggal 6 Agustus yang lalu pada jurnal pracetak arXiv, ketiganya berargumentasi bahwa jejak-jejak ini tampak dalam data yang ada dari CMB. Oleh sebab itu, mereka menganalisis data CMB atas kemungkinan lubang-lubang hitam hantu dari milyaran tahun yang lalu.
"Jika alam semesta terus-menerus berlanjut dan lubang-lubang hitam melahap semuanya, pada suatu titik, kita hanya akan memiliki lubang-lubang hitam," kata Penrose, "kemudian apa yang terjadi berikutnya adalah lubang-lubang hitam ini akan perlahan-lahan menyusut (melalui radiasi Hawking)."
Pada titik tertentu, lubang-lubang hitam ini akan lenyap sepenuhnya, kata An, meninggalkan alam semesta sebagai sebuah sup tak bermassa dari foton-foton dan graviton-graviton. An melanjutkan, "Sesuatu tentang periode masa ini adalah foton-foton dan graviton-graviton tidak mengalami waktu atau ruang."
Graviton dan foton yang tidak bermassa dan bergerak dengan kecepatan cahaya tidak mengalami waktu dan ruang seperti kita dan partikel-partikel lain yang bermassa dan bergerak dengan kecepatan yang lebih lambat. Menurut teori relativitas Einstein, objek-objek bermassa tampak bergerak melalui waktu lebih lambat ketika mereka mendekati kecepatan cahaya, dan jarak menjadi mengerut dari perspektif mereka. Partikel-partikel tidak bermassa seperti foton dan graviton bergerak pada kecepatan cahaya sehingga mereka tidak mengalami waktu atau jarak sama sekali.
"Jadi," An mengatakan, "sebuah alam semesta yang dipenuhi hanya oleh graviton dan foton tidak mengenal apa itu waktu atau apa itu ruang."
Pada titik itu, beberapa fisikawan (termasuk Penrose) berargumen, alam semesta yang luas dan kosong sesudah kematian lubang-lubang hitam mulai menyerupai alam semesta yang ultra terkompresi pada waktu big bang, di mana tidak ada waktu atau jarak di antara apa pun.
"Dan kemudian ia dimulai kembali dari awal," kata An.
Jejak-jejak dalam CMB bukanlah lubang hitam itu sendiri, melainkan sebaliknya objek-objek berusia milyaran tahun yang menghabiskan energinya ke dalam alam semesta kita melalui radiasi Hawking. "Ini bukan singularitas lubang hitam (atau benda fisiknya yang sebenarnya)," kata Penrose, "tetapi keseluruhan radiasi Hawking dari lubang (hitam) itu sepanjang sejarahnya."
Ini artinya, sepanjang waktu sebuah lubang hitam yang melenyapkan dirinya sendiri melalui radiasi Hawking meninggalkan suatu tanda. Tanda itu, yang dibuat dalam frekuensi radiasi latar belakang dari ruang, dapat bertahan dalam kematian sebuah alam semesta. Jika para peneliti dapat menemukan tanda itu, maka para ilmuwan akan memiliki alasan untuk meyakini bahwa teori CCC tentang alam semesta adalah benar, atau setidaknya tidak sepenuhnya salah.
Untuk menemukan tanda redup itu terhadap radiasi CMB yang redup dan bercampur aduk, An menjalankan semacam pertandingan statistik di antara petak-petak langit.
An mengambil daerah lingkaran pada wilayah langit ketiga di mana galaksi-galaksi dan cahaya bintang tidak membanjiri CMB. Berikutnya, ia menandai daerah-daerah di mana distribusi frekuensi gelombang mikro cocok dengan apa yang akan diharapkan jika titik-titik Hawking muncul. Ia membuat lingkaran-lingkaran itu "berkompetisi" satu sama lain untuk menentukan daerah mana yang paling mendekati cocok dengan spektrum titik Hawking yang diharapkan.
Kemudian, ia membandingkan data itu dengan data CMB palsu yang ia hasilkan secara acak. Trik ini dimaksudkan untuk menyingkirkan kemungkinan "titik-titik Hawking" sementara itu dapat dihasilkan jika CMB sepenuhnya acak. Jika data CMB yang dihasilkan secara acak tidak dapat meniru titik-titik Hawking itu, itu akan sangat menyatakan bahwa titik-titik Hawking yang baru diidentifikasi itu benar-benar berasal dari lubang-lubang hitam dari masa lampau yang sangat lama telah berlalu.
Ini bukan pertama kalinya Penrose mengemukakan makalah yang tampaknya mengidentifikasi titik-titik Hawking dari alam semesta masa lampau. Pada tahun 2010 yang lalu ia bersama fisikawan Vahe Gurzadyan juga membuat klaim yang sama, tetapi penelitian mereka mendapatkan kritik dari komunitas ilmiah secara luas karena titik-titik Hawking yang diidentifikasi Penrose dan Gurzadyan ini ternyata hasil dari kebisingan acak dalam data mereka. Namun Penrose dan timnya pantang menyerah dan kembali melanjutkan penelitian ini.
Ketika ditanya apakah lubang-lubang hitam dari alam semesta kita suatu saat nanti dapat meninggalkan jejak di alam semesta berikutnya, Penrose menjawab, "Ya, tentu saja!"
Teori ini membuka kemungkinan baru tentang alam semesta yang mengalami siklus pembentukan dalam big bang, mengembang, lalu kembali ke big bang lagi, demikian seterusnya tanpa awal dan akhir. Dan mungkin saja saat ini kita tidak tinggal di alam semesta yang pertama, melainkan yang kedua atau kesekian ribu, bahkan yang tak terhitung!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H