Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 19)

20 Juli 2018   11:57 Diperbarui: 20 Juli 2018   12:03 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 19 - GUO HUAI MENGAKUI KEJAHATANNYA DAN IBU SURI LI KEMBALI KE ISTANA

Bao menangkap Guo Huai, membuka persidangan, dan mempersilakan Chen Lin duduk pada kursi samping. "Guo Huai, katakanlah yang sebenarnya bagaimana pada waktu itu kamu merencanakan memfitnah Ibu Suri Li dengan menukar putra mahkota!" seru Bao. "Dari manakah Tuan bisa mengatakan hal ini? Pada waktu itu Selir Li melahirkan anak siluman, kaisar terdahulu menjadi marah lalu mengasingkannya ke Istana Dingin. Bagaimana mungkin terjadi kasus penukaran ini?" jawab Guo Huai.

Kemudian Chen Lin bertanya, "Jika tidak ada penukaran, mengapa pelayan Kou diperintahkan membawa putra mahkota, mencekiknya dengan tali roknya, dan membuangnya di bawah Jembatan Air Emas?" "Pengurus Chen, mengapa kamu bersaksi melawanku? Kamu dan aku sama-sama pelayan istana. Tidakkah kamu mengetahui pembawaan Ibu Suri? Jika sekembalinya aku ke istana nanti, titah Ibu Suri tiba, maka takutnya kamu tidak bisa lolos dari hukuman," kata Guo Huai.

"Guo Huai, apakah kamu berani menggunakan Ibu Suri untuk melawan pengadilan ini? Jika kamu tidak menyebut nama Ibu Suri Liu, maka tidak akan masalah; tetapi karena kamu telah mengatakannya, maka kamu akan menerima hukumannya," seru Bao sambil sedikit senyum lalu memerintahkan, "Bawa dia keluar dan beri hukuman dua puluh kali pukulan!"

Para petugas di sisi kanan dan kiri mengiyakan lalu membaringkannya di atas tanah dan memukulnya dua puluh kali. Pukulan itu mengoyak kulit dan dagingnya; ia menggertakkan giginya dan berteriak kesakitan tak henti-hentinya.

"Guo Huai, apakah kamu masih tidak mengakuinya?" tanya Bao. Gua Huai yang tidak mungkin tidak mengetahui masalah besar ini mengeraskan hatinya dan sama sekali tidak mau mengakuinya. Ia berkata, "Pada hari itu Selir Li melahirkan anak siluman dan ia sendiri telah mengakui kejahatan tersebut, bagaimana mungkin ada hubungannya dengan diriku?"

"Jika tidak ada kasus penukaran itu, mengapa pelayan Kou Zhu dihukum sampai meninggal?" "Sesungguhnya karena Kou Zhu melawan perintah Ibu Suri, maka beliau memberinya hukuman," jawab Guo Huai.

Dari samping Chen Lin berkata, "Apa yang kamu katakan tidak benar. Pada saat menanyai pelayan Kou dengan siksaan, akulah yang memukulnya dengan tongkat hukuman. Ibu Suri Liu menanyainya dengan keras di manakah ia membuang putra mahkota yang ia bawa keluar istana. Bagaimana mungkin kamu mengatakan bahwa ia membantah perintah Ibu Suri?"

Mendengar hal ini, Guo Huai menatap Chen Lin dan berkata, "Jika kamu yang menjatuhkan hukuman itu, artinya kamu yang memberikan pukulan yang mematikan itu sehingga pelayan Kou tidak dapat menahannya kemudian bunuh diri dengan menjatuhkan diri pada pagar pembatas tangga. Mengapa kamu justru menuduhku?"

"Dasar penjahat! Berani-beraninya kamu membantah!" seru Bao, "Para petugas, bawakan alat penjepit jari!" Para petugas mengiyakan lalu menaruh jari-jari tangan Guo Huai di atas suatu alat hukuman berupa tongkat penjepit jari dan mereka menarik talinya ke arah kiri dan kanan. Guo Huai berteriak kesakitan bagaikan seekor babi yang akan dibunuh.

"Guo Huai, apakah kamu masih tidak mengaku juga?" tanya Bao. Guo Huai menggertakkan giginya sambil menahan sakit kemudian berkata, "Tidak ada yang perlu kuakui." Ia bercucuran keringat bagaikan dipanaskan dalam keranjang kukus dan wajahnya berubah pucat. Bao memerintahkan untuk melepaskan alat hukuman tersebut dan kemudian menerapkannya kembali. Ia kembali berteriak kesakitan tiada hentinya, pikirannya menjadi kacau sehingga mereka harus memenjarakannya untuk sementara dan besok ia akan ditanyai lagi. Kemudian Bao menyuruh Chen Lin mencatat hasil persidangan hari ini dan kembali ke istana untuk melaporkannya kepada kaisar.

Bao menutup persidangan dan pergi ke ruang baca. Ia menyuruh Bao Xing memanggil Gongsun Ce. Tak lama kemudian Gongsun pun tiba. Ia telah mengetahui kasus yang disidangkan hari ini. Setelah memberikan penghormatan kepada Bao, ia duduk di samping dan Bao berkata, "Karena hari ini titah kaisar tiba dan telah dibacakan dengan keras, Tuan Gongsun pasti telah mengetahui kasus ini sehingga aku tidak perlu menjelaskannya kembali. Namun Guo Huai masih saja tidak mengaku. Ketika aku menghukumnya dengan alat penjepit jari, ia bercucuran keringat dan wajahnya menjadi pucat, tetapi aku khawatir ia akan mengalami luka parah. Ini sesungguhnya kejahatan terhadap anggota keluarga kerajaan, tetapi ia tidak bisa menahan hukuman berat. Aku berpikir masalah ini bagaimana jalan keluarnya. Oleh sebab itu, aku meminta Tuan Gongsun datang untuk memikirkan suatu cara hukuman untuk membuatnya mengaku dengan hanya melukai kulit dan dagingnya tetapi tidak menyentuh urat dan tulangnya."

"Saya akan memikirkan hal ini dan setelah membuat rancangannya, Tuan dapat memeriksanya," kata Gongsun yang lalu mengundurkan diri ke dalam kamarnya. Setelah berpikir beberapa lama, tiba-tiba ia terpikirkan suatu ide dan segera menuliskannya. Ia membuat rancangannya dan memberinya nama. Kemudian ia menuju ruang baca untuk melaporkannya kepada Bao. Bao melihat rancangan tersebut. Pada rancangan itu tertera ukurannya dan bentuknya mirip setrika besar, tetapi permukaannya tidak rata; di atas permukaannya terpatri paku-paku dengan kepala bulat seperti mutiara. Sebelum digunakan alat ini harus dipanaskan dengan arang sampai membara; daging penjahat yang dihukum dengan alat ini akan melepuh karena terpanggang. Hal ini sama sekali tidak membahayakan urat dan tulangnya, hanya melukai kulit dan dagingnya.

Bao bertanya, "Apakah nama alat hukuman ini?" "Namanya 'Hujan Bunga Aprikot' karena ia akan meninggalkan bintik-bintik merah pada kulit," jawab Gongsun. "Sungguh alat hukuman yang kejam, namun memiliki nama yang indah," Bao berkomentar sambil tersenyum, "Tuan Gongsun benar-benar orang yang berbakat!" Kemudian ia menyuruh Gongsun segera memberikan rancangan itu kepada tukang besi untuk dikerjakan. Keesokan harinya setelah satu hari alat hukuman tersebut dapat diselesaikan. Pada hari ketiga Bao membuka sidang untuk menanyai Guo Huai kembali.

Di dalam penjara Guo Huai mengalami luka-luka sekujur tubuhnya dan mengerang kesakitan tiada hentinya. Ia tidak bernafsu makan. Setelah dua hari ia menjadi kurus kering. Dalam hati ia berpikir, "Aku telah berada di sini selama tiga hari, mengapa titah Ibu Suri belum tiba juga?" Tiba-tiba terpikirkan olehnya: "Ibu Suri sedang sakit sehingga beliau belum mengetahui masalah ini. Aku harus menahan rasa sakit, meneguhkan hatiku, dan tidak akan mengaku. Tanpa pengakuan lisan, Bao Hitam akan kesulitan memutuskan kasus ini. Namun mengapa tiba-tiba kaisar mengetahui masalah ini? Ini benar-benar membingungkan."

Ketika ia sedang merenungkan hal ini, tiba-tiba seorang petugas penjara datang dan berkata, "Tuan Bao membuka persidangan dan memanggil Pengurus Guo." Guo Huai mengetahui ia akan ditanyai lagi. Jantungnya berdetak kencang seraya ia mengikuti petugas itu masuk ke ruang sidang. Tampak nyala api arang merah membara yang membakar suatu benda di dalamnya. Ia tidak mengetahui benda apakah itu, namun hanya dapat berlutut di hadapan pengadilan.

Bao bertanya, "Guo Huai, pada waktu itu mengapa kamu merencanakan untuk mencelakai Ibu Suri Li dan menukar putra mahkota dengan kucing? Katakanlah yang sebenarnya agar terhindar dari hukuman yang melukai kulit dan dagingmu." "Tidak ada kejadian seperti itu. Dari mana saya bisa mengakuinya? Jika benar-benar terjadi demikian, tidak perlu menunggu beberapa tahun pasti akan terungkap sejak lama. Mohon Tuan menyelidikinya dengan seksama," jawab Guo Huai.

Mendengar hal ini, Bao menjadi sangat murka. Dengan memukul meja satu kali, ia berseru, "Dasar penjahat! Rencana jahatmu telah terungkap; bahkan kaisar sendiri telah mengetahui semuanya, tetapi kamu masih berani mengelak. Kamu sungguh keji!" Lalu ia memerintahkan, "Para petugas, lepaskan pakaiannya!" Empat orang petugas datang melepaskan pakaian Guo Huai dengan memperlihatkan punggungnya; dua orang di antaranya memegangnya, satu orang menggunakan kain untuk menutupi rambutnya lalu mendorong kepalanya ke bawah, satu orang lagi mengangkat 'Hujan Bunga Aprikot' dari dalam tungku api dengan menggunakan kayu lalu berdiri di belakang Guo Huai.

Bao bertanya lagi, "Guo Huai, apakah kamu masih tidak mengaku?" Guo Huai meneguhkan hatinya dan tidak berkata sepatah kata pun. Bao memerintahkan menggunakan alat hukuman tersebut. 'Hujan Bunga Aprikot' dijatuhkan ke punggung Guo Huai dan seketika membakar kulit dan dagingnya dengan bau yang menyengat. Sekujur tubuhnya bergemetar dan ia berteriak kesakitan seperti sebelumnya. Kemudian ia bernapas terengah-engah.

"Hentikan hukuman, biarkan ia mengambil napas terlebih dahulu untuk ditanyai kembali," perintah Bao. Guo Huai terjatuh dan tidak dapat bergerak sama sekali di atas lantai sehingga para petugas harus menyokongnya. Bao pun memerintahkan agar ia dibawa pergi dan Gongsun diam-diam menyuruh para petugas segera memasukkannya ke penjara di dalam sebuah kuil.

Guo Huai tiba di penjara dalam kuil. Seorang petugas penjara membawa cangkir teh kecil, sambil tersenyum datang ke hadapannya dan berkata, "Tuan Pengurus Istana, maaf mengejutkan anda. Hamba tidak memiliki apa-apa untuk melayani anda, hanya bisa mendapatkan pil penghilang rasa sakit dan secara khusus mempersiapkan secangkir arak kuning ini. Jika Tuan meminumnya, saya jamin dapat meningkatkan energi vital (qi) dan menenangkan pikiran anda."

Melihat petugas itu menghiburnya dengan penuh perhatian, dengan kata-kata yang lemah lembut, Guo Huai pun menerima obat dan arak tersebut. "Sungguh merepotkan kamu. Jika bisa keluar dari kesulitan ini nanti, saya tidak akan melupakanmu," katanya. Petugas penjara itu menjawab, "Tuan tidak perlu berkata demikian. Jika telah meninggalkan Kaifeng nanti, mohon Tuan sedikit turun tangan, maka saat itu hamba akan mendukung dan melakukan hal yang lebih." Sanjungan ini membuat Guo Huai gembira. Ia meminum pil dan arak tersebut; ia merasa pikirannya menjadi lebih tenang.

Lalu ia bertanya, "Arak ini masih ada lagi?" "Ada, ada, sangat banyak," jawab petugas itu yang lalu menyuruh seseorang membawakan arak lagi; setelah mengambilnya, ia menyuruh orang itu pergi. Kemudian ia dengan penuh hormat menuangkan arak itu kepada Guo Huai. Melihatnya berhati-hati dan bijaksana, Guo Huai sangat menyukainya. Sambil minum arak, ia bertanya, "Apakah kamu mendengar kabar dari istana beberapa hari ini?"

"Saya hanya mendengar Ibu Suri jatuh sakit karena dihantui oleh pelayan Kou. Saat ini beliau sudah sembuh. Kaisar setiap hari mengunjungi beliau di Istana Renshou. Mungkin tidak sampai satu atau dua hari, titah Ibu Suri akan tiba. Pada saat itu Tuan akan baik-baik saja. Bahkan Tuan Bao kami tidak berani melawan titah Ibu Suri," jawab petugas itu. Guo Huai yang mendengar hal ini menjadi gembira kemudian meminum arak beberapa cangkir lagi.

Karena sudah dua hari ia tidak makan apa pun dan hari ini meminum beberapa cangkir arak dengan perut kosong, wajah Guo Huai memerah, jantungnya berdetak kencang, dan pandangan matanya menjadi kabur. Ia dalam keadaan mabuk berusaha berdiri, tetapi hanya dapat bergoyang ke sana kemari. 

Melihat situasi ini, sang petugas penjara menyingkirkan arak tersebut dan ia sendiri mengundurkan diri. Tinggallah Guo Huai sendirian dalam penjara itu. Walaupun mabuk karena banyak minum, ia tetap mengkhawatirkan masalah ini dan berpikir, "Baru saja petugas penjara mengatakan bahwa Ibu Suri jatuh sakit karena dihantui oleh pelayan Kou. Untungnya sekarang beliau sudah sembuh. Titah Ibu Suri akan tiba sebelum hari ini berakhir." Kemudian ia berpikir lagi, "Kematian pelayan Kou memang tidak adil. Tidak heran ia menjadi hantu gentayangan."

Ketika ia sedang berimajinasi liar, angin dingin berhembus dengan lembut disertai suara debu dan pasir yang terbawa angin mengenai kisi-kisi jendela. Saat itu matahari terbenam pada musim semi sehingga suasananya dingin dan menyedihkan. Tiba-tiba sesosok manusia tampak mendekat kemudian menjauh dan membuat suara seperti berdengung. 

Guo Huai sangat ketakutan; ketika ia berusaha memanggil orang-orang, bayangan orang itu muncul di hadapannya dan berkata, "Guo Huai, jangan takut, saya bukan orang lain, melainkan pelayan Kou Zhu. 

Saya mendatangi Tuan Kasim untuk menanyakan sesuatu. Kemarin Ibu Suri di Istana Raja Yama telah memberikan kesaksian; beliau mengatakan bahwa Tuanlah yang merencanakan semua ini. Oleh sebab itu Ibu Suri dibebaskan dan dapat kembali ke istana. Selain itu, Ibu Suri dan Tuan masih memiliki usia yang panjang dan saya tidak bisa berlama-lama di neraka. Hari ini saya mendatangi Tuan untuk mendapatkan kejelasan tentang masalah pada waktu itu agar saya dapat terlahir kembali dengan tenang."

Sekujur rambut di tubuh Guo Huai berdiri tegak. Melihat rambut orang itu terjurai di atas bahu, wajahnya penuh bekas luka, dan suaranya yang terdengar lemah, ia langsung mengetahui bahwa itu adalah arwah pelayan Kou Zhu. Benarlah apa yang dikatakan petugas penjara tadi; ia pun berkata, "Pelayan Kou, sebenarnya kamu telah meninggal dengan tidak adil. Pada waktu itu sesungguhnya aku dan Nyonya Yu telah bersekongkol dengan menukar putra mahkota dengan kucing yang dikuliti untuk memfitnah Ibu Suri Li. Waktu itu kamu sama sekali tidak mengetahui hal yang sebenarnya sehingga meninggal dengan tidak adil. Sekarang karena aku masih memiliki umur yang panjang, jika bisa keluar dari penjara ini, aku akan meminta para bhiksu dan pendeta Taois mengadakan upacara agar arwahmu tenang di alam sana."

Hantu wanita itu pun menangis sambil berkata, "Kasim Guo sungguh memiliki hati yang baik, saya mengucapkan banyak terima kasih. Sebentar lagi kita tiba di Istana Raja Yama. Jika Tuan menceritakan kejadian pada waktu itu dengan jelas, maka saya akan dapat terlahir kembali dengan tenang dan Tuan tidak perlu memanggil para bhiksu dan pendeta Taois untuk mendoakan saya. Jika Tuan mengatakan hal yang tidak jujur, maka anda akan mendapatkan hukuman...."

Tiba-tiba terdengar suara para hantu meratap. Muncul dua sosok hantu kecil yang memegang papan pemanggil arwah dan berkata, "Raja Yama memasuki istana dan memanggil arwah Guo Huai maju ke depan untuk ditanyai sesuai dengan tuntutan arwah penasaran yang kematiannya tidak adil." Kemudian mereka langsung menarik Guo Huai yang tampak kebingungan dan mau tidak mau mengikuti mereka. Setelah berjalan berkelok-kelok, tibalah mereka di sebuah aula istana yang tampak gelap, dingin dan suram dengan suasana yang menakutkan; arah mata angin pun tidak dapat diketahui di sana.

"Berlutut!" perintah hantu kecil tersebut. Penjahat itu langsung berlutut. Terdengar suara seseorang memanggilnya, "Guo Huai, hal-hal yang kamu dan Ibu Suri Liu lakukan telah tercatat dengan jelas dalam buku catatanku. Kamu seharusnya terlahir kembali ke alam rendah, tetapi masa kehidupanmu belum berakhir dan kamu harus segera dikembalikan ke dunia fana. Namun akhirat tidak bisa membiarkan hantu wanita Kou Zhu ini bergentayangan di dunia. Kamu harus mengatakan kembali dengan jelas hal yang terjadi pada waktu itu agar ia dapat terlahir kembali dengan tenang. Katakanlah yang sebenarnya, jangan ada yang disembunyikan."

Mendengar hal ini, Guo Huai bersujud sampai dahinya menyentuh lantai kemudian ia menceritakan keseluruhan kejadian bagaimana Selir Liu bersekongkol demi mendapatkan kedudukan permaisuri dengan menukar putra mahkota dengan kucing yang dikuliti untuk memfitnah Selir Li.

Tiba-tiba cahaya lentera menyala. Yang duduk di atas sana sesungguhnya adalah Bao Zheng. Di kedua sisinya para petugas berbaris dengan rapi. Keadaannya benar-benar seakan-akan berada di Istana Raja Yama. Sebelumnya petugas juru tulis telah mencatat pengakuan lisan Guo Huai dan menyerahkannya kepada Bao; petugas juru tulis dari penjara kuil tersebut juga menyerahkan catatan percakapan Guo Huai dan hantu wanita itu. Setelah membacanya, Bao memerintahkan, "Bawa dia kemari untuk menandatangani pengakuan." Penjahat itu tidak bisa berbuat apa-apa lagi setelah menyadari bahwa dirinya telah jatuh ke dalam jebakan Bao; ia hanya bisa menandatangani pengakuan tersebut.

Tahukah kalian siapakah hantu wanita itu? Sesungguhnya Gongsun Ce diam-diam menyuruh Geng Chun dan Zheng Ping pergi ke rumah bordir memanggil seorang wanita penghibur bernama Wang Sanqiao. Gongsun dengan bersusah payah mengajarinya bersandiwara sebagai hantu wanita untuk mengungkapkan kejadian yang sebenarnya dalam kasus ini. Setelah memberikannya lima puluh uang perak, Gongsun menyuruh wanita penghibur itu pulang.

Bao mengirim Guo Huai kembali ke penjara dan memerintahkan para petugas menjaganya dengan ketat. Keesokan paginya pada waktu jaga kelima Bao menghadiri pertemuan di istana dan menyerahkan pengakuan Guo Huai kepada Kaisar Renzong. Kaisar membacanya dengan seksama lalu memasukkannya ke dalam lengan bajunya. Setelah membubarkan pertemuan, kaisar segera pergi ke Istana Renshou.

Di sana Ibu Suri Liu tampak mengigau dengan kaki dan tangannya tampak bergerak-gerak ke sana kemari seakan-akan sedang melawan sesuatu. Tiba-tiba ia terbangun dan melihat kaisar sedang duduk di hadapannya. Ia pun berkata, "Guo Huai adalah pelayan tua kaisar terdahulu. Mohon Yang Mulia secara khusus mengampuninya." Kaisar tidak menjawabnya, melainkan mengeluarkan pengakuan Guo Huai dari lengan bajunya lalu melemparkannya ke hadapan Ibu Suri Liu. Melihat gelagat ini Ibu Suri segera mengambil dan membacanya. 

Seketika ia ketakutan setengah mati seakan-akan napasnya tersangkut di tenggorokan. Orang yang telah lama jatuh sakit tidak mampu menanggung kesalahan melanggar hukum langit; karena ketakutan, tak disangka Liu langsung meninggal dunia. Kaisar segera memerintahkan agar jenazah Liu dipindahkan ke aula samping dan dikuburkan dengan upacara pemakaman bagi seorang selir. Setelah itu kaisar memerintahkan agar istana langsung dibersihkan.

Keesokan harinya kaisar memasuki aula istana. Setelah para pejabat kerajaan yang berkumpul memberikan penghormatan tiga kali, kaisar berkata kepada Bao, "Ibu Suri Liu meninggal karena ketakutan. Selanjutnya atas nama diriku Pejabat Bao menyebarluaskan hal ini ke seluruh negeri untuk menegakkan hukum kerajaan." Sejak saat itu rakyat biasa maupun para pejabat internal dan eksternal akhirnya mengetahui ibu suri kerajaan yang merupakan ibu kandung kaisar bermarga Li, bukan bermarga Liu. Kemudian kaisar memerintahkan agar Biro Perbintangan* menentukan hari baik di mana kaisar bervegetarian dan membersihkan dirinya untuk memberikan persembahan ke setiap kuil. Lalu kereta kerajaan dipersiapkan dan dengan membawa para pejabat sipil dan militer, kaisar pergi ke Istana Nanqing untuk menjemput Ibu Suri Li kembali ke istana kerajaan.

Ibu suri mengendarai kereta kerajaan dan Putri Di juga mengendarai kereta permata tersebut mengikuti ke istana. Setelah menjemput ibu suri, kaisar berjalan kembali ke istana terlebih dahulu untuk menanti kedatangan ibu suri di istana. Saat ini para selir dan yang lainnya semuanya telah berkumpul di istana untuk menyambut ibu suri. Ibu suri memasuki aula dan duduk di atas kursinya; setelah menerima ucapan selamat, ia berganti pakaian. Lalu ia mengeluarkan titah memanggil Nyonya Li, istri Bao Zheng sang sarjana dari Paviliun Longtu, untuk datang ke istana. Ibu suri menyambut Putri Di dengan tata krama layaknya kakak adik lalu memberikannya hadiah. Kaisar juga menganugerahkan hadiah kepada Putri Di.

Setelah para pejabat memberi ucapan selamat, kaisar mengeluarkan titah agar Guo Huai dihukum dengan dipotong-potong anggota tubuhnya; karena Nyonya Yu telah meninggal, sesuai dengan peraturan jenazahnya dirusak dengan pisau. Kaisar juga mengeluarkan titah untuk membangun aula peringatan di lokasi sekitar Istana Renshou yang menguntungkan: di sebelah kiri dibangun aula peringatan untuk Kou Zhu yang diberi nama "Kuil Zhong Lie" (pengorbanan diri demi kerajaan) dan di sebelah kanan dibangun aula peringatan untuk Qin Feng dan Yu Zhong yang diberi nama "Kuil Shuang Yi" (ksatria kembar). Setelah selesai dibangun, kaisar pergi membakar dupa di sana.

Suatu hari Perdana Menteri Wang Qi memberikan surat kepada kaisar yang mengatakan bahwa ia sudah tua dan lemah sehingga bermaksud untuk mengundurkan diri dan beristirahat di hari tuanya. Kaisar berbelas kasih kepada negarawan senior tersebut dan mengizinkannya menikmati hidup pada masa tuanya dengan menganugerahkan makanan dan gaji penuh. Kemudian kaisar mengangkat Bao sebagai perdana menteri. Saat itu Bao juga melaporkan kepada kaisar tentang jasa Gongsun Ce dan keempat ksatria gagah berani. Kaisar pun mengangkat Gongsun sebagai sekretaris** dan empat ksatria sebagai pejabat militer tingkat enam yang bertugas di prefektur Kaifeng.

Selain itu, Ibu Suri Li menitahkan Chen Lin diangkat sebagai kepala pengurus istana dan Fan Zhonghua dianugerahkan gelar "Bangsawan Kepercayaan" (Cheng Xin Lang). Ia juga memerintahkan agar tempat pembakaran yang tidak digunakan di mana dulu ia tinggal dijadikan kuil. Kaisar mendanakan seribu uang perak dan sepuluh qing [1 qing = 100 mu] tanah untuk tempat pembakaran dupa di kuil tersebut. Fan Zonghua kemudian diangkat menjadi pejabat penjaga kuil itu dan setiap tahun pada musim semi dan musim gugur memberikan persembahan pada kuil itu agar kejadian ini tidak terlupakan.

Catatan Kaki:

* Biro Perbintangan adalah pejabat pemerintahan pada masa Cina kuno yang bertugas menghitung kalendar berdasarkan pengamatan terhadap pergerakan benda-benda langit.

** Zhu bu, yaitu jabatan asisten kepala daerah pada masa Cina kuno yang bertanggung jawab mengurus administrasi dokumen dan pembukuan.

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun