Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 16)

3 Mei 2018   07:52 Diperbarui: 3 Mei 2018   08:40 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 16 -- SARJANA SETIA BERPURA-PURA MENGAKUI IBU SURI SEBAGAI IBUNYA

Melihat wanita miskin itu memanggilnya sebagai pejabat Bao dan menyebut dirinya sendiri sebagai ibu suri, Bao merasa orang biasa tidak mungkin berani menggunakan gaya bicara seperti itu. Tampak kedua mata Li meneteskan air mata ketika ia tiada hentinya menceritakan kejadian masa lalu yang dialaminya. Mendengar kisah Li, Bao terkejut dan sangat kebingungan. Seketika ia bangkit dan bertanya, "Walaupun mengatakan demikian, apakah Ibu memiliki buktinya?"

Dari dalam bajunya Li mengeluarkan bungkusan kain yang bernoda minyak. Bao Xing maju ke depan, tidak berani menerimanya dengan tangannya, melainkan dengan bagian depan bajunya dan berkata, "Lepaskanlah." Li pun meletakkan benda itu pada bagian depan baju Bao Xing yang kemudian menyerahkannya kepada Bao. Bungkusan itu berlapis-lapis dan di dalamnya berisi sebuah bungkusan kain satin kuning. Ketika dibuka, isinya adalah sebuah bola emas yang bertuliskan "Istana Yuzhen" dengan nama selir Li di sana.

Bao segera membungkusnya kembali dan memberikannya kepada Bao Xing agar mengembalikannya kepada Li. Bao sendiri meninggalkan tempat duduknya. Bao Xing memahami hal ini lalu menerima bungkusan itu sambil berlutut dengan kedua tangannya di atas kepala dan menyerahkannya kepada Li. Kemudian ia menarik tongkat bambu Li untuk menuntunnya duduk di kursi tersebut. Setelah Li duduk, Bao memberi penghormatan kepadanya.

"Berdirilah, Pejabat Bao," kata Li, "Kasusku ini bergantung pada dirimu." "Yang Mulia Ibu Suri tenang saja. Hamba akan berusaha sekuat tenaga membantu Yang Mulia mendapatkan keadilan. Namun saat ini ada banyak mata dan telinga yang dapat membocorkan rahasia ini sehingga akibatnya akan tidak baik. Mohon Yang Mulia memaafkan kelancangan hamba yang meminta agar sementara Yang Mulia menyamar sebagai ibu hamba untuk menghindari kecurigaan orang-orang. Bagaimanakah pendapat Yang Mulia?" kata Bao.

"Jika demikian, aku hanya bergantung pada putraku ini," kata Li. Bao pun bersujud untuk berterima kasih kepada Li. Kemudian ia berdiri dan diam-diam memberi perintah kepada Bao Xing.

Bao Xing segera berlari keluar kuil. Tampak pejabat kabupaten sedang memarahi kepala desa Fan Zonghua, "Tuan Utusan Kaisar bermalam di sini, kenapa kamu tidak segera memberitahuku?" Fan menjawab, "Ketika tiba di sini, Tuan Utusan Kaisar memerintahkanku melakukan ini dan itu, juga menyuruhku mengumumkan kedatangan beliau. Sedikit pun hamba tidak ada waktu untuk memberitahukan hal ini kepada Tuan. Bagaimana mungkin hamba melakukan dua pekerjaan pada waktu yang bersamaan?"

Perkataan ini membuat sang pejabat marah. "Dasar budak! Kamu telah melalaikan tugasmu, tetapi masih berani berdalih. Aku harus memukul kaki anjing kamu itu!" serunya. Untung saja saat itu Bao Xing datang dan berkata, "Tuan Pejabat lepaskanlah dia. Ini adalah kesalahan Tuan kami. Tuan kamilah yang seharusnya disalahkan karena sibuk melayani tamu sehingga tidak memberitahu Tuan Pejabat." "Ini pasti tidak menyenangkan bagi Tuan Utusan Kaisar," kata sang pejabat sambil tersenyum.

"Tuan Utusan Kaisar tidak mempermasalahkannya. Anda tidak perlu melakukan hal ini. Tuan memerintahkan agar Tuan Pejabat mempersiapkan sebuah tandu baru dengan dua orang pelayan wanita yang berkemampuan dan juga pakaian terbaik beserta jepitan rambut. Ini harus segera dipersiapkan! Selain itu, kediaman pejabat harus dibedakan menjadi kamar bagian luar dan dalam. Semua biaya yang dikeluarkan harus dicatat dengan jelas. Tuan Utusan Kaisar akan menggantinya setelah tiba di ibukota," kata Bao Xing.

Ia juga berkata kepada Fan sambil tersenyum, "Kamu berdirilah, tidak perlu berlutut lagi. Baru saja ibu tua yang kamu bawa kemari telah bertemu kembali dengan anaknya, yaitu Tuan kami. Nyonya Besar mengatakan kamu selalu melayaninya dengan baik sehingga beliau ingin membawa serta kamu ke ibukota. Kamu akan bekerja sebagai pelayan Nyonya Besar." Mendengar hal ini, Fan sangat gembira seakan-akan terbang menembus langit tertinggi dan tidak mengira hal ini bisa terjadi.

Bao Xing kembali berkata kepada pejabat kabupaten, "Tuan Pejabat harus menghentikan tugasnya sebagai kepala desa. Tuan kami akan membawanya bersama-sama ke ibukota untuk melayani Nyonya Besar sepanjang perjalanan. Oleh sebab itu, kita harus memberinya pakaian yang bagus. Ini juga membutuhkan bantuan Tuan Pejabat." Sang pejabat pun menyetujui dengan berkata, "Baiklah, akan dilaksanakan." "Apa yang diperintahkan Tuan kami, Tuan Pejabat harus segera melaksanakannya. Fan harus mengikuti kami sehingga Tuan segera mengirim dia kemari setelah urusannya selesai. Namun terlebih dahulu Tuan harus mempersiapkan pakaian, perhiasan, dan para pelayan wanita untuk segera dibawa ke sini," tambah Bao Xing. Pejabat itu pun segera melaksanakannya.

Bao Xing kemudian masuk ke dalam kuil untuk melapor kepada Bao. Ia juga menyuruh pendeta Taois membersihkan ruangan kecil yang disebut aula awan. Tak lama kemudian dua orang pelayan wanita datang beserta pakaian dan perhiasan. Mereka melayani Li mandi dan bertukar pakaian. Bao bermalam di aula sebelah barat dan segera menuliskan sepucuk surat. Setelah menyegelnya dengan baik, ia menyerahkannya kepada Bao Xing. Ia menyuruh Bao Xing agar terlebih dahulu menuju ibukota dengan menunggangi kuda dan berpesan agar ia berhati-hati di jalan.

Setelah Bao Xing pergi, Fan datang dan memberi hormat dengan bersujud kepada Bao. Ia memberitahukan bahwa tandu dan kuda telah dipersiapkan dan pejabat kabupaten telah mengurus tempat tinggal bagi Bao sepanjang perjalanan. Bao melihat Fan telah bertukar pakaian dan berpenampilan baru, tidak seperti sebelumnya. "Sesungguhnya seseorang bergantung pada pakaiannya," pikir Bao. Bao kemudian memerintahkannya melayani Li dengan baik dan berpesan, "Nyonya Besar telah memiliki pelayan wanita yang melayaninya. Jika tidak berkepentingan, kamu tidak boleh masuk ke kamar Nyonya Besar." Fan mengiyakan lalu mengundurkan diri. Ia sangat mengerti tata krama dan berpikir bahwa sekarang ibu tua yang tinggal di tempat pembakaran itu adalah ibu dari Utusan Kaisar sehingga tidak sepantasnya bersikap seperti dulu terhadap beliau. Tentu saja ia tidak mengetahui bahwa sesungguhnya ibu tua tersebut adalah ibu suri kerajaan.

Keesokan harinya Fan membawa tandu ke depan aula awan. Para pelayan wanita membantu Li naik ke atas tandu dan Bao menahan tandu dengan berpegangan pada gandarnya. Mereka pun bersama-sama meninggalkan kuil tersebut. Tampak di luar pengawalan ketat telah dipersiapkan. Empat orang petugas mengikuti tandu Li, sedangkan Fan mengikuti dari belakang dengan menunggangi kuda. Pejabat kabupaten juga mengirimkan empat orang petugasnya untuk mengawal mereka.

Bao berjalan sejauh yang dapat ditempuh sebuah anak panah lalu berkata, "Ibu masuklah dulu ke dalam kediaman pejabat. Anakmu ini akan menyusul kemudian." "Anakku, dalam perjalanan tidak perlu terlalu banyak tata krama. Kamu juga harus masuk dengan tandu." Bao mengiyakan dan mengundurkan diri ke tandunya. Setelah itu semua orang pun menunggangi kudanya untuk berangkat.

Kejadian besar ini dirahasiakan dari orang-orang luar. Gongsun merasa curiga, tetapi ia tidak dapat menerka apakah yang terjadi sebenarnya. Terlebih lagi Bao mengirim Bao Xing diam-diam agar tiba lebih dulu di ibukota untuk menyampaikan surat ke rumahnya. Oleh sebab itu, Gongsun berpikir ini pasti masalah sangat penting yang tidak boleh dibocorkan sehingga ia tidak berani bertanya kepada Bao. Ia juga tidak memberitahukannya kepada Wang, Ma, Zhang dan Zhao; hanya bisa menyimpan kebingungannya dalam hati.

Bao Xing memasukkan surat rahasia dari Bao ke dalam kantong bajunya dan malam itu juga tiba di Kaifeng. Para petugas yang berjaga menyambut kedatangannya dan menanyakan kabar tuan mereka. Pengurus kuda membawa kuda Bao Xing untuk diberi makan dan dimandikan. Bao Xing masuk ke dalam dan mengetuk pintu kamar Nyonya Li, istri Bao. Dari dalam seorang wanita yang adalah pelayan utama istri Bao keluar menyambutnya; mengetahui itu adalah Bao Xing, ia segera menyuruh pelayan wanita melaporkan kedatangannya kepada Nyonya Li.

Setelah menerima kabar bahwa suaminya telah menghukum mati Pang Yu, Nyonya Li khawatir Guru Besar Pang akan membalas dendam dan membuat rencana jahat terhadap Bao. Oleh sebab itu, setiap hari ia merasa gelisah. Hari ini tiba-tiba melihat Bao Xing pulang seorang diri, ia semakin terkejut dan segera keluar untuk menanyakan kabar suaminya. "Tuan baik-baik saja. Beliau terlebih dahulu mengirim saya pulang untuk menyampaikan surat ini," kata Bao Xing yang kemudian menyerahkan sepucuk surat. Surat itu diterima oleh sang pelayan yang lalu memberikannya kepada Nyonya Li. Pada amplop luarnya tertulis "Aman dan selamat" dan setelah dibuka, di dalamnya terdapat amplop kecil bertuliskan "Untuk istriku, rahasia".

Nyonya Li segera membuka amplop itu dengan penjepit rambut emas dan membaca isi surat tersebut yang mengatakan bahwa Bao bertemu dengan Ibu Suri Li di Chenzhou dan berpura-pura menganggapnya sebagai ibu. Bao menyuruh istrinya membersihkan kamar di sebelah timur aula Buddha untuk didiami oleh ibu suri. Ia juga berpesan agar Nyonya Li bersikap seperti seorang menantu terhadap mertuanya ketika menyambut ibu suri sehingga orang-orang tidak curiga dan hal ini tidak boleh dibocorkan kepada siapa pun. Di akhir surat tertulis "Setelah dibaca, bakarlah".

Setelah membaca surat itu, Nyonya Li bertanya kepada Bao Xing, "Apakah kamu akan segera kembali?" "Tuan menyuruh saya setelah mengirimkan surat harus segera kembali menjemput Tuan," jawab Bao Xing. "Jika demikian, ketika kamu menjemput Tuan, katakan kepadanya agar tidak perlu khawatir karena aku akan mempersiapkan apa yang disampaikan dalam surat itu. Saat ini tidak memungkinkan bagiku untuk menuliskan surat balasan."

Kemudian ia menyuruh pelayannya mengambil dua puluh uang perak dan memberikannya kepada Bao Xing yang kemudian mengucapkan terima kasih. Sebelum pergi ia bertanya, "Apakah Nyonya tidak memiliki perintah lainnya? Setelah memberi makan kuda, saya akan segera berangkat." "Pergilah, layani Tuan dengan baik. Kamu tidak memerlukan instruksi dariku lagi. Titipkan pesan kepada Li Cai agar tidak boleh bermalas-malasan dan setelah selesai menjalankan tugasnya, ia harus segera kembali." Setelah mengiyakan, Bao Xing segera pergi.

Kemudian teman baik Bao Xing mengundangnya makan malam. Ia mengucapkan terima kasih lalu membersihkan dirinya dan pergi makan malam bersama temannya tersebut. Saat itu ia berbincang-bincang tentang beberapa masalah pemerintahan dan menceritakan bagaimana mereka melindungi Bao dari seorang pembunuh dan bagaimana Bao menghukum mati Pang Yu. "Apakah dari dalam istana ada kabar tentang reaksi si tua Pang?" tanya Bao Xing. "Tepat sekali. Pang melaporkan hal ini kepada Yang Mulia, tetapi Yang Mulia marah lalu melemparkan pengakuan putranya ke hadapannya. Ia membacanya dan tidak dapat berkata apa-apa, hanya dapat memohon ampun kepada Yang Mulia. Yang Mulia berbaik hati memaafkannya dan tidak menyalahkannya. Dengan kejadian ini Tuan kita telah menanamkan bibit kebencian yang besar dalam diri Pang. Kelak Tuan Bao harus lebih berhati-hati," cerita sang teman.

Bao Xing menganggukkan kepalanya lalu menceritakan secara singkat bahwa Bao telah bertemu dengan ibunya di Chenzhou dan menenangkan temannya agar tidak khawatir. Takut telat menyambut kedatangan tandu ibu suri, setelah bercerita Bao Xing segera menghabiskan makanannya. Pengurus kuda telah membawakan kudanya dan Bao Xing segera naik ke atas kuda. Setelah memberi salam kepada temannya dengan mengangkat tangannya, ia pun pergi untuk menyambut kedatangan Bao.

Sementara itu Nyonya Li mempersiapkan segala sesuatunya seperti yang dituliskan dalam surat tersebut. Setiap hari ia menunggu kedatangan Ibu Suri Li dengan penuh hormat dan tulus. Suatu hari dua orang petugas datang dan mengetuk pintu kamarnya sambil memberitahu, "Nyonya Besar telah sampai di ibukota dan berada tak jauh dari sini." Nyonya Li segera bertukar pakaian kebesarannya dan membawa para pelayan wanita menuju aula ketiga untuk menunggu kedatangan ibu suri. Tak lama kemudian sebuah tandu besar dibawa ke depan aula ketiga; para petugas dan pengangkut tandu pun mengundurkan diri. Nyonya Li segera menutup pintu samping dan pergi ke depan tandu tersebut. Sebelumnya seorang pelayan wanita mengangkat tirai tandu. Nyonya Li membantu melepaskan sandaran lengan ibu suri kemudian berlutut sambil berkata, "Saya, Li, menantu yang tidak berbakti, istri Bao Zheng, memberi hormat kepada Ibu. Mohon Ibu memaafkan saya."

Ibu suri mengulurkan tangannya. Nyonya Li dengan cepat memegangnya dan mereka saling berpelukan. "Berdirilah, menantuku," kata ibu suri. Nyonya Li dengan perlahan-lahan membantu ibu suri keluar dari tandu kemudian membawanya ke kamar suci di sebelah aula Buddha. Setelah ibu suri duduk di sana, Nyonya Li menyajikan teh lalu menyuruh para pelayan wanitanya mengikuti para pelayan wanita ibu suri untuk beristirahat di luar kamar. Setelah semua orang keluar, Nyonya Li berlutut sambil berkata, "Hamba, Li, berharap semoga Yang Mulia Ibu Suri berumur panjang."

Ibu suri segera mengulurkan tangannya dan berkata, "Anakku, kamu sama sekali tidak perlu melakukan hal ini. Mulai sekarang kita adalah mertua dan menantu. Jangan karena ingin memenuhi tata krama kerajaan sehingga menyebabkan rahasia ini bocor. Akibatnya akan tidak bagus. Kita harus menunggu Pejabat Bao kembali baru kemudian membicarakan masalah ini. Lagipula aku bermarga Li dan kamu juga bermarga Li; kita sesungguhnya adalah ibu dan anak. Kamu bukan menantuku, tetapi anak perempuanku." Nyonya Li pun mengucapkan terima kasih.

Ibu suri kemudian menceritakan kisah pilu masa lalunya dan tanpa sadar kedua matanya yang buta meneteskan air mata. Ia bergumam sendiri, "Karena memikirkan kaisar dan merindukan anakku, kedua mata ini telah kehilangan penglihatannya akibat banyak mengeluarkan air mata. Sampai sekarang aku tidak dapat melihat, mau bagaimana lagi?" Nyonya Li di sampingnya juga ikut menitikkan air mata. Tiba-tiba ia teringat akan suatu benda yang mungkin bisa menyembuhkan kebutaan ibu suri.

"Mengapa aku tidak mencoba berdoa dengan tulus memohon kesembuhan bagi mata ibu suri? Jika melalui doa tersebut aku bisa mendapatkan embun langit untuk menyembuhkan mata ibu suri, selain dapat menunjukkan kesetiaanku, ini juga bisa membuktikan apakah benda berharga yang kumiliki berguna atau tidak," pikir Nyonya Li. Ia ingin memberitahukan hal ini kepada ibu suri, tetapi takut jika cara ini tidak berhasil; namun jika tidak memberitahukannya, maka ibu suri pasti tidak mau membersihkan matanya dengan embun tersebut. Setelah berpikir beberapa lama, akhirnya ia memberanikan diri untuk memberitahukannya kepada ibu suri.

"Hamba memiliki sebuah benda berharga bernama Pot Kuno dan Modern yang di atasnya memiliki dua lubang menyimbolkan Yin dan Yang dan dapat mengumpulkan embun langit, yang bisa menyembuhkan mata Yang Mulia agar kembali dapat melihat. Malam ini hamba akan bersujud memohon kepada langit untuk mendapatkan embunnya," kata Nyonya Li. Mendengar hal ini, ibu suri berpikir, "Sungguh seorang wanita yang berbudi luhur. Ia turut merasakan penderitaanku dan berusaha menghiburku dengan cara ini. Aku tidak boleh mengecewakan niat baiknya."

Ibu suri pun berkata, "Jika demikian, anakku, kamu segeralah memohon kepada langit untuk mendapatkan embunnya. Jika ketulusanmu bisa mencapai langit dan kedua mataku bisa melihat lagi, bukankah ini mengagumkan!" Setelah menerima persetujuan ibu suri, Nyonya Li berbincang-bincang dengannya lalu menyiapkan makan malam. Setelah itu ia mengundurkan diri.

Dengan membawa lentera keluar, ia mencuci tangannya lalu mengeluarkan Pot Kuno dan Modern. Ia menyuruh para pelayan wanita membawa lilin ke taman lalu dengan setulus hati membakar dupa dan berdoa kepada langit dan bumi. Dengan membawa pot tersebut pada tangannya, ia bersujud memohon agar memperoleh embun langit. Sesungguhnya kesetiaannya menggerakkan langit dan bumi. Dikarenakan ketulusannya dan juga penderitaan ibu suri seharusnya berakhir, isi dalam pot tersebut menjadi lembab dan basah kemudian muncul tetesan embun bagaikan uap yang mengembun dan perlahan-lahan menjadi semakin besar. Tampak embun berputar-putar secara acak memenuhi pot itu bagaikan butiran mutiara yang berputar ke kanan dan ke kiri di dalam panci yang dipanaskan. Semuanya mengalir ke dalam lubang Yin dan Yang sampai akhirnya menjadi tenang.

Nyonya Li sangat bergembira dan membawa pot tersebut ke kamar suci. Namun ia kelelahan, kedua tangannya terasa sakit, dan keringat bercucuran bagaikan hujan. Ternyata Ibu suri belum tidur dan Nyonya Li memberikan pot berisi embun itu kepadanya. Ibu suri mencelupkan tangannya ke dalam embun tersebut untuk mencuci matanya. Ia merasakan hawa dingin menembus jantungnya dan bau harum semerbak mengelilingi tubuhnya. Kemudian dari pelipisnya mengeluarkan tetesan keringat yang wangi dan kedua bola matanya terasa seperti bergerak-gerak. Ia menutup matanya dan menarik napas. Tak lama kemudian tiba-tiba dadanya terasa lega dan berbahagia.

Dikatakan bahwa mata adalah percabangan dari jantung. Tak disangka kedua matanya terbuka dan bayangan kabur di matanya menghilang; pupil matanya kembali dapat melihat. Apa yang sebelumnya hitam dan putih sekarang dapat dilihat dengan jelas. Matanya kembali jernih seperti dulu bagaikan air jenih yang memenuhi musim gugur. Ibu suri sangat girang tak terkira. Nyonya Li juga sangat gembira.

Ibu suri menarik tangan Nyonya Li dan melihatnya. Di sekitarnya terdapat beberapa orang pelayan wanita. Ia pun berkata, "Beruntung aku memiliki anak yang berbudi luhur sehingga kedua mataku dapat disembuhkan. Semua ini berkat menantuku yang berbakti." Setelah berkata demikian, ia tiba-tiba teringat akan penderitaan dan kesedihan yang ia alami. Melihat hal ini, Nyonya Li segera menghiburnya, "Penyakit ibu disebabkan oleh kesedihan yang mendalam. Saat ini ibu baru saja sembuh sehingga harus bergembira, tidak boleh bersedih lagi." "Benar apa yang kamu katakan. Aku saat ini sudah bisa melihat kembali, maka tidak boleh bersedih lagi. Anakku, kamu pergilah beristirahat. Besok kita kembali berbincang-bincang lagi. Seperti yang kamu katakan, kedua mataku baru sembuh sehingga harus diistirahatkan dulu."

Nyonya Li pun segera mengundurkan diri dan menyuruh pelayan wanitanya menyimpan Pot Kuno dan Modern. Ia juga berpesan agar semuanya melayani ibu suri dengan baik dan menugaskan dua orang pelayan wanita datang membantu para pelayan tersebut. Kemudian ia kembali ke kamarnya.

Keesokan harinya Bao Xing datang melaporkan, "Tuan sedang berdiam di Kuil Perdana Menteri Agung. Besok Tuan akan menghadap Kaisar. Setelah itu beliau akan pulang." "Aku mengerti," kata Nyonya Li. Lalu Bao Xing pun mengundurkan diri.

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun