KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN
BAGIAN 10 - SEORANG PELAJAR MENDAPATKAN BENCANA, SEORANG KSATRIA MENANGKAP PENCURI
Wanita dari kota Sanxing di mana Bao mendapatkan surat pengaduan tersebut sesungguhnya bermarga Wen dan menikah dengan suaminya dari keluarga Han. Karena suaminya meninggal, ia hanya bergantung pada seorang anak laki-lakinya bernama Ruilong yang berusia enam belas tahun. Mereka tinggal di tiga kamar yang disewa di desa Keluarga Bai. Nyonya Han melakukan pekerjaan menjahit dan mengajarkan anaknya membaca. Anaknya belajar di kamar sebelah timur, sedangkan sang ibu bekerja di kamar sebelah barat. Mereka berdua melewati hari-hari dengan sulit dan tidak memiliki pelayan.
Suatu malam ketika Han Ruilong sedang belajar di bawah cahaya pelita, tiba-tiba ia melihat tirai kamar sebelah barat bergerak dan seseorang masuk ke kamar sebelah barat. Orang itu memakai pakaian berwarna hijau dan sepatu berwarna merah. Ia segera mengikuti orang tersebut masuk ke kamar sebelah barat, tetapi hanya melihat ibunya sedang bekerja di bawah cahaya pelita. Melihat Ruilong masuk, ibunya bertanya, "Anakku, apakah tugas malam ini sudah diselesaikan?" "Aku tiba-tiba terpikirkan suatu kutipan dari kitab kuno yang aku lupakan, oleh sebab itu aku datang untuk mencari kitab tersebut," jawabnya.
Sambil berkata demikian, ia segera menuju lemari buku. Dengan berpura-pura mencari buku, ia secara diam-diam mencari ke seluruh kamar. Tidak menemukan apa pun, ia mengambil sebuah buku lalu keluar dengan penuh kebingungan. Ia khawatir pencuri sedang bersembunyi dalam kamar ibunya, tetapi ia tidak berani memberitahukannya karena dapat membuat ibunya ketakutan. Akibatnya sepanjang malam ia tidak bisa tidur. Keesokan malamnya ketika ia sedang belajar, pada waktu jaga pertama samar-samar terlihat lagi tirai kamar sebelah barat bergerak dan seseorang berpakaian hijau dan bersepatu merah masuk ke kamar itu. Han segera masuk ke kamar tersebut dan memanggil, "Ibu."
Mendengar suara teriakan itu, Nyonya Han menjadi terkejut lalu berkata, "Mengapa kamu membuat keributan alih-alih belajar?" Han tidak dapat menjawab sehingga ia mengatakan yang sebenarnya: "Baru saja aku melihat seseorang masuk ke kamar ini, tetapi ketika mengikutinya masuk, aku tidak melihat siapa pun. Hal yang sama juga terjadi kemarin malam." Nyonya Han dengan terkejut berkata, "Betapa berbahayanya jika ada orang luar bersembunyi di dalam sini! Anakku, bawalah pelita dan segeralah mencari."
Han membawa pelita dan pergi mencari; ia menyinari di bawah tempat tidur lalu berkata, "Ibu, mengapa tanah di bawah tempat tidur ini naik begitu banyaknya?" Ketika Nyonya Han melihatnya, ternyata terdapat gundukan tanah. "Pindahkan tempat tidur ini untuk melihatnya lebih jelas," perintahnya. Mereka berdua mengangkat tempat tidur itu untuk memindahkannya lalu menggali gundukan tanah itu dengan kedua tangannya. Mereka sangat terkejut karena menemukan sebuah kotak dan langsung mencari perkakas besi untuk membuka kotak tersebut. Han melihat di dalamnya terdapat emas dan perak; ia pun sangat bergembira.
Ia berkata, "Ibu, emas dan perak di dalam kotak ini sesungguhnya adalah 'harta karun yang mencari pemiliknya'." Ibunya berkata, "Tidak masuk akal! Bagaimana mungkin hal ini terjadi! Harta ini bukan milik kita, adalah salah jika kita mengambilnya." Tetapi Han yang masih muda ketika melihat begitu banyaknya emas dan perak, bagaimana mungkin ia bisa melepaskannya begitu saja; apalagi mereka berdua sangat miskin. Ia pun berkata kepada Wen, "Ibu, sejak zaman dahulu tak terhitung orang menemukan harta karun yang terpendam. Lagipula ini bukan harta curian, kita juga tidak mengambil milik orang lain yang kehilangannya. Bagaimana mungkin mengatakan ini sebagai sesuatu yang tidak benar? Ini pasti adalah langit yang berbelas kasihan kepada kita yang miskin dan sebatang kara; oleh sebab itu, kita bisa menemukan harta karun ini. Mohon Ibu memikirkannya dengan matang."
Wen juga merasa hal ini ada benarnya lalu berkata, "Jika demikian, besok belilah tiga jenis daging hewan* untuk upacara persembahan. Setelah berterima kasih kepada para dewa, barulah kita memutuskannya lagi." Mendengar ibunya menyetujui, Han sangat senang lalu ia menutup kembali harta itu dengan gundukan tanah dan memindahkan kembali tempat tidur itu. Ibu dan anak tersebut pun pergi tidur. Namun bagaimana mungkin Han dapat tidur? Pikirannya melayang-layang ke sana kemari membayangkan bagaimana ia akan menggunakan harta tersebut. Setelah beberapa lama barulah ia memasuki alam mimpi; karena terus-menerus memikirkan hal ini, ia selalu terbangun pada tengah malam.
Ketika hari terang, ia pun bangkit dan memberitahu ibunya bahwa ia pergi membeli tiga jenis daging hewan persembahan. Siapa sangka ketika ia keluar rumah, terlihat rembulan bersinar terang seakan-akan siang hari; hari masih terlalu pagi sehingga ia berjalan dengan perlahan-lahan. Akhirnya ia sampai di toko tukang daging Zheng; tampak dari dalamnya ada sekilas cahaya. Maka ia pun mengetuk pintu bermaksud membeli kepala babi. Tiba-tiba cahaya tadi tidak terlihat lagi; setelah beberapa lama tidak ada orang yang menjawab. Mau tidak mau ia pun berbalik untuk pulang. Baru beberapa langkah ia berjalan, terdengar suara pintu toko Zheng terbuka dan tampak cahaya tersebut kembali bersinar.
"Siapakah yang ingin membeli kepala babi?" tanya tukang daging Zheng. "Ini aku, ingin membeli kepala babi dengan berhutang," jawab Han. "Ternyata Tuan Muda Han. Karena ingin membeli kepala babi, mengapa tidak membawa wadahnya?" "Aku keluar rumah dengan terburu-buru sehingga lupa, mau bagaimana lagi?" "Tidak masalah, aku akan membungkusnya dengan sehelai kain celemek. Kamu dapat mengembalikannya kepadaku besok." Dengan menggunakan sehelai kain celemek Zheng membungkus kepala babi lalu memberikannya kepada Han yang mengangkatnya dengan kedua tangannya. Kemudian ia pun pulang.
Tak lama berjalan, Han merasa kelelahan dan meletakkan bungkusannya yang berat untuk beristirahat sebentar; setelah itu ia kembali melanjutkan perjalanan. Di jalan ia berpapasan dengan petugas yang berjaga malam. Petugas tersebut melihatnya membawa bungkusan berlumuran darah dengan napas yang terengah-engah sehingga menimbulkan kecurigaan. Petugas itu bertanya, "Barang apa yang kamu bawa?" "Kepala babi," jawab Han dengan terengah-engah sehingga suaranya tidak jelas. Petugas itu semakin curiga lalu membungkuk untuk membuka dan memeriksa isi bungkusan tersebut. Di bawah cahaya rembulan dan juga penerangan dari lentera yang dibawa sang petugas semuanya terlihat jelas. Ternyata bungkusan itu berisi sebuah kepala wanita dengan rambut kusut yang berlumuran darah. Ketika melihatnya, Han ketakutan setengah mati. Tanpa mengizinkan Han menjelaskan lebih lanjut, petugas itu langsung membawanya ke kantor kabupaten Ye untuk melaporkannya kepada atasannya saat fajar.
Pejabat kabupaten ketika mengetahui ini adalah kasus yang menyangkut nyawa manusia segera mengadakan persidangan. Han dibawa masuk ruang sidang. Pejabat itu melihat bahwa Han ternyata seorang pelajar yang lemah. Ia bertanya, "Siapakah namamu? Mengapa kamu melakukan pembunuhan?" "Hamba bernama Han Ruilong. Hamba pergi ke toko tukang daging Zheng untuk membeli kepala babi. Karena hamba lupa membawa wadah, Zheng menggunakan kain celemek untuk membungkus kepala babi itu lalu memberikannya kepadaku. Kemudian hamba bertemu dengan petugas yang berjaga malam dan ia menanyaiku. Ketika membuka bungkusan itu, tak disangka isinya adalah kepala manusia." Setelah berkata demikian, ia menangis dengan getir tiada hentinya.
Mendengar hal ini, pejabat kabupaten segera mengeluarkan surat perintah untuk menghadirkan tukang daging Zheng di pengadilan. Namun Zheng bukan saja tidak mengetahui tentang kepala tersebut, tetapi juga mengatakan tidak ada penjualan kepala babi pada hari itu. Pejabat kabupaten bertanya, "Apakah kain celemek itu bukan milikmu?" "Kain celemek itu dipinjam Han tiga hari yang lalu. Tidak disangka ia menggunakannya untuk membungkus kepala manusia untuk menimpakan kesalahan kepada hamba."
Betapa menyedihkannya sang pelajar yang masih muda itu! Ia tidak dapat melawan sang tukang daging yang jahat tersebut. Untungnya sang pejabat mengetahuinya. Ia melihat Han tidak mirip seorang pembunuh sehingga tidak memberikan hukuman kepadanya. Ia memenjarakan Han dan Zheng untuk sementara sembari berusaha menyelidiki kasus ini.
Siapa sangka Nyonya Han menyampaikan surat pengaduan kepada Bao di kota Sanxing dan Bao menerimanya. Ketika Bao tiba di kediaman pejabat daerah itu, sang pejabat kabupaten telah menunggu di luar untuk menyambutnya. Setelah beristirahat sejenak dan minum teh, Bao langsung memanggil pejabat itu dan menanyainya tentang kasus Han Ruilong. Sang pejabat menjawab, "Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan dan belum bisa diputuskan." Bao pun memerintahkan agar semua terdakwa kasus tersebut dibawa ke kediaman pejabat daerah untuk disidangkan. Segera mereka dibawa ke sana dan Bao membuka sidang. Pertama-tama ia memanggil masuk Han Ruilong. Tampak seluruh wajahnya basah dengan air mata dan ia bergemetar ketakutan sambil berlutut di depan pengadilan. "Han Ruilong, mengapa kamu membunuh orang? Katakanlah," tanya Bao.
Sambil menangis Han berkata, "Hamba membeli kepala babi di toko tukang daging Zheng, tetapi lupa membawa wadah. Oleh sebab itu ia menggunakan kain celemeknya untuk membungkus kepala tersebut lalu memberikannya kepada hamba. Tak disangka hal ini menyebabkan hamba tertimpa kasus ini." "Cukup. Kapan kamu membeli kepala babi dan bertemu dengan petugas yang berjaga malam?" "Ketika hari belum terang."
"Mengapa kamu pergi membeli kepala babi padahal hari belum terang? Jelaskan!" tanya Bao lagi. Pada saat ini Han akhirnya tidak dapat menyembunyikannya lagi dan menceritakan secara rinci seluruh kejadian tentang penemuan harta karun di rumahnya. "Mohon Tuan berbaik hati menegakkan keadilan bagi hamba," katanya sambil meratap bercucuran air mata. Bao mengangguk dan berkata dalam hati, "Keluarga anak ini miskin dan hatinya diliputi keserakahan untuk mendapatkan harta. Melihat kondisi ini, ia pasti bukan seorang pembunuh." Lalu ia memerintahkan, "Bawa pergi dia."
"Mohon Tuan Pejabat membawa petugas ke rumah Han Ruilong untuk mencari kotak kayu tersebut," kata Bao. Pejabat itu pun pergi meninggalkan kediaman tersebut dan dengan menunggang kuda membawa petugas menuju rumah Han.
Kemudian Bao memerintahkan tukang daging Zheng dibawa masuk. Melihat alisnya yang menakutkan dan matanya yang jahat, Bao mengetahui ia bukan orang baik. Ketika ditanyai, ia menjawab sama seperti sebelumnya. Bao marah lalu memerintahkan ia ditampar dua puluh kali dan dipukul tiga puluh kali dengan papan kayu. Namun penjahat licik itu dapat menahannya dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Bao pun memerintahkan, "Bawa dia pergi."
Tampak pejabat kabupaten datang dan masuk ke ruang sidang. Ia berkata, "Saya menjalankan perintah Tuan pergi ke rumah Han Ruilong untuk mencari kotak kayu tersebut. Ketika dibuka, walaupun isinya emas dan perak, ternyata adalah uang kertas akhirat untuk orang mati. Ketika mencari lebih dalam lagi, ditemukan sesosok mayat laki-laki tanpa kepala." Bao bertanya, "Apakah sebab kematiannya?"
Pejabat tersebut kebingungan menjawabnya dan berkata, "Ketika menemukan mayat tersebut, saya belum memeriksa apakah yang menyebabkan kematiannya." "Pergilah memeriksanya, mengapa kamu tidak menyelidikinya dengan seksama?" "Hamba lalai, sangat lalai," kata sang pejabat meminta maaf. Bao pun memerintahkan, "Pergilah mengerjakannya." Sang pejabat segera mengundurkan diri dengan bercucuran keringat dingin. "Tuan ini benar-benar seorang utusan kaisar yang sangat teliti. Mulai saat ini aku harus lebih berhati-hati," pikirnya.
Bao kembali memanggil Han dan menanyainya, "Apakah rumah tempat tinggal kamu telah ada sejak zaman leluhur kamu? Atau apakah rumah tersebut dibangun sendiri?" "Bukan, rumah itu disewa dan kami belum lama tinggal di sana." "Sebelumnya siapakah yang tinggal di sana?" "Hamba tidak tahu," jawab sang pelajar. Kemudian Bao memerintahkan Han dan Zheng dikembalikan ke penjara.
Bao pun menutup persidangan. Dalam hati ia sangat kebingungan lalu mengundang Gongsun Ce datang untuk bersama-sama mempelajari kasus ini: sebuah kepala wanita dan sesosok tubuh pria, bagaimana kasus ini dapat dipecahkan? Gongsun menawarkan diri untuk pergi menyelidiki diam-diam seperti sebelumnya, tetapi Bao menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak perlu merepotkan dirimu lagi, kasus ini tidak bisa dipecahkan dengan cara tersebut. Tetaplah bersamaku untuk mempelajari kasus ini." Kemudian Gongsun mengundurkan diri dan mendiskusikan kasus ini bersama dengan Wang, Ma, Zhang dan Zhao, namun mereka tidak menemukan pemecahannya juga. Akhirnya Gongsun kembali ke kamarnya.
Zhao Hu berkata kepada kakak keduanya, "Sejak mengabdi di Kaifeng, kita belum pernah berbuat jasa apa pun. Sekarang kita menghadapi kasus yang sulit ini, seharusnya kita ikut menanggung kesulitan yang dihadapi tuan kita. Oleh sebab itu, biarlah adik mengajukan diri untuk diam-diam menyelidiki kasus ini." Ketiga kakaknya menertawakan dan berkata, "Adik Keempat, kasus ini sangat sulit. Bagaimana kamu yang kasar melakukan bisa penyelidikan secara diam-diam? Jangan berbuat sesuatu yang membuat kamu ditertawakan." Setelah berkata demikian, mereka pergi sambil tertawa.
Zhao masuk ke kamarnya dengan malu dan tidak senang. Datanglah seorang pelayannya yang pandai kemudian diam-diam membisikkan sesuatu kepada Zhao: "Hamba memiliki suatu ide." "Ide apakah itu?" tanya Zhao. "Bukankah mereka menertawakan tuan? Tuan harus melakukan penyelidikan diam-diam untuk membuktikan mereka salah, tetapi Tuan harus menyamar agar tidak dikenali orang-orang. Jika Tuan berhasil, maka ini akan menjadi jasa tuan; jika gagal, Tuan bisa kembali diam-diam dan tidak ada yang mengetahui sehingga Tuan tidak akan kehilangan muka. Bagaimana menurut Tuan?" "Anak muda yang pintar! Ide yang cemerlang! Kamu segeralah mempersiapkannya untukku."
Lalu sang pelayan pun pergi mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah beberapa lama ia kembali dan berkata, "Tuan Keempat, mempersiapkan benda-benda ini sama sekali tidak mudah. Dengan susah payah hamba baru saja mendapatkannya. Selain itu, hamba juga menghabiskan enam belas setengah uang perak." "Uang berapa pun tidak menjadi masalah, yang penting rencana ini harus berhasil," kata Zhao. "Ini pasti akan berhasil. Mari kita mencari tempat yang sepi agar hamba bisa membantu Tuan melakukan penyamaran."
Zhao sangat gembira mendengarnya lalu bersama pelayannya pergi menuju tempat yang sepi. Sang pelayan membuka sebuah bungkusan kain lalu meminta tuannya melepaskan pakaiannya. Ternyata di dalam bungkusan tersebut terdapat sebongkah jelaga. Lalu pelayan itu mengusapkan jelaga tersebut pada seluruh muka, badan, dan tangan Zhao. Kemudian ia mengeluarkan sebuah topi compang-camping untuk dikenakan pada kepala tuannya dan pakaian compang-camping yang dikenakan pada badan sang tuan. Ia juga meminta tuannya melepaskan celana, sepatu, dan kaos kakinya serta memakaikan celana koyak yang tiada bagian kakinya kepada sang tuan. Ia menempelkan tambalan luka pada kedua kaki tuannya lalu memberikan sejenis pewarna merah dan hijau untuk mengesankan darah dan nanah pada luka tersebut. Kemudian ia meminta tuannya mengenakan sandal kayu yang usang. Ia juga menambahkan sebuah mangkuk tanah liat dan sebatang tongkat pengusir anjing untuk dipakai oleh Zhao. Seketika penampilan Zhao berubah menjadi seorang pengemis yang memakai pakaian tambal sulam beranekaragam. Pakaian dan perlengkapan tersebut tidak sampai seharga enam belas setengah uang perak; bahkan tiga puluh enam keping uang logam pun orang pun tidak ingin membelinya. Sang pelayan sangat mengetahui bahwa tuannya memiliki banyak uang dari hasil pembagian emas sehingga tidak peduli berapa harga benda-benda tersebut; apalagi ini demi urusan tugas pemerintahan.
Ketika akan pergi, sang pelayan berkata, "Pada waktu jaga malam pertama aku akan menunggu tuan di sini." Zhao mengiyakan lalu dengan tangan kiri membawa mangkuk dan tangan kanan membawa tongkat ia segera pergi menuju pedesaan.
Ia berjalan dan terus berjalan sampai akhirnya kakinya terasa sakit. Ia tiba di sebuah kuil kecil dan duduk di atas batu di depan kuil tersebut. Ketika ia mengangkat sandalnya, ternyata ada paku pada solnya yang menancap keluar. Ia memukul-mukulkan sandal itu di atas batu untuk melepaskan paku yang tersangkut di dalamnya; dengan bersusah payah akhirnya ia berhasil mengeluarkan paku itu. Tak disangka suaranya memukul-mukul sandal tersebut terdengar oleh bhiksu di dalam kuil tersebut yang menyangka ada orang yang mengetuk pintu kuil. Ketika sang bhiksu membuka pintu, terlihat seorang pengemis tengah memukul-mukulkan sandalnya.
Zhao langsung bertanya, "Bhiksu, apakah anda mengetahui di manakah tubuh sang wanita dan kepala pria itu berada?" "Ternyata orang gila," kata bhiksu itu tanpa menjawab pertanyaan tersebut lalu menutup pintu dan masuk ke dalam kuil.
TIba-tiba Zhao menyadari kesalahannya dan berkata menertawai dirinya sendiri, "Aku sedang melakukan penyelidikan rahasia. Mengapa aku keceplosan mengatakan apa yang ada dalam pikiranku? Betapa bodohnya aku! Aku harus segera pergi dari sini." Kemudian ia berpikir, "Aku menyamar sebagai pengemis seharusnya berteriak seperti pengemis juga, tetapi aku belum pernah melakukannya. Aku harus mencobanya dan melihat bagaimana hasilnya."
"Kasihanilah aku! Semangkuk atau setengah mangkuk, bahkan nasi gosong atau basi pun jadi," teriaknya dengan penuh iba. Awalnya ia merasa gembira karena berpikir ia sedang melakukan penyelidikan rahasia ini, tetapi kemudian karena tidak ada orang yang memperhatikannya, ia merasa khawatir bagaimana ia bisa berhasil mendapatkan sesuatu. Apalagi matahari semakin condong ke barat dan sebentar lagi hari akan gelap. Untungnya pada malam itu bulan purnama sehingga walaupun hari gelap, langit tampak terang.
Zhao berjalan ke arah sebuah desa. Kebetulan ia melihat sosok bayangan seseorang melompati tembok belakang sebuah rumah. Zhao curiga dan berpikir, "Baru saja hari gelap kenapa sudah ada pencuri? Ini tidak bisa dibiarkan, aku harus mengikutinya masuk ke dalam untuk menyelidiki." Kemudian ia meletakkan mangkuk tanah liat dan tongkat kayunya lalu melepaskan sandal usangnya. Dengan bertelanjang kaki ia membungkukkan badan lalu melompat dan menggapai bagian atas tembok tersebut. Di atas tembok ia melihat tumpukan kayu bakar di sisi tembok; ia pun turun dengan perlahan-lahan melalui tumpukan kayu bakar tersebut. Di sana ia melihat seseorang sedang bersembunyi. Ia maju ke depan lalu mencengkeram orang itu di lehernya. Orang itu terkejut dan Zhao berkata, "Kamu berteriak, aku akan mencekikmu sampai mati!"
"Aku tidak akan berteriak, tidak akan! Mohon ampuni aku," kata pencuri itu. "Siapakah namamu? Barang apa yang kamu curi? Di mana kamu menyembunyikannya? Katakan segera!" tanya Zhao. "Namaku Ye Qian-er. Aku memiliki seorang ibu berumur delapan puluh tahun yang tidak ada yang menyokongnya. Ini baru pertama kali aku melakukan pekerjaan ini, Tuan." "Kamu benar-benar tidak mencuri apa pun?" tanya Zhao sambil melihat dan memeriksa ke sekelilingnya.
Di atas tanah ia melihat sepotong kain sutra berwarna putih menyempil keluar; ketika ia menariknya, ternyata tanah tersebut terasa lembut. Semakin ditarik semakin panjang kain sutra tersebut. Ketika ia menariknya dengan sekuat tenaga, tampak sepasang telapak kaki kecil "teratai emas".** Ketika ia menariknya lebih kuat, ternyata itu adalah sesosok mayat wanita tanpa kepala.
Zhao berseru, "Baiklah, ternyata kamu telah membunuh orang! Masih berani membohongiku. Ketahuilah aku sesungguhnya tak lain adalah Zhao Hu, petugas prefek Bao dari Kaifeng. Karena kasus ini, aku datang diam-diam ke sini untuk melakukan penyelidikan." Ye Qien-er ketakutan setengah mati lalu memohon dengan iba, "Tuan Zhao, hamba benar seorang pencuri, tetapi tidak pernah membunuh orang." "Itu katamu. Aku akan membawamu ke kantor pemerintah dan kita lihat bagaimana nanti."
Kemudian Zhao menggunakan potongan kain sutra tadi untuk mengikat pencuri tersebut dan menyobek sisanya untuk menyumpal mulutnya agar ia tidak berteriak. "Kamu baik-baiklah menunggu di sini sampai aku kembali," kata Zhao lalu ia melompat keluar dari tembok rumah tersebut melalui tumpukan kayu bakar tadi. Tanpa mengambil kembali mangkuk, tongkat dan sandalnya, ia berlari secepat kilat menuju kediaman pejabat daerah dengan bertelanjang kaki.
Saat itu waktu jaga pertama. Pelayannya masih sedang menunggu di tempat yang telah disepakati sebelumnya. Sang pelayan melihat seseorang mirip tuan keempatnya datang dengan bertelanjang kaki. Ia segera menyambutnya dan bertanya, "Bagaimana hasilnya?" "Anak muda, bagus sekali perhatianmu!" kata Zhao langsung berlari menuju kediaman pejabat daerah. Melihat kondisi ini, pelayan tersebut mengetahui pasti akan terjadi keributan sehingga ia mengikuti tuannya menuju kediaman pejabat daerah.
Ternyata kediaman pejabat daerah dijaga ketat oleh para prajurit karena utusan kerajaan sedang berada di sana. Ketika melihat seorang pengemis berlari ingin masuk ke dalam, prajurit yang berjaga segera menghalanginya dan berkata, "Kamu ini kurang ajar! Ini bukan tempat sembarangan, kamu pikir mau ke mana?" Sebelum prajurit itu menyelesaikan ucapannya, Zhao mengayunkan tangannya hampir memukul jatuh prajurit itu lalu menyelinap masuk. Semua orang berteriak heboh sebelum akhirnya sang pelayan ikut masuk dan berkata, "Tidak perlu berteriak. Orang itu adalah Tuan Keempat kami." Semua orang tampak kebingungan tidak mengetahui apa yang telah terjadi.
Zhao berlari ke dalam tanpa mempedulikan sekitarnya. Kebetulan ia berpapasan dengan Bao Xing dan menariknya sembari berkata, "Kamu muncul pada saat yang tepat." Bao Xing tampak ketakutan dan berkata, "Siapakah kamu?" Dari belakang pelayan Zhao segera menjawab, "Ia adalah Tuan Keempat kami." Dalam kegelapan Bao Xing tidak dapat melihatnya tetapi ia mengenali suara Zhao yang berkata, "Mohon agar melapor kepada Tuan Bao bahwa Zhao Hu ingin bertemu." "Tuan Zhao, anda benar-benar menakutiku setengah mati!" seru Bao Xing.
Ketika mengangkat lenteranya, ia melihat penampilan Zhao yang aneh dan tidak dapat menahan tawanya. "Jangan tertawa. Segeralah melapor kepada Tuan Bao, katakan aku memiliki hal penting untuk diberitahukan. Cepat pergi!" kata Zhao. Bao Xing melihat gelagatnya seperti ini menyadari pasti ada sesuatu yang penting. Maka ia segera membawa Zhao ke depan pintu ruang baca dan masuk ke dalam melaporkannya kepada Bao yang kemudian menyuruh Zhao masuk. Melihat penampilan Zhao, Bao juga merasa ingin tertawa. Ia bertanya, "Ada apakah gerangan?"
Zhao pun menceritakan kepada Bao dari awal sampai akhir bagaimana ia melakukan penyelidikan rahasia, bagaimana ia bertemu dengan Ye Qian-er, dan bagaimana ia menemukan sosok mayat wanita tanpa kepala. Bao yang sebelumnya tidak menemukan pemecahan kasus ini sangat bergembira mendengar hal ini.
(Bersambung)
Catatan Kaki:
* Tiga jenis daging hewan persembahan adalah babi (mewakili hewan darat), ayam atau bebek (mewakili hewan yang bisa terbang), dan ikan (mewakili hewan air) yang digunakan untuk upacara persembahan dalam tradisi orang Cina sampai saat ini.
 ** "Teratai emas" adalah istilah bagi bentuk telapak kaki wanita yang terbentuk akibat pengikatan kaki sejak kecil, yang dianggap simbol kecantikan seorang wanita dan dipraktekkan sejak masa dinasti Song sampai abad ke-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H