Telah dijelaskan di atas bahwa waktu bersifat asimetris sehingga kita tidak mungkin berjalan mundur dalam waktu atau pergi ke masa lampau secara alamiah (melalui proses fisika sehari-hari), namun ini bukan berarti perjalanan waktu itu tidak mungkin secara sains. Dengan memanfaatkan teori relativitas khusus, kita dapat mengadakan perjalanan waktu ke masa depan dengan bergerak mendekati kecepatan cahaya seperti pada kasus paradoks kembar di atas. Hanya saja cara ini membutuhkan teknologi yang cukup canggih untuk membangun sebuah pesawat antariksa yang bisa menempuh kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Saat ini kecepatan tercepat yang telah ditempuh oleh wahana antariksa buatan manusia adalah 265.000 km/jam yang dicapai oleh pesawat tanpa awak Juno ketika melewati planet Jupiter pada tanggal 4 Juli 2016 setelah lima tahun perjalanan. Walaupun sangat cepat dalam ukuran sehari-hari, kecepatan tersebut hanya sekitar 0,025% dari kecepatan cahaya.
Cara lainnya untuk mengadakan perjalanan ke masa depan adalah dengan mengorbit sebuah lubang hitam seperti yang dibahas di atas. Ini juga perjalanan waktu ke masa depan seperti yang terjadi dalam film fiksi ilmiah berjudul Interstellar. Namun, jarak lubang hitam terdekat dengan bumi, yaitu V616 Monocerotis, adalah sangat jauh (3.500 tahun cahaya) sehingga membutuhkan teknologi pesawat antariksa yang canggih untuk melakukan perjalanan antarbintang. Selain itu, mengorbit lubang hitam harus dilakukan dengan kecepatan yang sangat tinggi dan harus tepat karena jika kecepatannya terlalu lambat, maka pesawat kita akan terbang berpilin masuk ke dalam lubang hitam dan akibatnya fatal (semua objek yang masuk ke dalam lubang hitam akan mengalami spaghettisasi, yaitu hancur bagaikan spaghetti menjadi partikel-partikel elementer penyusunnya); jika kecepatannya berlebihan, maka kita akan terlempar ke luar angkasa; jika kecepatannya sedang, yaitu tidak berlebihan juga tidak terlalu lambat, maka pesawat kita akan mengorbit lubang hitam dalam pola yang rumit yang disebut orbit rosetta. Hanya pada kecepatan yang tepatlah baru kemudian pesawat kita dapat mengorbit lubang hitam dengan orbit melingkar, namun demikian karena kuatnya tarikan gravitasi di daerah di dekat lubang hitam, sedikit saja pesawat kita bergerak dari orbitnya dapat menyebabkan pesawat kita terlempar ke luar angkasa atau masuk ke dalam lubang hitam.
Walaupun kita berhasil mengatasi rintangan teknologi dan bahaya antariksa, perjalanan waktu melalui kedua cara di atas hanyalah perjalanan waktu yang dipercepat ke masa depan dengan memanfaatkan perlambatan waktu (dilatasi waktu) yang diakibatkan oleh kecepatan gerak relatif kita terhadap bumi atau gravitasi yang sangat kuat. Selain itu, perjalanan waktu jenis ini hanya bisa satu arah di mana setelah melakukannya kita tidak bisa kembali ke masa ketika kita mulai melakukan perjalanan waktu. Dengan demikian, ini bukan perjalanan waktu yang sesungguhnya.
Oleh sebab itu, para ilmuwan menghipotesiskan berbagai kemungkinan cara untuk melakukan perjalanan waktu yang bisa bolak-balik (ke masa depan maupun ke masa lampau). Misalnya, Miguel Alcubierre pada tahun 1994 menghipotesiskan suatu sistem di mana sebuah pesawat antariksa dapat menyusutkan ruang di depannya dan memperluas ruang di belakangnya sehingga menghasilkan perjalanan yang lebih cepat daripada cahaya tanpa menyalahi batasan kecepatan cahaya. Dengan terdistorinya dimensi ruang akan mempengaruhi dimensi waktu juga karena keduanya ada satu kesatuan, sehingga cara ini juga dapat digunakan untuk perjalanan waktu ke masa depan atau masa lampau. Teknologi ini disebut warpdrive, yang populer digunakan dalam fiksi-fiksi ilmiah, namun salah satu hambatan untuk membangun teknologi ini adalah besarnya energi yang dibutuhkan untuk menyusutkan dan memperluas ruang-waktu yang bisa mencapai keseluruhan massa alam semesta yang teramati. Walaupun demikian, pada tahun 2012 para ilmuwan NASA sedang meneliti kemungkinan teknologi warpdrive yang menggunakan energi yang lebih kecil.
Kemungkinan cara lainnya adalah dengan menggunakan lubang cacing. Lubang cacing merupakan jembatan yang menghubungkan dua titik yang berbeda dalam ruang-waktu, yang memungkinkan jalan pintas yang mempersingkat perjalanan jarak dan waktu. Einstein dan Nathan Rosen menggunakan teori relativitas umum untuk mengembangkan teori lubang cacing ini sehingga ia disebut juga sebagai “jembatan Einstein-Rosen”. Walaupun teori relativitas umum memprediksi keberadaan lubang cacing, namun belum ditemukan buktinya secara eksperimen. Salah satu solusi relativitas umum adalah lubang cacing memiliki jalan masuk melalui lubang hitam di mana objek yang masuk ke dalamnya akan keluar melalui lubang putih di tempat lain pada masa waktu yang berbeda, bahkan alam semesta lain. Namun demikian, lubang hitam yang terbentuk secara alami dari keruntuhan sebuah bintang tidak terbukti menjadi lubang cacing. Selain itu, ukuran lubang cacing diprediksikan jauh lebih kecil daripada atom dan tidak stabil (terbentuk kemudian lenyap dalam sekejap). Dibutuhkan energi yang sangat besar untuk membuat sebuah lubang cacing yang stabil dan dapat dilintasi oleh manusia. Upaya menstabilkan lubang cacing juga menyebabkan lubang cacing runtuh menjadi lubang hitam, kecuali kita menggunakan materi eksotis yang memiliki energi negatif, yang juga belum terbukti keberadaannya. Stephen Hawking juga menyatakan radiasi umpan balik yang terjadi bisa menghancurkan lubang cacing sehingga tidak bisa digunakan sebagai mesin waktu.
Alternatif cara perjalanan waktu lainnya berasal dari kemungkinan adanya partikel yang bergerak lebih cepat daripada cahaya, yang disebut tachyon. Walaupun teori relativitas khusus tidak memungkinkan suatu objek dipercepat dari keadaan diam menjadi berkecepatan cahaya seperti yang telah dibahas di atas, namun ia tidak meniadakan kemungkinan adanya partikel yang selalu memiliki kecepatan melebihi cahaya sejak awalnya. Partikel demikian akan berjalan mundur dalam waktu (ia akan muncul sebelum ia ditembakkan) sehingga dapat digunakan untuk mengirim objek atau pesan ke masa lampau. Namun demikian, partikel tachyon memiliki massa imajiner (yaitu kuadrat nilai massanya sama dengan bilangan negatif) yang hanya bermakna secara matematis dan keberadaan partikel ini masih belum dapat dibuktikan.
Jadi, walaupun secara teori adalah mungkin untuk melakukan perjalanan waktu menuju masa depan atau masa lampau, namun secara eksperimen belum ada bukti yang memungkinkan hal tersebut terjadi karena keterbatasan teknologi kita saat ini. Walaupun demikian, para ilmuwan masih sedang meneliti kemungkinan teknologi perjalanan waktu tersebut. Mungkin beberapa abad mendatang, kemungkinan teoritis ini bisa menjadi kenyataan. Siapa tahu?
Dan, untuk saat ini biarlah sang waktu tetap menjadi misteri yang menghantui pikiran para ilmuwan yang berusaha mengungkapkanya....
Catatan Akhir
Ketika penulis sedang merampungkan tulisan ini, kita mendapat berita dukacita: salah seorang fisikawan terbesar sepanjang abad, yang juga meneliti tentang misteri sang waktu, Stephen Hawking, meninggal dunia pada hari Rabu kemarin tanggal 14 Maret 2018, tepat pada hari ulang tahun Einstein.
Berbagai bintang dapat lahir dan bersatu dalam alam semesta tetapi tiada yang dapat mengambil tempat dari bintang paling terang yang dimiliki bumi, Stephen Hawking. Ilmuwan terbesar yang pernah ada telah meninggalkan kita selamanya. Kita berharap pengetahuan dan kebijaksanaanya masih membimbing umat manusia di alam semesta yang penuh misteri ini. Engkau akan selalu dikenang.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!