Bagaimanakah Waktu Bersifat Relatif?
Menurut teori relativitas khusus Einstein, waktu bersifat relatif, yaitu bergantung pada gerakan relatif: waktu berjalan berbeda-beda bagi para pengamat berbeda yang bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Pada kecepatan mendekati kecepatan cahaya, waktu akan berjalan lebih lambat; efek ini disebut dilatasi waktu. Jadi, dua buah jam yang telah disinkronkan akan berdetak dengan kecepatan yang berbeda jika bergerak relatif satu sama lain. Efek yang berhubungan pada dimensi ruang yang disebut kontraksi panjang menyebabkan suatu objek yang bergerak mendekati kecepatan cahaya menjadi lebih pendek ukurannya.
Sesungguhnya, efek relativitas ini juga terjadi pada kecepatan yang jauh lebih kecil dalam kehidupan sehari-hari, namun perubahan perlambatan waktu yang terjadi sangat kecil sehingga dapat diabaikan dan menjadi bersesuaian dengan hasil prediksi fisika klasik. Namun, jika suatu objek dipercepat mendekati kecepatan cahaya, fisika klasik tidak berlaku dan efek relativitas harus diperhitungkan. Jika suatu pesawat antariksa dapat bergerak dengan kecepatan 99% kecepatan cahaya (0,99c), pengamat di luar pesawat itu akan melihat jam pada pesawat berdetak dua kali lebih lambat dan astronot di dalamnya bergerak dengan lambat. Pada kecepatan 99,5% kecepatan cahaya, pengamat akan melihat jam tersebut berdetak 10 kali lebih lambat; pada 99,9% faktor perlambatannya menjadi 22 kali. pada 99,99% menjadi 224 kali, dan pada 99,9999% menjadi 707 kali. Pada alat pemercepat partikel terbesar yang telah diciptakan para ilmuwan saat ini, kita telah dapat membuat waktu melambat 100.000 kali.
Dengan demikian, efek relativitas dapat digunakan sebagai salah satu kemungkinan cara untuk melakukan perjalanan waktu ke masa depan (akan dibahas lebih lanjut di bagian bawah). Misalkan, terdapat dua orang saudara kembar yang salah seorang di antaranya mengadakan perjalanan ke sistem bintang terdekat, Alpha Centauri, yang berjarak sekitar 4 tahun cahaya dari bumi dengan kecepatan 0,8c (80% kecepatan cahaya), sedangkan saudaranya tinggal di bumi. Bagi si kembar yang menetap di bumi, perjalanan yang dilakukan si kembar yang bergerak memakan waktu 4/0,8 = 5 tahun untuk mencapai bintang tersebut. Bagi si kembar yang bergerak, jarak perjalanan yang ditempuh mengalami kontraksi panjang menjadi hanya 2,4 tahun cahaya sehingga waktu perjalanannya menjadi lebih cepat, yaitu 3 tahun untuk mencapai tujuannya. Dengan demikian, 5 tahun perjalanan yang diamati oleh pengamat yang diam di bumi berlangsung hanya 3 tahun bagi si kembar yang bergerak. Jika setelah mencapai tujuannya, ia langsung kembali ke bumi, maka perjalanan bolak-balik tersebut memakan waktu 6 tahun baginya, tetapi telah berlangsung 10 tahun bagi pengamat di bumi. Akibatnya, ketika kembali ke bumi, ia mendapatkan saudara kembarnya telah berusia 10 - 6 = 4 tahun lebih tua. Kejadian ini disebut paradoks kembar.
Dapatkah suatu objek mencapai kecepatan cahaya sehingga waktu sepenuhnya berhenti? Menurut teori relavitas khusus, ketika suatu objek dipercepat mendekati kecepatan cahaya, massanya (yang disebut massa relativistik) akan bertambah mendekati tak terhingga. Dengan demikian, sesuai dengan rumus ekivalensi massa-energi (E = mc2), energi yang dibutuhkan untuk mempercepat suatu objek hingga mencapai kecepatan cahaya adalah tidak terhingga sehingga tidak mungkin ada objek yang bisa dipercepat mencapai kecepatan cahaya. Hanya partikel cahaya (foton) yang telah memiliki kecepatan cahaya sejak awalnya tanpa perlu dipercepat.
Bagaimanakah Gravitasi Mempengaruhi Waktu?
Menurut fisika klasik, gravitasi merupakan gaya tarik-menarik antara dua benda yang memiliki massa. Newton telah menemukan bahwa gravitasi antara dua benda berbanding lurus dengan massa masing-masing benda dan berbanding terbalik dengan jaraknya, yang kita kenal sebagai hukum gravitasi universal. Jadi, dalam fisika klasik, gravitasi sama sekali tidak bergantung pada waktu dan tidak mempengaruhi waktu karena gaya gravitasi antara dua benda terjadi seketika tanpa jeda waktu.
Setelah Einstein menemukan teori relativitas khusus, ia memperluas jangkauan teorinya pada gravitasi yang kemudian melahirkan teori relavitas umum. Einstein menemukan bahwa gravitasi sesungguhnya bukanlah suatu gaya dan tidak dapat dibedakan dari percepatan, suatu prinsip yang disebut prinsip ekivalensi. Dengan percobaan pikiran hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: jika terdapat seorang astronot di dalam sebuah kabin pesawat luar angkasa yang dipercepat ke atas dengan percepatan 9,8 m/s2 (sama dengan percepatan yang diakibatkan gravitasi di permukaan bumi), maka ketika ia menjatuhkan sebuah benda ke lantai kabin pesawat, ia akan menemukan benda tersebut jatuh dengan percepatan sebesar 9,8 m/s2 tidak berbeda dengan hasil yang didapatkan ketika ia menjatuhkan benda itu di permukaan bumi. Demikian juga, jika ia menjatuhkan sebuah bola besi dan sebuah gumpalan kapas dari ketinggian yang sama dan pada saat yang bersamaan, maka keduanya akan jatuh menyentuh lantai kabin bersamaan persis jika hal tersebut dilakukan di permukaan bumi dengan adanya gravitasi bumi (dengan mengabaikan hambatan udara).