Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 9)

11 Maret 2018   13:34 Diperbarui: 28 Maret 2018   09:36 660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesampainya di kantor prefektur Kaifeng, Bao Xing masuk ke dalam memberitahukan tuannya lalu menyuruh kedua orang itu pergi ke ruang baca. Bao pelan-pelan menanyai keduanya. Ternyata mereka berasal dari tiga belas keluarga; beberapa di antaranya telah dipenjara dan yang lainnya tidak bisa datang. Bao berpesan, "Kalian tidak boleh membocorkan informasi ke luar. Tunggu aku berangkat barulah kalian bersama-sama menemaniku." Kedua orang tua tersebut bersujud lalu pergi ke luar kota menunggu kedatangan Bao.

Setelah memperlihatkan kepada kaisar rancangan alat hukumannya, Bao memerintahkan Gongsun mengawasi pekerjaan membuat alat hukuman itu. Bao berpesan agar alat hukuman tersebut harus dibuat dengan menakjubkan dan luar biasa, tetapi hasilnya murni dan sederhana. Keempat orang ksatria Wang, Ma, Zhang, dan Zhao ditugasi melakukan eksekusi dengan alat hukuman tersebut: Wang Chao memegang pedangnya, Ma Han membawa terhukum, Zhang Long dan Zhao Hu mengangkat terhukum untuk dipenggal dengan alat penggal itu. Selain mengawasi pembuatannya, Gongsun juga memberikan instruksi kepada empat ksatria bagaimana cara menggunakan alat hukuman itu.

Beberapa hari kemudian alat hukuman tersebut telah diselesaikan. Bao memberikan penghormatan kepada kaisar sebelum berangkat dan banyak sekali pejabat yang datang memberikan perjamuan perpisahan untuknya. Ketika semua pejabat telah tiba, Bao menyuruh alat hukumannya dibawa ke aula utama istana. Para pejabat bersama-sama melihat alat hukuman itu. Mereka semua berpikir ini pasti sesuatu yang baru dan ingin tahu bagaimana cara kerjanya. Ketika sampai di aula utama, mereka melihat tiga buah alat hukuman yang ditutupi dengan kain kuning bergambar naga.

Keempat ksatria dengan gagah berani dan penuh semangat maju ke depan dan membuka kain kuning tersebut untuk menunjukkan alat hukuman yang melampaui alat hukuman mana pun. Pedangnya tampak bersinar berkilauan yang membuat orang-orang bergemetaran ketakutan sampai semua rambutnya berdiri. Ketika melihatnya, orang-orang mulia yang berkarakter lurus merasa puas dan mendukung pemakaian alat hukuman tersebut, sedangkan orang-orang jahat yang berkarakter rendah menjadi ketakutan setengah mati. Sesungguhnya dari dulu sampai sekarang tidak ada alat hukuman yang seperti ini! Semua orang yang melihatnya ada yang memuji ide pembuatan alat hukuman itu, ada yang diam-diam mengatakan alat hukuman tersebut mengerikan, ada yang diam-diam mengatakan cara hukuman demikian terlalu kejam, dan ada juga yang mengatakan Bao akan mendapatkan banyak masalah karenanya; masing-masing orang memiliki pendapat yang berbeda-beda mengenai hal ini. Setelah itu semua orang berpamitan kepada Bao yang kemudian mengantar mereka sampai ke pintu.

Setelah segala urusan pekerjaannya diselesaikan, Bao segera mengemas barang-barangnya untuk berangkat. Bao juga diam-diam menyuruh Tian Zhong mengadakan perjalanan bersama dengan Gongsun. Pada hari keberangkatan banyak para rekan kerja dan sanak keluarga yang mengucapkan salam perpisahan kepada Bao sampai jarak sepuluh li. Di tengah jalan Bao menyuruh para orang tua yang sebelumnya mengajukan petisi diam-diam mengikutinya menuju Chenzhou.

Hari itu Bao tiba di kota kecil bernama Sanxing (Tiga Bintang). Melihat bahwa keadaan di sana begitu tenang, Bao berpikir, "Pasti pejabat daerah di sini menjalankan tugasnya dengan baik." Tiba-tiba terdengar seseorang meneriakkan ketidakadilan, tetapi tidak ada orang yang terlihat. Bao Xing turun dari kudanya berusaha mencari dan mengikuti sumber suara tersebut. Ternyata di sisi jalan di bawah pohon dedalu terdapat seorang wanita yang berlutut sambil membawa sepucuk surat di atas kepalanya. Bao Xing mengambil surat itu dan memberikannya kepada Bao di dalam tandunya. Bao membaca surat tersebut dan berkata kepada wanita itu, "Dalam surat ini kamu mengatakan tidak ada orang lain di rumah, maka siapakah yang menulis surat ini?"

Wanita itu menjawab, "Sejak kecil hamba sering membaca kitab-kitab syair karena ayah dan kakak laki-laki saya memiliki gelar sarjana; suami hamba juga adalah seorang sarjana yang berhasil lulus ujian tingkat kabupaten. Oleh sebab itu, alat tulis dan tinta tidak pernah lepas dari tangan saya." Bao kemudian menyuruh membawakan kertas, kuas tulis dan batu tinta lalu menyuruh Bao Xing memberikannya kepada wanita itu agar ia menuliskan kembali sepucuk surat lain yang sama. Tanpa banyak berpikir, ia langsung menuliskan kembali sepucuk surat lain dan memberikannya kepada Bao. Setelah membacanya, Bao mengangguk beberapa kali dan berkata, "Pulanglah ke rumah dan tunggulah kabar dariku. Setelah tiba di kediaman pejabat daerah, aku akan menyelidiki kasus ini untukmu."

"Terima kasih, Tuan Langit Cerah!" kata wanita tersebut sambil bersujud satu kali. Bao segera naik ke tandunya dan pergi menuju kediaman pejabat daerah.

(Bersambung)

Catatan Kaki:

* Paviliun Longtu merupakan istana di ibukota Kaifeng yang menjadi bangunan bagi Akademi Hanlin (lihat catatan bagian 4) pada masa Dinasti Song.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun