Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 8)

27 Februari 2018   13:38 Diperbarui: 30 Maret 2018   18:23 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

KISAH HAKIM BAO DAN PARA PENDEKAR PENEGAK KEADILAN

BAGIAN 8 - EMPAT KSATRIA MENYELAMATKAN SEORANG PELAYAN SETIA DAN MENANGKAP PENDETA JAHAT DI KUIL DEWA BESI

Zhao Hu dengan rakus menghabiskan beberapa cangkir arak. Ketika yang lainnya sedang berbicara, satu kalimat pun ia tidak memperhatikan. Ia mabuk karena kebanyakan minum arak dan kemudian tertidur sambil mendengkur. Sampai akhirnya mereka menyadari hari sudah larut malam. Wang Chao berkata, "Hanya berbincang-bincang saja tak terasa waktu sudah menunjukkan waktu jaga ketiga. Tuan Gongsun juga sudah lelah. Mari kita beristirahat saja." Mereka pun pergi tidur.

Zhao dalam hati memikirkan untuk pergi ke Kaifeng; ia tidur dengan nyenyak, tetapi terbangun dengan mudah. Di luar suara pukulan drum berbunyi tidak lebih dari empat kali menandakan waktu jaga keempat belum berlalu. Mendengar suara burung berdekut, ia langsung  bangun dan berseru, "Sudah pagi! Segera bangun melanjutkan perjalanan!" Ia menyuruh pelayannya untuk menyiapkan kuda dan membawa barang-barang bawaan. Mereka pun terbangun. Gongsun Ce yang tidak bisa tidur karena memikirkan kasus terpaksa ikut mereka bergegas. Wang Chao menyuruh seorang pelayannya untuk tinggal dan memberikan seekor kuda untuk dinaiki oleh Gongsun; pelayan tersebut diperintahkan untuk membawa kotak obat dan papan nama. "Tunggu hari sudah terang, kamu harus pergi ke kantor perfektur Kaifeng. Jangan sampai terlambat," perintahnya. Setelah itu ia menyuruh pelayan penginapan membuka pintu gerbang. Mereka semua pun berangkat menunggangi kuda di bawah cahaya rembulan.

Waktu belum menunjukkan waktu jaga kelima. Setelah beberapa lama berjalan, mereka melewati sebuah hutan; di dalam hutan itu terdapat sebuah kuil. Tiba-tiba di sisi kuil terlihat seseorang yang jika diperhatikan dengan seksama seperti seorang wanita yang berbaju merah. Sesampainya di pintu kuil wanita itu masuk ke dalam. Melihat hal ini, mereka merasa janggal. Zhang Long berkata, "Di tengah malam, seorang wanita masuk ke dalam kuil. Ini pasti bukan sesuatu yang baik. Hari belum pagi, bagaimana kalo kita datang ke kuil itu untuk melihat-lihat?" Ma Han berkata, "Di tengah malam buta kita tanpa alasan mengetuk pintu kuil, bagaimana kita mengatakannya kepada para bhiksu di sana?" Wang Chao berkata, "Tidak masalah, cukup katakan karena tergesa-gesa mengadakan perjalanan, kita sangat kehausan dan ingin meminta secangkir teh, apakah tidak boleh?"

Gongsun berkata, "Jika demikian, kita harus menyuruh para pelayan membawa kuda dan barang-barang bawaan untuk menunggu di dalam hutan. Ini untuk menghindari kecurigaan para bhiksu jika melihat senjata kalian." "Masuk akal," kata keempat ksatria tersebut lalu mereka turun dari kuda mereka dan menyuruh para pelayan menjaganya di tengah hutan. Para pelayan pun mengiyakan. Lalu mereka berlima berjalan kaki menuju pintu gerbang kuil tersebut.

Sesampainya di pintu gerbang kuil, dengan bantuan cahaya rembulan, mereka melihat papan nama yang terletak di atas pintu bertuliskan "Kuil Tao Dewa Besi." Gongsun berkata, "Wanita itu masuk ke kuil, tetapi tidak terdengar ia memalang pintu. Mengapa pintu kuil masih terkunci?" Zhao Hu maju ke depan lalu mengetuk pintu dengan kepalan tangannya sampai tiga kali seraya berteriak, "Yang Mulia Taois, buka pintunya!" Setelah mengetuk pintu sampai tiga kali dan tidak ada jawaban, Zhao ingin mendobrak pintu tersebut. Namun dari dalam terdengar suara, "Siapa yang memanggil di tengah malam buta ini?"

Terdengar suara pintu terbuka dari dalam dan seorang pendeta Taois. Gongsun langsung maju memberi penghormatan dan berkata, "Yang Mulia Taois, maaf mengganggu anda. Kami para pelancong yang terburu-buru dalam perjalanan mengalami kehausan dan bermaksud bermalam di kuil megah anda serta meminta secangkir teh. Kami akan membakar dupa dan berdana sebagai gantinya. Mohon Yang Mulia mengizinkan."

Pendeta Taois itu berkata, "Tunggu sebentar, aku harus memberitahukan kepada kepala kuil, baru kemudian bisa mengizinkan kalian tinggal." Baru saja ia berkata demikian, dari dalam keluarlah seorang pendeta Taois yang beralis tebal dan bermata besar, bahunya lebar dan pinggangnya besar, serta wajahnya tampak menyeramkan. Pendeta itu berkata, "Ada banyak orang ingin minum teh, apakah masalahnya? Mari masuk." Wang Chao langsung merayap masuk. Sesampainya di aula utama, terlihat cahaya pelita terang benderang. Mereka semua satu per satu duduk di sana. Dari napas pendeta Taois yang berwajah seram itu tercium aroma arak sehingga mereka mengetahui bahwa orang ini bukan orang baik.

Zhang Long dan Zhao Hu diam-diam menyelinap keluar untuk mencari wanita tersebut sampai ke belakang, tetapi tidak menemukan jejak apa pun. Sampai di halaman belakang, mereka melihat sebuah lonceng besar, namun juga tidak menemukan apa-apa di sana. Ketika mereka berjalan melewati sisi lonceng besar, terdengar suara rintihan seseorang. Zhao berkata, "Di sini." "Adik, kamu menangkat lonceng ini, aku akan menarik orang itu keluar," kata Zhang. Zhao menyingsingkan lengan bajunya lalu dengan satu tangan menggenggam jepitan besi di bagian atas lonceng tersebut. Dengan sekuat tenaga ia mengangkatnya. Zhang berseru, "Adik begitu bertenaga sehabis makan dan tidur, jangan dilepaskan! Tunggu aku menahan bagian bawahnya."

Zhang masuk dan menahan lonceng itu lalu menarik keluar orang tersebut dari dalamnya. Zhao melepaskan genggamannya lalu menjatuhkan lonceng tersebut ke sisi luar. Setelah dengan seksama diperhatikan, orang itu ternyata bukan wanita, melainkan seorang kakek tua yang diikat seluruh badannya dan mulutnya disumpal dengan kain. Segera mereka melepaskan ikatannya. Orang tua itu memuntahkan sumpalan mulutnya. Setelah menenangkan dirinya, ia berseru, "Aiyo! Hampir mati aku!" Zhang Long bertanya, "Siapakah anda? Bagaimana anda bisa diikat di dalam lonceng oleh mereka?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun