Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 7)

15 Februari 2018   23:54 Diperbarui: 16 Februari 2018   17:26 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sang pemilik penginapan mau tidak mau naik ke kamar atas dan berkata kepada Gongsun, “Tuan tidak perlu mengatakan apa-apa. Tuan di luar keberatan menerima penawaran kami.  Janganlah menyinggung tuan itu. Tinggallah di kamar sebelah barat dan mengambil kamar dua ruangan di sebelah luar demi kebaikan kami.” Ia mengangkat tangannya memberikan penghormatan yang mendalam.

Gongsun berkata, “Sewaktu datang sebenarnya aku tidak menginginkan untuk tinggal di kamar atas. Pelayan kalian terus-menerus membujukku sehingga aku mengambil kamar ini. Sekarang kalian kedatangan tamu yang berjumlah banyak; aku lebih baik menyerahkan kamar tiga ruangan ini. Tuan cukup memberiku kamar satu ruangan. Bagaimana pun, bahkan jika ada bangunan besar dengan seribu ruangan sekalipun, aku hanya menempati tujuh chi [1 chi = 23-24 cm] untuk tidur. Tidak perlu membuat keributan karena hal ini.”

Selagi ia berbicara, masuklah seorang berbadan besar yang berkulit gelap dan tampak sangar. Dengan wajah tersenyum ia berkata, “Tidak perlu! Tidak perlu! Tuan silahkan tinggal di sini. Kami merasa cukup dan berterima kasih atas kamar dua ruangan tersebut. Kami akan menyuruh para pelayan kami tinggal di kamar bawah. Kami tidak berani merepotkan Tuan.” Gongsun sangat rendah hati dan sederhana, tetapi orang berbadan besar itu juga tidak setuju. Akhirnya mereka pindah ke kamar sebelah barat.

Orang itu menyuruh pelayannya memindahkan barang-barang bawaan, melepas pelana kuda, dan menempatkannya dengan baik. Ternyata keempat orang tersebut adalah tuannya, sedangkan lima atau enam orang sisanya adalah para pelayan mereka. Ketika ingin mencuci muka, mereka meminta air panas dengan teriakan yang memekakkan telinga. Orang yang berbadan pendek dan berkulit gelap terlebih dahulu memesan arak dan makanan. Pelayan penginapan dengan buru-buru mempersiapkannya dan meninggalkan Gongsun yang telah meminum habis sebotol arak, tetapi belum mendapatkan makanannya. Gongsun juga tidak berani mendesak sang pelayan.

Terdengar orang yang bertubuh pendek berkulit gelap itu berkata, “Aku tidak takut hal lain, hanya takut ketika besok tiba di Kaifeng beliau tidak menyukai kita. Kita harus bagaimana?” Orang yang berbadan besar berkata, “Tenanglah, adik keempat. Aku melihat Tuan Bao bukan orang yang seperti itu.” Mendengar hal ini, Gongsun langsung berdiri dan keluar dari kamarnya kemudian mengangkat tangannya terhadap keempat orang itu seraya berkata, “Karena kalian berempat juga pergi ke Kaifeng, bisakah saya ikut serta?” Keempat orang itu pun berdiri dan orang yang berbadan besar itu berkata, “Siapakah anda? Mari duduk di sini dan berbincang-bincang.” Gongsun dengan rendah hati kemudian duduk. Mereka pun saling memperkenalkan nama masing-masing.

Ternyata keempat orang itu adalah empat ksatria dari bukit Long Tu, yaitu Wang Chao, Ma Han, Zhang Long, dan Zhao Hu. Mendengar Bao Zheng telah menjadi seorang prefek, mereka bermaksud meninggalkan jalan yang salah dan kembali ke jalan yang benar lalu membagikan semua perbekalan serta emas dan perak kepada para bandit gunung di sana. Hanya membawa lima sampai enam orang dalam perjalanan, mereka menuju Kaifeng untuk mengabdi kepada Bao sesuai dengan janji mereka sebelumnya.

 Mereka bertanya kepada Gongsun dan Gongsun berkata, “Saya bekerja di prefektur Kaifeng. Karena menghadapi kasus yang meragukan, saya mengadakan perjalanan dengan diam-diam untuk menyelidikinya. Tak disangka saya bisa bertemu dengan kalian berempat. Benar-benar suatu keberuntungan.” Kemudian mereka berbincang-bincang sangat lama, membahas semua hal tentang masalah politik dan dunia persilatan dengan sangat gembira. Tetapi Zhao terlalu banyak minum arak. Wang Chao khawatir dalam keadaan mabuk ia berbicara kasar dan tidak enak didengar oleh orang luar. Oleh sebab itu, ia segera memesan makanan lagi. Selesai makan, mereka berbincang-bincang sambil minum teh sampai waktu jaga kedua. Mereka kemudian pergi tidur agar dapat bangun besok pagi-pagi untuk melanjutkan perjalanan. Ini sesungguhnya adalah karena kejujuran dan nama baik yang tersebar luas mendatangkan para ksatria.

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun