Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kisah Hakim Bao dan Para Pendekar Penegak Keadilan (Bagian 2)

19 Juni 2016   20:25 Diperbarui: 2 Februari 2018   09:13 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak saat itu Bao Hitam mengetahui orang tuanya yang sebenarnya, ia berubah memanggil Bao Shan dan istrinya sebagai kakak dan kakak ipar. Nyonya Zhou yang sudah tua sangat menyayangi anak itu dan mengubah namanya menjadi San Hei. Bao Shan suami istri selalu menjaganya setiap saat. Mereka berjaga-jaga jika Bao Hai dan istrinya berusaha merencanakan sesuatu yang jahat terhadap Bao kecil.

Sekejap sudah dua tahuan berlalu dan Bao Hitam sudah berusia sembilan tahun. Bao Hai masih berniat mencelakai Bao Hitam.

Suatu hari Bao Hai berkata kepada Tuan Bao, “Kita keluarga petani selalu bekerja keras dan sederhana, tidak pantas berkeliaran ke mana-mana. Kelak hanya tahu bersenang-senang, ingin makan enak tidak mau bekerja. Apakah berguna? Sekarang San Hei sudah berusia sembilan tahun dan bukan anak kecil lagi. Kita harus menyuruhnya mengikuti anak penggembala Nyonya Zhou bernama Chang Bao dan belajar menggembalakan sapi dan kambing. Pertama, ia bisa mempelajari kemampuan baru; kedua, ia tidak menganggur.”

Mendengar hal ini, Tuan Bao tidak berkata apa-apa, tetapi memberitahu istrinya bahwa San Hei hanya bersenang-senang tidak bekerja. Nyonya Zhou menyetujui dan memerintahkan pekerja Chang mengurusnya dengan perhatian khusus. Nyonya Zhou juga memerintahkan Chang Bao dengan berkata, “Setiap hari pergilah menggembalakan sapi dan kambing dan baik-baiklah membuat Tuan Ketiga tertawa dan mengajaknya bermain. Jika tidak melakukannya dengan baik, saya tidak segan-segan akan menghukummu.” Demikianlah setiap hari Bao Ketiga bersama-sama Chang Bao menggembalakan sapi dan kambing. Apakah di luar desa, di tepi sungai, ataupun di pinggiran sawah di Gunung Jinping, mereka selalu tidak lebih dari lima enam li jauhnya dari desa dan juga tidak ingin pergi jauh.

Suatu hari Bao Ketiga menghalau sapi dan kambing ke Gunung Jinping. Ia melihat sekumpulan semak dan menggembalakan sapi dan kambing ke sana. Anak-anak penggembala desa bermain satu sama lain, tetapi hanya Bao seorang yang melihat pemandangan, duduk di bawah pohon hutan, berbaring di atas sebuah batu, tetapi ia tidak bersemangat, seakan-akan dalam hati memikirkan sesuatu.

Ketika sedang beristirahat di atas batu itu, ia melihat awan hitam berkumpul dari segala arah dan kilat terjadi bersamaan. Tahu akan hujan besar, ia cepat-cepat bangkit dan berlari menuju sebuah kuil kuno yang jauh di dalam pegunungan. Sesampainya di dalam kuil itu, tiba-tiba halilintar berdentum keras, hujan tiba-tiba turun disertai angin. Bao sedang duduk bersila di depan altar dan tiba-tiba merasa ada orang di belakangnya, menyentuh pinggang Bao. Pada waktu Bao berbalik melihat, terdapat seorang wanita dengan wajah tersipu malu. Ia tampak ketakutan dan membuat orang merasa kasihan.

Bao dalam hati berpikir, “Tidak tahu wanita ini berasal dari keluarga mana melewati dan bertemu dengan hujan besar ini. Melihat keadaannya, ia pasti ketakutan karena halilintar. Jangankan wanita yang lemah lembut ini, bahkan aku sendiri mendengar suara halilintar ini juga merasa gemetar.” Ia kemudian membuka pakaiannya untuk melindungi wanita itu. Di luar suara halilintar sangat menakutkan. Kira-kira empat puluh lima menit kemudian hujan perlahan-lahan mereda dan halilintar mulai lenyap.

Tidak lama kemudian, awan menghilang, langit menjadi cerah, dan matahari bersinar terang. ketika ia berbalik, wanita itu tidak terlihat lagi. Dalam hati ia kebingungan lalu pergi dari kuil itu. Ia mencari Chang Bao dan kembali menghalau sapi dan kambing.

Baru saja tiba di desa, ia melihat Qiu Xiang, gadis pelayan kakak ipar kedua, membawa sepiring kue kering dan berkata, “Ini adalah kue yang diberikan Nyonya Kedua untuk Tuan Ketiga.” Bao melihat hal ini dan berkata, “Kembalilah, sampaikan ucapan terima kasihku kepada kakak ipar.” Ketika ingin mengambilnya untuk dimakan, jarinya terasa gatal dan kue itu terjatuh ke tanah. Baru saja ia ingin mengambilnya, tiba-tiba datang seekor anjing kurapan yang membawa pergi kue itu dengan mulutnya.

Chang Bao langsung berkata, “Sayang sekali, sepotong kue kering dimakan anjing itu. Ini adalah anjing kurapan keluargaku, tunggu aku akan mengejarnya ke rumah.” Bao menghentikan dengan berkata, “Ia sudah pergi. Jika sampai di rumah pun, pasti sudah habis dimakannya. Kita lebih penting mengurus sapi dan kambing saja.”

Sesampainya di rumah Nyonya Zhou, Chang Bao memasukkan sapi dan domba ke dalam kandang. Tiba-tiba terdengar ia berteriak dari halaman, “Gawat! Kenapa anjing kurapan itu berlumuran darah dari ketujuh lubang tubuhnya.” Nyonya Zhou bersama-sama Bao pergi ke halaman dan melihat anjing itu tergeletak di atas tanah dengan ketujuh lubang tubuhnya mengeluarkan darah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun