"Saya merasa jauh lebih baik sekarang," kata Ibu dengan tersenyum.
Keluarga kakek saya tidak kaya, apalagi setelah panen yang buruk ketika segala sesuatunya menjadi makin buruk. Semua pakaian dan sepatu saya dibuat oleh Ibu. Pada kenyataannya, hasil karyanya sangat bagus dan menjadi pujaan orang-orang sekitar. Kalau apa yang telah dibordirnya dijual di pasar, pasti akan terjual habis.
Ketika nenek sakit keras, Ibu menungguinya selama empat puluh hari dan empat puluh malam. Tetapi beliau tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Sebelum menghidangkan makanan atau ramuan obat kepada nenek, beliau akan mencicipinya dahulu untuk meyakinkan bahwa segala sesuatunya telah sempurna. Ketika Nenek meninggal, Ibu sangatlah bersedih sampai beliau tidak mau makan apa pun selama tujuh hari.
Ayah akhirnya kembali ketika saya berumur sepuluh tahun. Tahun berikutnya beliau membawa kami ke tempat di mana beliau ditunjuk sebagai hakim. Kapan pun Ayah mempunyai kasus yang penting untuk disidangkan, Ibu menganjurkannya untuk memberikan keputusan yang terbaik.
"Kamu tahu bahwa kamu sebaiknya tidak mengambil keputusan yang salah karena itu akan berakibat buruk pada anak kita," beliau mengingatkan Ayah. Dan Ayah selalu mengangguk setuju.
Jika Ayah melakukan sesuatu yang salah, Ibu akan menunjukkannya. Namun ketika Ayah menjadi tidak sabar dan menolak untuk mendengarkannya, beliau akan mendiamkan masalah itu selama beberapa saat sampai perasaan Ayah membaik. Kemudian beliau akan mengangkat masalah itu lagi dan berbicara dengannya sampai Ayah mengakui kesalahannya.
Ayah meninggal ketika Ibu berusia empat puluh tiga tahun. Ibu menangis dengan pahitnya dan pingsan beberapa kali. Di pemakaman, Ibu memberikan pidato singkat. Meskipun sangat datar, pidatonya membawa pesan akan cinta yang mendalam dan hati yang terluka yang membuat semua orang yang hadir ikut menangis.
Saya menikah pada usia dua puluh satu tahun. Ibu memperlakukan istri saya seperti layaknya anaknya sendiri. Tahun berikutnya ketika saya lulus ujian negara, kebahagiaan Ibu sangat sulit dilukiskan.Saya harus bekerja jauh dari rumah. Ketika Ibu rindu, beliau akan menulis puisi untuk mengungkapkan perasaannya kepada saya. Tetapi beliau tidak pernah mengirimkan satu pun dari puisinya kepada saya.
Beberapa waktu yang lalu saya bertemu seorang pelukis potret yang sangat berbakat. Saya memintanya untuk melukis potret Ibu. Untuk latar belakangnya, saya menanyakan pendapat Ibu.
"Ibu, saya harap lukisan ini akan membuatmu bahagia. Tolong beritahu saya apa yang ingin Ibu masukkan dalam latar belakang lukisan ini."
"Yah," Ibu menghela napas. "Orang tuaku dan suamiku telah meninggal. Tidak ada lagi kebahagiaan untuk dibicarakan. Tetapi jika anak dan menantuku mengetahui bagaimana caranya mendidik anak-anak mereka, saya akan puas."