Mohon tunggu...
Seniya
Seniya Mohon Tunggu... Ilmuwan - .

Tulisan dariku ini mencoba mengabadikan, mungkin akan dilupakan atau untuk dikenang....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Legenda Putri Miaoshan (Perwujudan Wanita Avalokitesvara/Guan Yin)

15 Oktober 2011   07:14 Diperbarui: 10 September 2021   08:56 4833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Utusan tersebut menjadi ketakutan, namun sang pertapa berkata: “Janganlah takut. Ambillah kedua tangan dan mataku dan beritakanlah kembali pada sang raja. Ingatlah apa yang aku katakan.” Utusan tersebut menerimanya dan memberitahu kejadian tersebut pada sang raja. Ketika sang raja menerima kedua tangan dan bola mata tersebut ia merasa sangat malu. Ia meminta sang bhiksu untuk meramu obat tersebut, dan kemudian ia meminumnya. Belum sepuluh hari berlangsung, ia telah benar-benar sembuh dari penyakitnya. Sang raja beserta permaisuri, keluarganya, para menteri dan semua pengikut di kerajaannya, semuanya bergembira. Sang raja pergi bertemu bhiksu tersebut untuk memberikan padanya benda-benda sebagai ucapan terima kasih, berkata: “Tidak seorangpun tetapi engkau, Guru, dapat menyelamatkan kami dari penyakit yang berat.” Sang bhiksu berkata: “Itu bukanlah kekuatanku. Bagaimana bisa raja menjadi sembuh tanpa kedua tangan dan bola mata sang pertapa? Baginda harus pergi ke pegunungan Xiangshan untuk memberikan rasa terima kasih pada pertapa tersebut. “ Selesai dengan kata-katanya, bhiksu tersebut lenyap.  Sang raja menjadi terkejut. Ia kemudian beranjali dan berkata: “Sungguh langka sebuah sebab sehingga kita dapat menggerakkan seorang bhiksu suci untuk datang dan menyelamatkanku!” Dan ia memerintahkan orang-orangnya: “Besok aku akan pergi mengunjungi Xiangshan dan memberikan persembahan sebagai tanda terima kasih pada sang pertapa.”  

Pertemuan Kembali Dengan Keluarga 

Keesokannya sang raja dengan permaisurinya, dua anak perempuan dan para anggota kerajaan menyiapkan kereta kuda dan pergi keluar dari tembok kerajaan dan datang ke Xiangshan. Sang raja membakar dupa dan memberikan ucapan terima kasih dengan berkata: ”Ketika kami menderita penyakit mengerikan tersebut, kami tidak mungkin sembuh tanpa kedua tangan dan bola matamu, pertapa. Maka hari ini, aku sendiri datang dengan kerabat terdekatku untuk mengunjungi pegunungan ini dan mengucapkan terima kasih padamu.”  

Ketika sang raja beserta istri dan putri kerajaan semuanya datang memandang sang pertapa yang tanpa tangan dan mata, pikiran mereka menjadi sedih, karena cacat fisik sang petapa disebabkan oleh sang raja. Sang permaisuri beberapa saat meneliti penampakan petapa tersebut, melihat karakteristik fisik pertapa tersebut dan berkata pada raja: “Ketika aku melihat wujud dan perawakan dari pertapa tersebut, ia tampak seperti anak perempuan kita.” Selesai dengan kata-kata ini sang permaisuri kemudian menjadi sesenggukan dipenuhi dengan air mata dan ratapan.  

Sang pertapa tiba-tiba berkata. “O ibuku! Janganlah kembalikan pikiramu pada Miaoshan: Aku adalah dirinya. Ketika ayahku sang raja menderita penyakit berat, anakmulah yang memberikan kedua tangan dan bola matanya untuk membalas kasih sayang sang raja.” Mendengar kata-kata ini, sang raja dan permaisurinya memeluk Miaoshan dengan tangisan yang keras, menggemparkan langit dan bumi dengan kesedihan mereka. Sang raja berkata: “Tindakan jahat kami telah menyebabkan anak perempuanku kehilangan kedua tangan dan bola matanya dan harus mengalami penderitaan ini. Aku akan menjilat kedua mata anakku dengan lidahku dan menyatukan kedua tangannya dan memohon pada para dewa di surga untuk membuat kedua mata anakku yang buta untuk tumbuh kembali, lengannya yang terputus sekali lagi menjadi utuh!”  

Ketika sang raja menunjukkan keteguhan hatinya ini, namun sebelum mulutnya menyentuh kedua mata anaknya, Miaoshan tiba-tiba tidak dapat ditemukan. Tepat pada saat itu langit dan bumi berguncang, cahaya kemudian memancar keluar, awan-awan pertanda baik muncul, drum-drum surgawi terdengar. Dan kemudian terlihatlah Sahasrabhujasahasranetra Mahamaitri Mahakaruna Avalokitesvara [salah satu perwujudan Avalokitesvara dengan seribu tangan dan seribu mata], tenang dan agung wujudnya, memancarkan cahaya yang mempesonakan, menakjubkan dan sangat indah bagaikan bulan di antara bintang-bintang.  

Ketika sang raja beserta istrinya dan putri kerajaan memandang wujud Sang Bodhisattva, mereka bangkit dan memukul diri mereka sendiri, menghantam dada mereka dengan ratapan yang sangat keras dan membangkitan suara mereka dalam penyesalan: “Kami para pengikutmu dengan mata duniawi kami gagal untuk mengenali Yang Maha Suci. Karma buruk telah mengganggu pikiran kami. Kami berdoa padamu agar perlindungan keselamatanmu membebaskankami dari tindakan salah kami pada masa lampau. Mulai dari saat ini, kami akan berlindung pada Triratna, kami akan membangun kembali vihara-vihara Buddhis. Kami berdoa padamu, Bodhisattva, dalam welas asihmu, untuk kembali ke tubuh asal anda dan mengizinkan kami untuk memberikan persembahan.”  

Dengan segera sang pertapa kembali ke wujud asalnya, dengan kedua tangan dan matanya kembali utuh dan lengkap. Ia duduk bersila, beranjali dan dengan tenang meninggal dunia, seperti ketika bermeditasi.  Sang raja dan permaisuri membakar dupa dan berikrar: “Kami pengikutmu akan memberikan persembahan kayu wangi, akan memasukkan tubuh sucimu ke dalam api kremasi dan ketika kami kembali ke istana, kami akan akan membangun sebuah stupa dan selalu memberikan persembahan di depan stupa tersebut.” Setelah membuat ikrar demikian, sang raja mengelilingi tubuh suci tersebut dengan berbagai jenis dupa suci, menyalakan api dan membakarnya. Kayu wangi tersebut terbakar , namun tubuh suci tersebut masih berdiri dengan teguh dan tidak dapat berpindah. Sang raja membuat ikrar lain: “Pastilah ini karena Sang Bodhisattva tidak akan pergi dari tempat ini, berharap agar semua makhluk hidup dapat melihat dan mendengar dan membuat persembahan.” Setelah mengucapkan kata-kata ini, raja beserta istrinya bersama-sama mengangkat tubuh tersebut dan tiba-tiba menjadi ringan diangkat. 

Pendirian Vihara dan Pagoda di Gunung Xiangshan  

Sang raja kemudian dengan tulus mendirikan sebuah vihara megah di mana di dalamnya ia letakkan tubuh suci sang Bodhisattva dan di luarnya ia membangun sebuah stupa berharga. Dengan segala ketenangan, ia mengubur anak perempuannya tersebut di puncak gunung, di bawah lokasi pertapaannya. Dan di atas pegunungan, bersama dengan permaisuri dan kerabatnya, ia mengawasi dan menjaganya sepanjang siang dan malam, tanpa tidur. Setelah cukup lama, ia kembali ke kerajaanya dan membangun kembali vihara-vihara Buddhis, meningkatkan jumlah penahbisan bhiksu dan bhiksuni, menghormat pada Triratna. Ia mengambil harta pribadinya dan membangun pagoda tiga belas lantai di Xiangshan, untuk menutupi tubuh suci Sang Bodhisattva.  

Guru, engkau telah bertanya pada pengikutmu tentang jejak suci Sang Bodhisattva dan aku telah memberikan ringkasan dari kisah yang sangat panjang. Tentang inkarnasi rahasia dari sang Bodhisattva, tidak diketahui olehku."  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun