Mohon tunggu...
Mr WinG
Mr WinG Mohon Tunggu... Freelancer - guru

bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangun Harmoni

14 Desember 2024   06:45 Diperbarui: 14 Desember 2024   06:45 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di suatu pagi yang cerah, Grup WhatsApp Guru MTsN 1 Bandar Lampung mulai ramai dengan diskusi penting. Bagus Riyanto, seorang guru yang dikenal lugas namun peduli, memulai percakapan dengan menyampaikan keresahan tentang pengolahan nilai siswa. Topik ini memicu diskusi panjang yang sarat pandangan beragam.  

Bu Liza, wali kelas yang penuh dedikasi, menekankan pentingnya menjaga citra kelas unggulan. "Nilai anak-anak unggulan mencerminkan kualitas sekolah kita di mata luar. Kita harus bijaksana, karena mereka membawa nama baik MTsN," tulisnya.  

Namun, Heny Herawati, seorang guru senior yang berwawasan luas, memberikan perspektif berbeda. "Semua anak, baik reguler maupun unggulan, adalah kebanggaan kita. Banyak anak reguler yang justru membawa nama harum sekolah, meskipun tidak di kelas unggulan. Yang penting adalah proses, bukan sekadar angka."  

Bu Desi, yang dikenal dengan pendekatannya yang terstruktur, menambahkan, "Nilai harus mencerminkan proses pembelajaran. Setiap anak berhak melalui remedial atau pengayaan sebelum nilai ditetapkan. Sebagai wali kelas, kami hanya meminta kebijaksanaan dalam mempertimbangkan berbagai aspek."  

Diskusi semakin mendalam saat Bu Laksmi, fasilitator berpengalaman, memperjelas hal teknis. "Kita perlu memahami perbedaan nilai sumatif dan SAS, serta bagaimana pembobotannya. Dengan begitu, kita bisa membuat keputusan berdasarkan data yang akurat, bukan asumsi."  

Melihat diskusi yang semakin dinamis, Bu Sinta, yang sering menjadi mediator dalam situasi panas, menulis dengan bijak, "Kita semua benar dalam pandangan masing-masing. Tak ada yang tahu masa depan anak. Nilai bisa menjadi motivasi, tapi proses pembelajaran jauh lebih penting. Mari kita fokus pada solusi yang menguntungkan semua pihak."  

Menanggapi dinamika ini, Bu Susi, wakil kepala sekolah, mengundang semua guru untuk rapat koordinasi. Sabtu pagi, ruang guru dipenuhi dengan wajah-wajah penuh antusias. Pak Hartawan, kepala madrasah, membuka pertemuan dengan senyum penuh ketenangan.  

"Bapak/Ibu, diskusi kalian menunjukkan kepedulian luar biasa terhadap siswa kita. Namun, mari kita ingat, manajemen pendidikan membutuhkan sistem yang jelas dan disepakati bersama. Kita harus memiliki pedoman yang adil, transparan, dan mampu menjawab kebutuhan setiap siswa."  

Pak Hartawan lalu memaparkan rencana aksi untuk mengelola perbedaan ini:  

1. Penetapan Panduan Nilai: Dibuat panduan nilai yang mencakup kriteria ketercapaian, remedial, dan pengayaan, dengan penekanan pada transparansi proses.  

2. Peningkatan Data Manajemen: Guru mapel akan menggunakan platform digital untuk mencatat progres nilai secara real-time, sehingga wali kelas dapat memantau tanpa harus mengandalkan asumsi.  

3. Pendekatan Berbasis Kolaborasi: Dibentuk tim kecil yang terdiri dari perwakilan guru mapel dan wali kelas untuk mengevaluasi hasil pembelajaran dan mencari solusi atas kesenjangan nilai.  

4. Evaluasi Berkala: Setiap akhir semester, diadakan rapat evaluasi untuk membahas efektivitas panduan nilai dan proses pembelajaran.  

Rapat menghasilkan kesepakatan: nilai rapor mencerminkan hasil akhir proses belajar, dan setiap siswa diberi kesempatan untuk mencapai hasil terbaik melalui mekanisme remedial dan pengayaan. Keputusan ini tidak hanya adil, tetapi juga mencerminkan manajemen pendidikan yang profesional dan berbasis data.  

Hari itu, para guru menyadari bahwa manajemen yang baik adalah tentang menemukan harmoni dalam perbedaan. Dengan panduan yang jelas, kolaborasi yang erat, dan komitmen bersama, mereka yakin mampu menciptakan generasi yang unggul, baik di angka maupun nilai kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun