Lebaran sudah berlalu. Namun, penumpang KRL masih harus harap-harap cemas kepada keputusan pemerintah terhadap impor KRL bekas. Kegiatan yang sebenarnya merupakan usaha dari KAI Commuter dalam melayani pengguna jasanya ini masih belum menemukan titik terang, walaupun sudah separuhnya didukung oleh Komisi VI DPR dan sepenuhnya didukung oleh Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, Komisi V DPR, perwakilan dari Kantor Staf Presiden, dan mayoritas penumpang KRL.
Terbaru, penumpang KRL masih harus membaca berita pahit yang tak lain tak bukan asalnya adalah dari Menteri Perindustrian. Dalam bahasa yang ia gunakan kepada rekan-rekan pers, Menteri Perindustrian seolah masih menolak untuk mengimpor KRL dengan dalih bahwa rekomendasi BPKP sudah jelas dan seharusnya tak perlu lagi diperdebatkan. Seolah Menteri Perindustrian tidak mau memihak pada kebutuhan masyarakat terhadap layanan KRL.
Padahal walau angin sangat segar muncul pada H-1 lebaran ketika KRL sama sekali tidak "chaos" serta Stasiun Manggarai lengang, di hari-hari berikutnya justru "chaos" kembali terjadi. Kepadatan penumpang KRL tak ubahnya saat hari kerja, namun ditambah dengan keberadaan penumpang musiman yang ingin berwisata atau mengunjungi sanak familinya menggunakan KRL. Kepadatan ini terjadi di sejumlah stasiun besar, seperti Stasiun Bogor, Stasiun Manggarai, Stasiun Tanah Abang, dan Stasiun Jakarta Kota.
Kepadatan ini tak terbatas hanya terjadi pada KRL Jabodetabek saja. 500 km lebih ke timur, situasi "chaos" yang tak kalah dengan di Jabodetabek juga terjadi pada KRL Jogja-Solo. Bahkan di Stasiun Tugu penumpang KRL bisa menunggu sampai 30 menit atau lebih untuk dapat masuk ke stasiun, itu pun harus menaiki KRL berikutnya karena KRL sebelumnya sudah berangkat.
Dear @CommuterLine apakah untuk regulasi KRL di Jogja -Solo dapat diubah untuk mempermudah commuters dalam menggunakan moda transport, its seems like wasting time. Kita harus menunggu lebih dari 30 menit dan tidak diperbolehkan masuk. pic.twitter.com/Qdzk5ScPCl--- Yokho Dwi Santoso (@yokhoDsantos) April 28, 2023
Hari-H lebaran pemerintah. Live update just minutes ago https://t.co/YJjp4Q9CXz pic.twitter.com/8jgM7bK1uE--- Benedict Manurung (@benedictmnrg) April 22, 2023
Situasi ini juga dilengkapi dengan headway atau jarak antar jadwal KRL yang renggang. Sehingga jika ketinggalan satu jadwal KRL, maka menunggu KRL berikutnya butuh waktu cukup lama. Mending kalau hanya 3-5 menit. Tapi bagaimana jika harus menunggu lebih dari itu? Seperti KRL Rangkasbitung yang bisa 15 menit sekali, atau KRL Tanjung Priok yang jaraknya 20 menit sekali, KRL Nambo yang 2 jam sekali, dan KRL Jogja yang setali tiga uang dengan KRL Nambo padahal merupakan jalur ramai.
Situasi seperti ini masih berlangsung sampai hari ini. Tentu saja, hal tersebut merupakan bukti jika animo masyarakat terhadap layanan KRL sangatlah besar, namun kapasitas KRL masih belum memadai sehingga perlu pengadaan KRL yang berkelanjutan setiap tahunnya, baik baru ataupun bekas, menyesuaikan dengan kemampuan finasial dari KAI dan KAI Commuter. Situasi seperti inilah yang seharusnya dimengerti oleh para pejabat negara.
Plis hari rabu udahan yah, udah masuk kantor soalnya https://t.co/lBBBek4Q2E--- Advenia Pratiwi (@giselladvenia) April 25, 2023
Bukan tanpa alasan jika kemudian penumpang KRL harus harap-harap cemas pada keputusan pemerintah terhadap impor KRL bekas. Karena impor KRL tersebut merupakan kebutuhan mereka yang harus dipenuhi. Penumpang KRL bukan butuh janji layaknya janji jika keputusan impor KRL akan keluar setelah lebaran atau pada awal Mei mendatang. Penumpang KRL butuh jawabannya segera dari pemerintah.
Memang benar kata Wamen BUMN dan legislator Komisi VI DPR jika situasi perkomuteran dengan KRL saat ini sudah darurat. Bukan hanya Jabodetabek saja yang butuh tambahan armada KRL untuk menambal akan pensiunnya puluhan rangkaian KRL yang sudah usang. Jogja-Solo pun butuh tambahan KRL agar jadwalnya bisa diperbanyak, setidaknya agar jangan setiap satu jam sekali baru ada KRL. Kepadatan penumpang KRL juga memang sesuatu yang nyata yang sudah dirasakan sendiri oleh legislator Komisi VI DPR.
Kembali, penumpang KRL tidak membutuhkan janji. Penumpang KRL butuh jawabannya segera dari pemerintah terhadap keputusan impor KRL ini. Penumpang sudah butuh KRL-KRL tersebut, apalagi karena KRL yang diimpor memiliki stamformasi (SF) 12 gerbong yang kapasitasnya terbesar jika dibanding dengan dua stamformasi lainnya. Setidaknya keberadaan KRL-KRL yang akan diimpor tersebut dapat memperbaiki sedikit dari situasi yang terjadi saat ini.
Semoga semuanya segera menjadi jelas dan penumpang KRL dapat segera bernafas lega.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H