Mohon tunggu...
M Pradana Setyawan
M Pradana Setyawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Imaging Radiology Technology student at University Airlangga with strong leadership skills and dedication to community service. As an Airlangga student and former organizational leader, I am passionate about social innovation, welfare, and healthcare technology. Committed to contributing to a better future through experience and a global vision

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Udara Kini Mengandung Mikroplastik, Realitas Menyedihkan Zaman Modern

4 Desember 2024   13:50 Diperbarui: 4 Desember 2024   14:04 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Udara Kini Mengandung Mikroplastik: Realitas Menyedihkan Zaman Modern

Pepatah mengatakan, "Setiap tarikan napas adalah sumber kehidupan." Sayangnya, pepatah tersebut mungkin kurang berlaku di dunia modern saat ini. Terdapat sebuah kenyataan pahit yang mengatakan bahwa udara yang seharusnya menjadi sumber kehidupan justru kini menjadi polutan yang membahayakan bagi kesehatan. 

Padahal sejak era industri, udara telah tercemari oleh berbagai polutan kimia berbahaya, dan kini kondisi tersebut semakin diperparah dengan ditemukannya mikroplastik dalam udara. Partikel plastik berukuran kurang dari 5 milimeter, kini telah mencemari lingkungan seperti air, tanah, makanan, bahkan udara yang kita hirup setiap hari. Partikel ini dapat masuk ke tubuh melalui pernapasan, kulit, atau konsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Sebuah penelitian mengungkap bahwa mikroplastik telah terdeteksi di udara Indonesia, misalnya di kawasan pabrik daur ulang dan di tempat yang menjadi timbunan sampah plastik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Fathulloh, Minanurrohman, dan Mahmudah (2021), ditemukan 1.258 partikel mikroplastik. Penelitian ini juga mengukur tingginya kadar polutan PM 2.5 di kedua lokasi tersebut. 

Selain itu, tim peneliti dari IPB University pada Januari 2022, dalam studi berjudul "The Deposition of Atmospheric Microplastic in Jakarta-Indonesia: The Coastal Urban Area", juga mengungkapkan bahwa setiap tetes air hujan yang turun di Jakarta mengandung mikroplastik dengan ukuran antara 500-1.000 mikrometer. 

Temuan ini mengidentifikasi bahwa tingkat pencemaran mikroplastik di area perkotaan Jakarta meningkat signifikan. Realitas menyedihkan ini membuka pikiran kita bahwa polutan mikroplastik susah untuk di hindari dalam kehidupan sehari-hari tak terkecuali di kawasan alam sekalipun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Muchlissin et al. (2020) menemukan bahwa mikroplastik tidak hanya ditemukan di kawasan perkotaan, tetapi juga di ekosistem terumbu karang. 

Selain itu, Di Taman Nasional Laut Karimunjawa juga di temukan mikroplastik, hal tersebut terungkap dalam sebuah Penelitian yang dilakukan oleh Munalia dan Rosida (2023) di Resort Sukamade, Taman Nasional Meru Betiri, mikroplastik ditemukan dalam bentuk terakumulasi gastropoda yang hidup di daerah tersebut, melihat fenomena ini bukanlah lagi menjadi permasalahan lokal tetapi isu global yang mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat.

Dampak mikroplastik begitu bahaya, namun faktanya banyak orang yang masih belum memperhatikan bahaya dari mikroplastik tersebut, mikroplastik dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti iritasi kulit, gangguan pernapasan, dan gangguan pencernaan. 

Paparan mikroplastik juga dapat menurunkan imunitas tubuh, mengganggu metabolisme, bahkan meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker. (Sumber: Alodokter). Jika di lihat dari dampak yang ditimbulkan maka mikroplastik merupakan isu lingkungan yang harus segera diselesaikan.

Untuk menghadapi fenomena mikroplastik, kita sebagai individu dapat mengambil langkah-langkah kuratif dan preventif. Secara kuratif, kita dapat mengurangi paparan mikroplastik dengan mencuci makanan dan memilih produk yang tidak terbungkus plastik, serta menggunakan perawatan kulit dan pernafasan yang aman untuk mengurangi efek iritasi. 

Detoksifikasi tubuh dengan mengonsumsi makanan sehat juga dapat membantu membersihkan kontaminan. Secara preventif, langkah utama adalah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilih produk dengan kemasan ramah lingkungan, dan mendukung daur ulang plastik. Selain itu, memilih produk perawatan pribadi tanpa mikroplastik serta menghindari kosmetik dan pembersih yang mengandung bahan berbahaya dapat membantu mencegah kontaminasi lebih lanjut. 

Edukasi diri dan orang lain tentang bahaya mikroplastik serta mendukung kebijakan lingkungan yang lebih ketat juga penting untuk mengurangi dampak negatifnya. Tindakan kolektif seperti berpartisipasi dalam kampanye lingkungan                                                                                                                                                                                     

Udara adalah sumber kehidupan yang tak tergantikan, tetapi ancaman mikroplastik mengubahnya menjadi sesuatu yang membahayakan. Dengan meningkatnya kesadaran dan tindakan kolektif, kita masih memiliki peluang untuk melindungi udara yang kita hirup dan menjaga kesehatan generasi mendatang. Seperti pepatah lama, "Kita adalah apa yang kita hirup." Maka, sudah saatnya kita bertindak untuk memastikan napas kita bebas dari polusi plastik, sebelum terlambat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun