Seperti memotong duri dari bunga, Pencabutan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu sebagaimana diubah dalam Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2023 oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 1P/HUM/2024, telah membuka jalan kemenangan lingkungan hidup sekaligus membawa serta potensi masalah pada sektor perekonomian.
Pencabutan Peraturan Gubernur (Pergub) Lampung ini diinisiasi oleh Pengawas Lingkungan Hidup Gakkum Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK) dan masyarakat sebagai Pemohon pada uji materiil ke Mahkamah Agung melawan Termohon yaitu Gubernur Provinsi Lampung untuk mencabut Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu yang dinilai melanggar komitmen dan usaha Indonesia mewujudkan politik lingkungan hidup di Indonesia.
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 dan Kontroversinya
Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu secara sah diberlakukan mulai tanggal 18 Mei 2020 hingga akhirnya dicabut secara resmi oleh Mahkamah Agung pada tanggal 19 Maret 2024 melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 1P/HUM/2024.
Farid Wajdi, dalam bukunya yang berjudul "Hukum dan Kebijakan Publik", menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat oleh pemerintah atau lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan tertentu, untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk mencapai tujuan tertentu yang berkenaan dengan kepentingan dan manfaat orang banyak. Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 sebagai aturan hukum daerah yang berisi kebijakan publik di Provinsi Lampung dalam formulasi pembuatannya juga membawa visi dan misi serta tujuan khusus yang mendasari pengesahannya.
Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah produsen penghasil tebu terbesar di Indonesia. Tanaman tebu memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian daerah, terutama dalam sektor pertanian dan industri gula lokal. Seperti pedang bermata dua, produksi tebu yang cukup besar di Provinsi Lampung juga membawa berbagai tantangan yang menghambat optimalisasi hasil panen dan produktivitas tanaman tebu. Berbagai permasalahan muncul seperti teknik budidaya daya dan panen yang masih tradisional hingga ketiadaan regulasi dan kebijakan tata kelola hasil panen dan produktivitas tebu yang mengakibatkan rendahnya produktivitas dan kualitas hasil panen yang kurang terarah. Peraturan Gubernur Lampung Nomor 33 Tahun 2020 disahkan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut dengan tujuan utama untuk mempercepat terwujudnya swasembada gula sebagai komoditas bahan pangan strategis, bahan baku industri dan peningkatan produksi gula di Provinsi Lampung, serta memberikan regulasi atau aturan hukum yang komprehensif mengenai strategi peningkatan produksi dan produktivitas tanaman tebu.
Resmi disahkan pada tanggal tanggal 18 Mei 2020, Pergub Lampung tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat. Tanggapan pro dan kontra yang timbul di masyarakat pun beragam, dari sisi pro terhadap Pergub ini adalah apresiasi usaha pemerintah untuk memberikan regulasi dan kepastian hukum yang sah dalam kegiatan industrial gula tebu di Lampung. Di lain sisi, kontroversi pergub ini tidak kalah menggemparkan publik, seperti aturan kebijakan yang memperbolehkan teknik pembakaran pada saat panen tebu yang berujung pada isu dugaan "peraturan hukum pesanan" karena dinilai terdapat beberapa aturan yang sarat kepentingan dan menguntungkan pihak-pihak tertentu serta secara terang-terangan mengabaikan prinsip pembangunan berwawasan lingkungan.
Penegakan Hukum Progresif dan Komitmen Perlindungan Lingkungan Hidup Melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 1P/HUM/2024
Pasal 24A ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945 menyebutkan Mahkamah Agung berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Ketentuan ini ditegaskan kembali dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Sehingga langkah Mahkamah Agung dalam hal ini menerima, memproses dan memutuskan putusan terkait permohonan uji materiil oleh Pemohon (KLHK) dan Termohon (Gubernur Provinsi Lampung) terkait Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu telah sesuai dengan hukum positif Indonesia.
Dalam konteks dicabutnya Peraturan Gubernur Lampung tentang tata kelola hasil panen dan produktivitas tanaman tebu oleh Mahkamah Agung, landasan hukum putusan Mahkamah Agung ini ialah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menetapkan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup yang meliputi larangan terhadap praktik-praktik yang merusak lingkungan, seperti pembakaran lahan untuk teknik panen tanaman. Ketika Peraturan Gubernur Lampung mengizinkan metode panen tebu dengan cara dibakar, hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.