BUCIN HENPON
Detak jantung  cepat, tangan mulai gemetar. Mulut kering. Suhu tubuh naik mendekati batas standar masuk stasiun 37,3 C. Gelisah. Periksa tas jaket, bongkar semua. Beneran, Handphone ketinggalan dirumah.
Pikiran menimbang cepat, apa layak buat seekor HP mendapatkan perjuangan menerobos  rimba jalanan 30 menit bolak-balik rumah stasiun? Lihat keatas gerimis, mendung berat langit gelap.
Jawaban pertama terlintas : layak.
Penjaga parkir yang mulai curiga melihat tingkah laku saya bertanya. Â Ada yang ketinggalan pak?
Iya handphone ketinggalan dirumah jawab saya sambil nepuk-nepuk kantong celana depan belakang. Saya lirik, dia terseyum, terlihat bahagia. Mau balik ambil pak? Tanyanya lagi. Issh sialan, saya bisa baca pikirannya: Â Ni orang pasti bela-belain balik lagi, mana tahan orang macam bapak ni ketinggalan HP. Tarohan, kalo dia ga balik, ga ngerokok gw hari ini.
Ngga, udah biarin aja. Yok mas, titip motor ya, jawab saya sambil berjalan kearah stasiun. Wuahahaha dalam hati tertawa puas saya. Mampus lo ga ngerokok seharian .
Lima langkah dari parkiran otak mulai terguncang, biasa pantengin hape sambil jalan. Kecut saya. Mulai menyesal, ngga ada guna kemenangan sesaat dari penjaga parkir. Mending berhenti merokok dah daripada ga ada HP. Tengok kebelakang, penjaga parkir tersenyum menang lihat bibit depresi di mata saya. Sialan!
Kehilangan sesuatu yang biasa memaku mata dan pikiran membuat saya mulai sadar sekitar. Jalanan basah sehabis hujan, daun pohon kelihatan lebih hijau, bersih seperti habis dicuci. Mendungnya langit menambah kesyahduan suasana. Eh, asik juga ya.
Commuter line meluncur. Eh eh kaget saya bertambah.
Berhenti sebentar di St. Pondok Cina, Â lumut disekujur beton proyek apartemen Mahata Margonda kasih tanda kalo ngga ada aktivitas pekerja disitu. Begitu juga di proyek Transit Oriented Development (TOD) diatas St.Tanjung Barat, belum kelar juga sejak dibangun tahun 2017. Rumput disekitarnya juga mulai tinggi. Â Tapi tetangga seberangnya lebih beruntung , sudah terpampang reklame ungu besar di fasadnya. Â Aeon bunyinya. Kapan ya dia buka?
Ternyata ada jalan layang sebelum St. Pasar Minggu, tepatnya di bekas Apotik Sarisakti. Waktu kecil sesekali diajak orang tua makan bakmi goreng enak disebelahnya, Mie Sarisakti.  Jalan layang ini menjadi bagian dari jalan tembus baru dari Kalibata  ke Pasar minggu, pengendara akan lurus bablas tanpa harus memotong jalur KRL di area Volvo.
Wiih pembangunan kotaku, biar lambat tapi jalan. Keren!
Pandangan beralih ke isi gerbong, disamping berdiri mas-mas pake backpack yang disandang di depan dada, khas KRL mania. Tanpa HP ditangan. Hebat nih orang. Tapi tak lama saya tarik pujian itu. terlihat dia mulai membuka kantong tas, mengeluarkan earphone, colok ke HP lalu asik main game online. Bedebah, kirain dapet temen.
Kereta cukup kosong siang itu, tapi semua bangku terisi. Saya hitung dari 8 orang yang sedang duduk berjarak karena social distancing, 7 orang terpaku pada layar HP nya, hilang kepedulian pada sekitar. 1 orang lainnya pura-pura tidur karena ada orang tua berdiri didepannya.
Ah, rugi milik kalian semua  wahai budak HP. Lihat apa yang kalian lewatkan. Kehidupan dunia berlalu begitu saja tak kau nikmati
Sampai tujuan, terbayang indahnya hari akan saya lalui tanpa HP.
Saya mulai kangen HP saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H