Â
Tujuh hari sebelum Republik Indonesia merayakan HUT-nya yang kelima puluh di tahun 1995, prototipe pesawat terbang berbaling-baling buatan IPTN N-250 melakukan terbang perdananya dengan sukses. Dua organisasi keteknikan nasional Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia (PATI) dan Persatuan Insinyur Indonesia (PII) lantas mengusulkan ke pemerintah supaya tanggal uji coba pesawat tersebut ditentukan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas). Presiden Soeharto kemudian menerbitkan Keppres No. 71 bulan Oktober 1995 untuk mengesahkannya.
Â
Dua puluh tahun sesudah penerbangan Gatotkaca, bagaimana kondisi ilmu pengetahuan dan teknologi Indonesia saat ini?
Â
Kalau kita mengambil kelistrikan nasional sebagai tolak ukur, di akhir Maret 1995, PLN melaporkan 57,74 persen desa yang sudah terlistriki. Di akhir tahun 2014, BPS mencatat bahwa desa yang sudah dapat listrik 84,6 persen. Ini berarti 15,4 persen atau sekitar 12 ribu desa di Indonesia belum berlistrik. Walau persentasenya naik, masih banyak kantong-kantong gelap di Nusantara.
Â
Tentu saja jumlah desa berlistrik bukan tolak ukur satu-satunya (atau bahkan yang memadai) untuk menilai perkembangan teknologi di Indonesia. Kehadiran listrik di suatu daerah belum tentu berarti daerah tersebut lantas akan menjadi makmur. Ketersediaan infrastruktur lainnya seperti pendidikan dan transportasi penting untuk mendorong pertumbuhan daerah tersebut.
Â
Sayangnya selain kelistrikan pencapaian teknologi di bidang lainnya juga tidak banyak yang bisa dibanggakan. Ketika Indonesia dihantam krisis moneter, produksi N-250 dihentikan dan sampai sekarang PT Dirgantara Indonesia belum membuatnya kembali. Satelit komunikasi Palapa masih merupakan buatan perusahaan luar negeri. Jangankan untuk meluncurkannya untuk membuatnya sendiri pun kita masih belum mampu.
Â