"Hehehe. Iya, Ibu punya sandal putus, Neng. Mau ganti lain sandal, rumah Ibu jauh. Hujan besar ini. Mungkin ada sedikit rejeki Ibu," jawabnya.
Logat itu ! Logat itu !
Aku berfikir keras.
Logat itu tak asing kudengar semasa aku kecil !
Tapi logat mana ?!
Otak mulai tuaku tak sigap lagi mengingat !
"Rumah Ibu di mana ?" tanyaku.
Berharap bisa dengar logatnya lagi.
"Di belakang ini BSM, Neng,"
Ah iya ! Aku teriak dalam hati. Aku ingat !
"Ibu, bukan orang Bandung ya ?" tanyaku.
"Bagaimana Neng tahu, Ibu bukan orang Bandung ?"
"Ibu dari Indonesia Timur ? Dari Dilli ? Timor Timur ?!" tanyaku lagi.
"Iya, Neng. Ibu orang Dilli. Timor Timur. Sekarang Timor Leste," jawabnya.
Di langit kilat sambar menyambar disusul guntur susul - menyusul.
Hujan makin deras. Hatiku bergidik miris, kembali teringat anak semata wayang yang tak kunjung membalas sms dariku.
"Bagaimana Ibu bisa sampai di sini ?" tanyaku lagi.