Mohon tunggu...
Ferry Yang
Ferry Yang Mohon Tunggu... -

CEO and Founder of Yang Academy, PhD in Education

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenai Polemik UNBK

18 April 2018   08:54 Diperbarui: 18 April 2018   14:39 992
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Pertanyaan yang sangat mungkin sekali muncul dari pernyataan penggunaan HOTS di UNBK 2018 adalah: "Bagaimanakah HOTS diterapkan di UNBK 2018?" atau "Apakah yang dimengerti pembuat soal UNBK 2018 mengenai HOTS?" atau "Apakah HOTS yang dimaksud di soal-soal UNBK 2018 ini sungguh-sungguh menguji pikiran kritis peserta didik?" Ada juga satu pertanyaan tajam yang muncul di komentar yang mengikuti artikel "Permintaan Maaf Mendikbud..." yang kira-kira sedemikian: "Apakah adil menguji kemampuan berpikir kritis siswa di UNBK sedangkan sehari-harinya para siswa tidak pernah diajarkan bagaimana berpikir kritis?"

Polemik ini adalah polemik yang sangat serius menurut hemat saya. Jika memang UNBK adalah keharusan dan secara praktis menjadi salah satu sumber ketakutan yang besar bagi pendidik, orang tua, dan peserta didik, maka tidaklah berlebihan jika pertanyaan-pertanyaan seperti di atas memerlukan jawaban yang sangat serius pula. Saya yakin tim Kementerian Pendidikan akan dapat menjawab dan mengklarifikasi dengan bijaksana.

Satu hal yang saya hendak bahas di artikel singkat ini adalah perihal HOTS itu sendiri. Jika kita belajar teori tingkatan belajar (taxonomy of learning) dari Benjamin Bloom maka kita akan menemukan bahwa ada 6 tingkatan. Dan di dalam taxonomy of learning dari Bloom yang sudah direvisi kita menemukan urutan tingkatan dari yang paling rendah sedemikian: 1) menghafal (memorizing), 2) mengerti (understanding), 3) menerapkan (applying), 4) menganalisa (analyzing), 5) mengevaluasi (evaluating), dan 6) mencipta (creating).

Yang dimaksudkan dalam teori Bloom sebagai higher order of thinking atau dikenal di Indonesia sekarang sebagai HOTS adalah urutan 4-6 yaitu menganalisa, mengevaluasi, dan mencipta. Jika kita terapkan di soal-soal UNBK 2018 yang dikatakan menggunakan HOTS, maka perlu dicermati apakah sungguh-sungguh siswa diuji dalam kemampuan analisa, evaluasi, dan mencipta mereka. Jika belum atau tidak ada, maka boleh dikatakan bahwa UNBK 2018 belum menggunakan HOTS.

HOTS secara praktis dipahami sebagai kemampuan berpikir di dalam menyelesaikan masalah (problem solving). Tingkat masalah bisa berbeda-beda. Tetapi secara umum, semakin riil masalah yang dihadapi semakin tergerak seseorang untuk memecahkan masalah tersebut.

Maksudnya, jika masalah yang ada adalah masalah yang fiktif atau tidak riil, maka motivasi orang untuk memecahkan masalah itu berada pada posisi yang rendah. Atau juga, secara umum, jika bagi orang tersebut masalah yang ada adalah jenis masalah yang menggelitik rasa keingintahuan dia (curiosity) maka dia akan memiliki motivasi yang tinggi pula.

Oleh karena itu jika HOTS hendak digunakan maka sangat disarankan penyelarasannya dengan minat seseorang. Disinilah penggunaan HOTS yang paling baik adalah di dalam jenis pembelajaran yang memiliki makna secara personal (personalized learning). UNBK adalah model pengujian secara massal dimana semua peserta dituntut memiliki kemampuan dengan standar yang sama. Sebetulnya adalah sangat sulit menerapkan HOTS yang sungguh-sungguh di dalam model pengujian massal.

Jauh lebih pas penerapan HOTS itu pada model pembelajaran yang dikenal sebagai PBL yaitu: 1) Pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning) dan 2) Pembelajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning). Dengan PBL personalized learning bisa terjadi secara otentik dan dengan demikian HOTS dapat digunakan dengan tepat.

PBL tentunya tidak bisa diterapkan dengan model pengujian massal seperti yang dilakukan di UNBK saat ini. Apalagi dengan elemen minat yang perlu diperhitungkan dengan sangat serius. Jika memang berpikir kritis adalah tujuannya, penggunaan HOTS adalah tepat guna. Tetapi jika berpikir kritis adalah tujuannya, maka pengujian massal adalah kendaraan yang kurang tepat. HOTS dan pengujian massal hampir tidak mungkin direkonsiliasikan.

Setiap orang berpikir dengan cara yang unik. Kemampuan seseorang menganalisa, mengevaluasi, dan mencipta juga unik tiap-tiap pribadi. Bagaimanakah mungkin HOTS ini (menganalisa, mengevaluasi, mencipta) diharuskan memiliki jawaban yang sama seturut dengan ujian massal? Ada 10 juta peserta UNBK maka jawaban soal bisa ada 10 juta macam.

Secara logistik memeriksa 10 juta jawaban berbeda di dalam satu ujian massal sangatlah tidak masuk akal. Standar jawaban apakah yang hendak dipakai? Selama ini yang paling praktis adalah standar jawaban yang berfokus kepada hasil akhir. Jika hasil akhir jawaban berbeda dari kunci jawaban yang disediakan maka jawaban dianggap salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun