Bangsa kita masih menemukan banyak masalah, pemerintah masih butuh banyak sekali solusi-solusi jitu dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Salah satu caranya adalah solusi yang inovatif. Inovasi bisa datang dari mana saja, salah satunya lewat sebuah kolaborasi kreatif teknologi. Yaitu kolaborasi dari pihak-pihak atau lembaga yang terlibat sebuah proyek inovasi.Â
Sebagai contoh, yang baru saja saya saksikan adalah sebuah kolaborasi apik untuk memecahkan masalah lewat solusi inovasi, teknologi, desain, dan infrastruktur baru di masyarakat yang melibatkan pemerintahan sebagai regulatornya. Seperti apa itu?
Pagi itu saya berkunjung ke booth Airbus di Singapore Airshow 2018. Salah satu obyek yang menarik perhatian saya adalah drone multi-copter yang terpajang di pojok booth. Mengingat saat ini teknologi drone (pesawat tanpa awak) begitu menjamur diberbagai bidang, selain digunakan sekedar sebagai mainan hobi, juga digunakan sebagai perangkat shooting, pemantau jarak jauh, pemetaan, hingga perangkat penunjang militer. Namun kali ini saya melihat ada yang berbeda dari drone buatan Airbus ini.
Pada awalnya pemerintah Singapura sudah begitu peduli dengan masa depan kendaraan tanpa awak ini. Bagi mereka drone adalah bagian dari masa depan dan sudah bukan lagi sekedar mainan atau perangkat saja melainkan sebuah alat transportasi atau alat angkut masa depan yang harus dipersiapkan aturan dan ekosistem penunjangnya. Airbus sebagai salah satu lembaga yang punya spirit inovasi yang tinggi, tentu merasa penting untuk ikut andil dalam proyek kolaborasi ini.
Harapannya ke depan dari proyek ini adalah makin luasnya jaringan "jalan raya imajiner" untuk drone ke seluruh pelosok Singapura. Yang mana tentu bagi pemerintah Singapura proyek ini merupakan proyek pembangunan infrastruktur masa depan sekaligus menjadi lab. percobaan untuk kurir pengiriman paket barang tanpa awak.
Sejalan dengan itu, lembaga dan otoritas dari pemerintahan Singapura merasa perlu untuk ikut andil demi mengelola tata ruang udara di Singapura agar menjadi ruang yang optimal namun juga aman. Hal ini dapat terwujud atas sebuah kolaborasi mutual yang saling melengkapi antar lembaga yang memiliki peranannya masing-masing.
Lantas bagaimana dengan di Indonesia? Sejauh ini proyek kolaborasi antar lembaga pemerintahan, swasta, dan kampus masih sangat langka. Masih sangat terasa jika kepentingan dan arah pengembangannya masih bergerak sendiri-sendiri dan belum mampu bersinergi dan berkolaborasi seperti yang terjadi di Singapura tadi. Padahal jika melihat kebutuhannya, kerja sama kolaborasi ini sangatlah menguntungkan berbagai pihak yang terlibat. Bagi lembaga otoritas pemerintahan mereka akan mendapatkan sebuah solusi terbaik.Â
Begitu juga bagi lembaga pendidikan kampus akan dengan mudah melakukan penelitian dan kajian dengan bantuan dan dukungan, basik fasilitas, dana, biaya prototype, hingga keleluasaan kebijakan dari pihak industri swasta dan pemerintah. Sementara bagi pihak swasta, kolaborasi solusi ini merupakan bagian penting sebagai upaya pengembangan produk dan penerawangan mereka untuk antisipasi future market.Â
Tentu bentuk kolaborasi ini sangat menjadi harapan ke depan di Indonesia, mengingat ada banyak sekali masalah-masalah yang seharusnya bisa mudah dipecahkan atau ditemukan solusinya lewat kolaborasi antar lembaga ini. Yang kalau meminjam istilah almarhum Bapak Irvan Noeman - salah seorang penggagas Ekonomi Kreatif di Indonesia, yaitu Kolaborasi ABCG - Academy, Business, Community, & Governement. Semoga bisa terjadi kolaborasi mutual ini sebentar lagi terjadi di Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI