Kenapa saya masih ingat? Karena dari acara tersebut saya dapat suvenir mug yang mencantumkan tulisan itu, yang selalu berganti ini dari teh dan kopi menemani proses menulis komunikasi yang memotivasi, wehehe. Disinilah ranah motivator, dalam membangun sebuah pemikiran dan memberikan motivasi dari perkataan. Yang merubah nasib, yang menentukan hasil akhir adalah masing-masing person, sang pemain, kita sendiri masing-masing. Maka kalau menyimak nama saya, Faizal Alfa MBA, tiga huruf di belakang itu bukanlah gelar akademik, namun memiliki dua makna. Makna yang pertama adalah karena muka dan profesi saya, MBA = Motivator Berwajah Arab, sehingga kalau mencari saya mudah, kalau orangnya tinggi, hitam, keriting, hidung mancung, dan jenggot Wolverine, pasti Faizal Alfa. Nah, kalau makna kedua, merupakan singkatan sekaligus spirit dasar saya mantap memilih menjadi seorang Motivator. MBA = Motivation Become Action. Motivasi tanpa aksi tidak ada artinya, tidak akan merubah nasih, Cuma berujung pada komentar di bibir : “Iya ya, bener juga ya, ooo begitu..” tapi selama tindakannya tidak berubah, aksinya masih tetap begitu-begitu saja, haqqul yakin, dijamin, nasibnya juga akan begini-begini saja.
Lebih jauh menelisik mengenai komunikasi yang memotivasi, dalam tulisan ini, kita akan memperdalam komunikasi dari satu sisi yang menarik, yakni bagaimana caranya kita menerapkan komunikasi yang memotivasi, artinya, ini sebagai vice-versa, agar kita tidak melakukan komunikasi yang menggembosi. Bahayanya, ternyata mayoritas dari kita tanpa sadar telah menjadi praktisi handal dalam hal komunikasi yang tidak menggembosi. Dasarnya adalah sebuah rumus motivasi klasik, yakni K+R=H, Kejadian + Respon = Hasil. Apapun kejadian yang kita alami, ternyata masih dipengaruhi oleh variabel kedua yang namanya respon, sehingga menjadi kesimpulan yang kita sebut hasil. Contoh = kejadian handphone hilang. Kita bisa merespon dengan menyesal sejadi-jadinya, meratapi kontak yang hilang, menangisi dokumen, fotom dan video yang tersimpan di dalamnya, bercerita pada setiap orang yang kita temui tentang kemalangan yang kita alami. Hasilnya? Kita semakin sedih dan handphone tetap hilang. berbeda hasil jika kita memberikan respon berbeda, Kita segera urus ke operator untuk mendapat penggantian kartu seluler, mengumpulkan kembali kontak yang hilang, memberi kabar ke rekan-kolega penting agar tidak kesulitan menghubungi kita, segera mencari dan menggunakan handphone sementara, dan bekerja giat – sistematis untuk mendapat handphone yang baru. Hasilnya berbeda 180 derajat.
“Mudah diomongkan, tapi diterapkan ya susah…..”
Ini termasuk salah satu praktek umum dari komunikasi yang menggembosi, pemikirannya memegang rumus “Mungkin sih, tapi sulit!”, maka sulitnya yang melekat, kata yang terakhir yang menempel dan terinternalisasi dalam diri kita. Ada sebuah hadist qudsi yang bisa dijadikan landasan :
“ Aku turuti prasangka hamba-Ku terhadap-Ku”
Kita tahu berprasangka itu gratis, tidak perlu bayar, dan kita bebas memilih untuk berprasangka yang bagaimana, maka mengapa memilih prasangka yang menggembosi, mengapa memilih prasangka yang melemahkan? Pilih seksama prasangka yang memberdayakan, komunikasi yang memotivasi. Sudah dapat rumusnya bukan? Jadi kalau selama ini hidup kita penuh dengan prahara, derita, dan nestapa, jangan-jangan bukan karena orang lain yang menjadi penyebab dan bukan keadaan luar yang jadi pemicu, tapi kita introspeksi, jangan-jangan prasangka kita yang memunculkan dan membuat itu semua terjadi, “thoughts become things”.
Maka untuk menerapkan komunikasi yang memotivasi, tinggal membalik rumusnya, “Memang menantang, tapi mungkin dilakukan.” Simak, ada modifikasi dalam hal pemilihan kata dan urutan. Kata “menantang” tentu lebih memotivasi daripada “sulit”, dan mungkin dilakukan tentu memberikan energi untuk kita mencari cara, mencari solusi, dan mendapatkan apa yang kita cari. Bagaimana caranya? Mekanisme manusia yang luar biasa akan berproses dan memunculkan berbagai alternatif dan pilihan cara, serta segera melakukannya, gak pake’ lama.
Maka, sebenarnya komunikasi yang memotivasi itu prakteknya sederhana, apapun kondisi dan kejadiannya, mau untung-rugi, berhasil-gagal, mendapat-kehilangan, itu semua adalah proses, jangan terpuruk karena larut dalam penyesalan dan meratapi yang sudah terjadi. Jangan menambah rasa kecewa dengan berharap kejadiannya tidak begitu, karena faktanya, sudah terjadi dan itulah kejadiannya. terima dengan lapang dada dan muka tegak, kalau bahasanya anak jaman sekarang, move on! Jangan biarkan hati terkotori dengan kata-kata penjebak seperti andaikan, jikasaja, apabila, harusnya dan membuat kita lemah karena meratapi yang sudah terjadi. Mari menjadi praktisi komunikasi yang memotivasi dengan berani mengambil tanggung jawab atas diri sendiri, sepenuhnya dan seutuhnya atas setiap kejadian yang kita alami, sehingga kita bisa lantang berkata :
“OK, inilah situasinya, mari kita susun langkah selanjutnya
Salam Istimewa!
Ditulis di Kota Malang