Mohon tunggu...
Faizal Alfa
Faizal Alfa Mohon Tunggu... -

Motivator Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Komunikasi yang Memotivasi

2 Juni 2014   15:01 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:49 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita tidak bisa tidak berkomunikasi, segala hal yang kita lakukan pada hakikatnya memiliki makna komunikasi, mulai dari kalimat yang terucap, tatapan mata, ekspresi wajah, gerakan tangan, bahkan diam juga merupakan komunikasi. Pertanyaannya, komunikasi seperti apa yang dimaksud? Jika komunikasi hanya diartikan sebagai proses ngomong, maka tidak perlu dibahas panjang lebar, toh setiap orang normal pasti bisa ngomong. Namun apabila dimaknai secara lebih mendalam, komunikasi yang berdampak secara signifikan, maka komunikasi menjadi sebuah hal yang menarik untuk didiskusikan.

Saya kuliah dengan jurusan ilmu komunikasi di salah satu PTN di Kota Malang, pilihan saya sendiri, dengan cita-cita nantinya menjadi orang televisi, bayangan saya saat itu menjadi reporter, kereen, berkeliling memburu dan meliput berita, melaporkannya, mungkin kalau kejadian, bisa saja menjadi anak buahnya Om Gatot Triyanto di Trans Corp, dengan seragam hitam terpasang di badan dan ID card tergantung di saku. Saat itu saya termotivasi karena ingin berkeliling Indonesia, berpetualang, dengan diongkosi, plus Indonesian dream lain yakni populer dan nongol di media massa, pikir saya itu sudah super keren untuk seorang anak kampung dekil dari kota Jombang, Ayah Ibu pasti cukup bangga dengan sepak terjang anak sulung laki-lakinya.

Perjalanan hidup berkata, bahwa ternyata menjadi orang media memang pernah saya rasakan, namun tidak menjadi profesi saya kemudian. Tiga tahun saya bergelut dan beretorika menjadi radio announcer di Mitra FM Kota Batu, sebuah radio yang bersahaja, dengan segmentasi pendengar yang fanatik dan niche pembahasan yang spesifik dalam semangat, optimisme, dan peningkatan kualitas secara spiritual dalam bingkai radio keluarga. Ini sebuah tantangan, bagi seorang anak muda berusia dibawah 20 tahun, berinteraksi, setiap hari, dengan orang-orang yang lebih matang baik secara usia mapupun pengalaman. Tantangannya tidak berhenti hanya disitu, narasumber yang didatangkan dan diajak interaksi pun orang-orang yang hebat dengan keilmuan yang pantang diragukan.

Dengan akses secara online yang saat itu mulai memberikan pengaruh dalam sistem dan tata siaran radio, saya bersyukur mendapat kesempatan ngobrol dalam talkshow dengan  Muliaman D. Hadad,  Anton Apriantono, M. Fauzil Adhim, Iman Supriyono, Akbar Muzakki, Bambang Heri, Untung Endro Cahyono, Zakaria Subiantoro, Shofwan Al Banna Choiruzzad yang sedang berada di Jepang, Muslina yang sedang berada di Toronto Kanada, Wan Zuraini Amir dari Malaysia. Interaksi dengan orang-orang hebat ini membuat saya gemas dan penasaran, dengan sumberdaya manusia kelas wahid begini, harusnya Indonesia tidak sekedar survive dalam percaturan dunia, tapi punya bekal lebih dari cukup to be the champion.

Dengan bekal ilmu kuliahan yang dilengkapi dengan sangat berlimpah dari praktek di lapangan,  selepas dari radio, saya sempat beberapa tahun menggeluti profesi bidang pemasaran, menjadi marketing manager di sebuah sekolah dasar berstandar internasional yang baru dibuka di Kota Malang, dengan diskusi langsung dengan sang owner Om Endro Pradono dan arahan intensif dari Mr. Edward Angstrong selaku konsultan, banyak hal baru yang saya petik dari profesi yang satu ini, menantang sekaligus penuh kejutan. Pada fase berikutnya, ternyata pilihan profesi menuntun saya menjadi seorang motivator, hasil dari pertemuan dengan seorang pebisnis kawakan, mantan Astra, Om Syam Machfoedz, beliau memiliki pemikiran-pemikiran yang menarik sekaligus non-konvensional, apabila kita sering bicaara mengenai “thinking out of the box”, Om Syam ini malah sepertinya tidak pernah punya “box”. Dengan sedikit pembicaraan dan arahan, beliau mampu secara meyakinkan meleading pemikiran saya, bahwa passion dan kompetensi saya adalah sebagai seorang : Motivator.

Begitu mendengar kata motivator, saat itu tentu pemikiran saya langsung menuju pada nama-nama besar yang sudah menjadi mainstream dalam profesi sebagai seorang motivator : Andrie Wongso, Mario Teguh, Tung Desem Waringin, Jamil Azzaini. Seketika bibit mental block saya muncul : “Apa ya bisa saya menjadi seperti mereka?” Ini harus ditangani dengan seksama, masa saya mau jadi motivator tapi tidak termotivasi, mereka juga pasti memulainya juga dari awal, dari bawah, dari proses, mana ada orang yang begitu lahir jadi motivator? Lahir ya jadi bayi, ya kan? James Gwee saja yang sekali bikin public event diikuti ribuan orang, awalnya hanya diikuti 7 orang, saya pun juga meniru caranya, awal saya tampil, tidak mendapat bayaran, justru harus membayar audiensnya agar tetap betah dan tidak meninggalkan lokasi sebelum materi saya selesai, wehehe, alamaak!

Nah, pertanyaan berikutnya yang harus saya jawab adalah, apa yang dilakukan oleh motivator? Pastinya tugas seorang motivator adalah memotivasi, tidak aneh, seperti inspirator kegiatannya menginspirasi, dan kolektor kegiatannya mengkoleksi. Namun bagaimana caranya memotivasi? Melalui apa? Ternyata kemudian saya pahami bahwa proses motivasi ini dilakukan melalui komunikasi. Bentuk komunikasinya bagaimana? Komunikasinya harus komunikasi yang memotivasi, yang mencerahkan, yang memberdayakan, yang menggerakkan untuk bangkit dan meraih peningkatan. Artinya sebelum memotivasi orang lain, mau tidak mau, suka tidak suka, mood atau tidak, yang namanya motivator ya harus semangat! Tantangannya pun tidak sampai disitu, motivator dituntut tidak hanya sekedar sebagai konseptor, namun harus menjadi praktisi dari bahan materi, “Walk the Talk” kalau kata kolega saya Herutomo, pencetus “Three Positive Attitude” yang terlebih dulu melanglang buana menjadi langganan mengisi training di berbagai perusahaan.

Komunikasi yang memotivasi, itu tantangannya, lebih dari sekedar bicara dan ngomong, tapi ini bicara dan ngomong yang memberi semangat, menggugah, menggetarkan, dan mampu memunculkan potensi terbaik dari seseorang. Motivator faktanya bukanlah orang hebat, tapi motivator adalah orang-orang yang mengambil sebuah komitmen, melakukan sebuah peran, dan memegang penuh tanggung jawab untuk menjadi katalis dan booster dalam rangka memunculkan kehebatan orang lain. Saya masih ingat sebuah tagline yang dipampang dalam Pesta Wirausaha di Malang bersama komunitas Tangan Di Atas pada 2011 di taman Indie Resto, dihadiri dedengkot TDA Pusat seperti bang Jay Terorrist yang mengingatkan dengan karakter kuat Danny DeVito, Kang Nukman Luthfie yang gantengnya tidak kalah sama George Clooney, Om Ade Aan yang tenang seperti Keanu Reeves, serta Bang Fauzi Rachmanto yang 11-12 sama John Travolta. Ada satu tagline Pesta Wirausaha yang melekat di benak saya sampai sekarang :

“Pemikiran Bisa Menginspirasi,

Perkataan Bisa Memotivasi,

Namun hanya tindakan yang mampu membawa kita selangkah lebih dekat neraih mimpi.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun