Sungguh di dunia ini tiada kata kebetulan
Bahkan, daun kering yang jatuh pun tak pernah luput dari kehendakNya
Aku mengilhami pertemuanku denganmu dan segala hal yang terjadi pada kita pun seperti itu
Tiada satu jenjang pendidikan yang membuat kita saling menyapa apalagi bercanda
Aku merasa Tuhan mengirimmu lewat perantara mereka yang menyambung hubungan kita
Sedikit tak masuk akal dan agak rumit, namun inilah yang mungkin dikatakan jodoh sesungguhnya
Aku tak tahu bagaimana rupamu, kepribadianmu dan juga keluargamu
Namun, itu tidak menjadi alasan aku menolakmu karena nyatanya orang tuaku menyukaimu
membahagiakan mereka adalah yang utama
senyum mereka adalah segalanya
Kulihat kau pria yang sedikit kacau dalam urusan pola hidup sehat
Tampak itu aku ketahui setelah menjadi bagian dari hidupmu
Minum kopi bagai minum air mineral, siang jadi malam dan malam jadi siang
Waktu kerjamu seakan 24 jam sehari
Sampai aku tak ingat lagi, kapan kita terakhir bercanda membahas obrolan ringan anak-anak bermain layang-layang di lapangan
Namun semua aku maklumi atas nama bagian dari tugasmu yang membentukmu seperti itu
Belum lagi aku menemukan sisi nyamanku
Tuhan menjauhkan kita dari semuanya
Kini kau siapa? Akupun terkadang tak memahaminya
Yang ku pahami kau hanyalah manusia yang Tuhan titpkan padaku agar aku bisa menjagamu
Biarpun mereka ada yang menganggap mu pembawa derita dan luka
Lantas apakah aku harus menghujatmu juga???
Tak pantas rasanya jika aku meninggalkanmu sebatang kara
Karena Tuhan telah merestui akad perjanjian kita untuk bersama baik suka maupun duka 11 tahun silam
Tahukah kalian??
Pria itu kini tak sekuat dulu
Kurus kering, kulit hitam karena terbakar semangat kerja yang tak tahu lelah demi sisa hidup yang mungkin masih bisa dibenahi
Jangan ada lagi kata menghujam dan menyayat hati, karena itu tak akan merubah segalanya
Maafkan dia, hanya itu yang bisa terucap
Dan mungkin saja kata itu tak akan kalian terima, karena awan Nimbostratus terlanjur menggumpal dan siap menurunkan uapnya menjadi tetesan air atau bahkan berupa salju
Awan itu terlalu tinggi aku tak mampu meraihnya
Jadi biarlah...
Biar awan itu pelan-pelan di bawa angin ke puncak dan di jatuhkan di sana
Tahukah kalian di mana dia sekarang??
Dia berada di seberang jauh entah dimana akupun tak pernah melihat rimbanya
Jarak dan medan terkadang menghalangi aku untuk tahu bagaimana kabarnya
Terkadang sesekali mendengar dia sakit, dan hati ini hanya bisa menjerit
Entah siapa yang berbaik hati menggantikan tugasku di sana
Kesunyian, kesendirian menjadi teman setia yang selalu menemaninya
Pria tanpa mahkota itu, menjadi tamu diantara orang asing yang 100 % beda segalanya
Pria yang tak lagi pakai sarung dan peci itu, kini melakukan segala hal yang 100 % beda dengan masa lalunya
Pria yang tak lagi duduk bersila sampai menjelang pagi itu kini mengais  rejeki yang Tuhan sebar di bumiNya
Tuhan... Ijinkan aku untuk selalu setia
Demi janji yang telah ku ucapkan padaMu tempo itu
Apapun resikonya beri aku kekuatan untuk melaluinya
Bukankah yang ku lihat menawan ternyata hanya fatamorgana??
Jadi apa bedanya mengenakan mahkota dengan topi biasa?
Semua tak ada bedanya
Ngawi, 21 Maret 2019
By: Moshrefa_siti
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H