Mohon tunggu...
Dr. Moses Simanjuntak
Dr. Moses Simanjuntak Mohon Tunggu... Konsultan - An Economist and A Statistician

Manage +/- inside me, always try to do the best, don't forget to take time to refresh (watching movies, listening to music, always making jokes as well)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Respon Bank Sentral terhadap Pandemi Virus Corona

21 Maret 2020   09:45 Diperbarui: 21 Maret 2020   09:59 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebelum WHO menetapkan kasus virus corona menjadi pandemi (11 Maret 2020), kondisi kinerja perekonomian Amerika di bawah pemerintahan Trump sudah berhasil dalam peningkatan tenaga kerja (maximum employment, a strong job market), inflasi mendekati 2% (price stability, symmetric 2 percent goal), pertumbuhan ekonomi, dan indeks pasar modal yang meningkat. 

Prestasi Trump dalam membangun perekonomian sudah lebih baik dibandingkan pendahulunya. Bank Sentral Amerika, Federal Reserve (Desember, 2019) melaporkan 4 parameter proyeksi perekonomian Amerika, sebagai berikut: "Pertama, Inflasi, pada tahun 2020 memiliki proyeksi dari mediannya hampir menyentuh rate 2%, kemudian menaik secara gradual menjadi konsisten di rate 2% pada tahun 2023, 2024, dan seterusnya (Longer run). 

Kedua, Tingkat pengangguran, pada tahun 2020 memiliki proyeksi dari mediannya hampir menyentuh rate 3,5%, kemudian menaik secara gradual menjadi konsisten di rate 4% pada tahun 2023, 2024, dan seterusnya (Longer run). 

Ketiga, Suku bunga acuan (the federal funds rate), pada tahun 2020 memiliki proyeksi dari midpointnya menyebar hampir menyentuh rate 2%, kemudian menaik secara gradual menjadi konsisten di rate interval 2% sd 3,3% pada tahun 2023, 2024, dan seterusnya (Longer run). 

Terakhir, Pertumbuhan ekonomi (change in real GDP), pada tahun 2020 memiliki proyeksi dari mediannya menyentuh rate 2%, kemudian menurun secara landai menjadi konsisten di rate 1,9% pada tahun 2023, 2024, dan seterusnya (Longer run)". 

Federal Reserve menggunakan suku bunga acuan, the federal funds rate untuk mewujudkan 2 tujuan utama kebijakan moneternya, yaitu mengendalikan inflasi yang tetap dan tingkat pengangguran yang rendah.   

Namun setelah WHO menetapkan kasus virus corona menjadi pandemi, kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkan oleh gudung putih maupun Federal Reserve tidak bisa membendung anjoknya pasar saham di Amerika yang sedang panik. 

Sehingga dengan demikian, pada umumnya investor mengalokasikan dananya pada instrumen investasi save heaven, namun jika kondisi semakin memburuk, maka investor akan lebih memilih memegang cash. 

Di tengah-tengah perselisihan antara Trump dan Powell yang sudah lebih dari setahun, dimana Trump ingin agar suku bunga acuan menjadi quantitative of easing (sangat rendah) namun disisi lainnya Powell  memilih dovish (landai), berkembanglah rumor bahwa Trump akan memecat Powell. The Washington Post (12 Maret 2020) menyatakan bahwa, "The senior Republican added that Trump has told several confidants that he wishes he could remove Powell from his post". 

Dasar hukum yang digunakan adalah, seperti yang dinyatakan oleh FOXBusiness (19 June 2019), "Under the Federal Reserve Act, which was signed into law in 1913, the president has the power to appoint seven members to the Fed's board of governors, with the approval of the Senate. It doesn't explicitly give the president the power to remove Fed members, but indicates it could be possible". 

Di saat berkembangnya rumor tersebut, Federal Reserve melakukan kebijakan moneter quantitative of easing, suku bunga rendah, yaitu 0 sd 0,25%. Namun pasar saham di Amerika merespon kebijakan moneter tersebut dengan menyatakan bahwa Federal Reserve sedang panik dalam mengambil keputusannya dan akhirnya membuat pasar saham di Amerika merasa tidak nyaman. 

Financial Times (17 Maret 2020) menyatakan bahwa, "Global stocks take fresh pummelling as Fed action fails to calm investors". Bloomberg (16 Maret 2020) menyatakan bahwa, "They blew it. The Fed panicked and the market is spooked". Empat pasar saham di Amerika mengalami koreksi tajam terhadap awal tahun (ytd, year to date),  yaitu "Pertama, Nasdaq sudah terkoreksi 23,05%. 

Kedua, S&P 500 sudah terkoreksi 26,14%. Ketiga, Dow Jones sudah terkoreksi 29,27%. Terakhir, NYSE sudah terkoreksi 31,23%" (Maret, howmuch.net). Pada akhirnya setelah melakukan kebijakan moneter quantitative of easing, maka 4 parameter proyeksi perekonomian Amerika yang sudah dirancang sebelumnya tadi, akan mengalami perubahan total.

Bank Indonesia menggunakan suku bunga acuan, BI 7 Days Reverse Repo Rate untuk mewujudkan 2 tujuan utama kebijakan moneternya, yaitu mengendalikan inflasi yang tetap dan nilai tukar dalam batas tertentu. Joseph Eugene Stiglitz di Bali (2014) menyatakan bahwa, menjadi penting bagi perekonomian Indonesia untuk tetap menjaga kestabilan nilai tukar di tengah krisis ekonomi global. 

Di saat pasar yang sedang panik, ada baiknya bahwa kebijakan moneter Bank Indonesia tidak menurunkan suku bunga acuannya, agar tidak menambah kecepatan investor asing mengalihkan dananya ke luar negeri (capital out-flow). Selama ini, dana asing yang masuk ke Indonesia dikarenakan bahwa suku bunga di Indonesia relatif tinggi, dimana bisa mencapai 2 kali lipat dibandingkan Malaysia dan Thailand. 

Bank sentral di negara industri maju melakukan quantitative of easing dikarenakan pengendalian nilai tukar bukan menjadi tujuan utama bank sentralnya. Perekonomian negara industri maju disusun dari sisi supply, sementara perekonomian negara berkembang seperti Indonesia disusun dari sisi demand. 

Jadi, ada perbedaan antara perlakuan suku bunga di negara berkembang dan di negara industri maju. Di negara berkembang, penurunan suku bunga bisa dilakukan disaat perekonomiannya sudah mulai mengalami perbaikan. 

Sementara jika terjadi kepanikan di pasar, maka langkah Bank Indonesia melakukan penurunan suku bunga acuannya akan menjadi sentimen negatif terhadap investor, yang berakibat penambahan kecepatan pengalihan dana investor ke luar negeri. Intervensi pasar dengan pengucuran cadangan devisa tidak efektif lagi, dan akan terus mengurangi cadangan devisa, yang akhirnya akan menambah kecepatan terdepresiasinya rupiah, dimana akhir minggu ini (20 Maret 2020) sudah menembus angka Rp.16.200/USD.   

Untuk menghadapi kondisi sekarang ini, ada baiknya bahwa pemerintah melakukan peningkatan komunikasi dan koordinasi antar lembaga untuk memantau dan memitigasi dampak pandemi virus corona terhadap kehidupan sosial masyarakat maupun perekonomian Indonesia. 

Memastikan ketersediaan fasilitas dan tenaga medis, khususnya untuk pasien akibat virus corona secara gratis, dan terjaminnya rantai pasok makanan yang mudah dijangkau oleh masyarakat dengan kualitas produk yang baik dan harga yang relatif tidak mahal. Peningkatan mengedukasian masyarakat mengenai the social distancing. 

Meningkatkan akses perbankan khususnya untuk UMKM. Dukungan BUMN terhadap internet murah atau gratis untuk pembelajaran online dan komunikasi antar masyarakat di medsos. Bekerja sama dengan Tiongkok untuk penanggulangan pandemi virus corona, dimana  Tiongkok sudah berhasil dan berpengalaman mengurangi kasus tersebut dengan cepat.

Untuk mengurangi dampak buruk terhadap pasar modal kita dan juga menjaga likuiditas, stabilitas pasar uang, serta sistem keuangan domestik, maka dibutuhkan stimulus kebijakan moneter dan fiskal yang mendukung peningkatan kinerja saham-saham yang bergerak di bidang perbankan, telekomunikasi, dan konsumsi. 

Ketiga sektor saham tersebut yang dominan mempengaruhi kinerja IHSG dan lebih menyentuh serta dibutuhkan oleh masyarakat di saat kondisi pandemi virus corona sekarang ini. Untuk jangka pendek, menengah, dan panjang diperlukan pembenahan terhadap pasar modal kita yang masih belum menyelesaikan permasalahan bisnis asuransi, perusahaan sekuritas, dan sistem akuntanbilitas, serta sangat dibutuhkannya perbaikan dan peningkatan sisi supply secara berkelanjutan [1,2]. Pray for the best, prepare for the worst.

Dr. Moses Simanjuntak, An Economist and A Statistician 

https://www.kompasiana.com/mosessimanjuntakh15#

Email: masconsultant@live.com

Youtube: Dr. Moses Simanjuntak, https://www.youtube.com/channel/UCUAEp6AZksOGNlq06zPq1KQ

[1] Dampak Wabah Virus Corona terhadap Perekonomian Tiongkok Serta Imbasnya terhadap Industri di Indonesia,  

[2] Perbaikan Sisi Supply Merupakan Prioritas Utama untuk Peningkatan Perekonomian Indonesia,  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun