1. YESUS dengan SINTERKLAS
Ini pencurian besar-besaran, tetapi tidak disadari. Marilah kita tengok berbagai aksesori Natal di toko-toko. Mereka menampilkan sosok kakek tua berjenggot panjang, mengenakan pakaian merah topi salju merah, mengendarai kereta yang ditarik oleh rusa, instead of Yesus.
Bahkan para guru cerita, juga di dalamnya para orangtua, yang telah diracun oleh buku-buku cerita, mereka bercerita kepada anak-anak mereka bahwa sinterklas adalah sosok yang baik hati, yang suka memberi hadiah, yang akan dimasukkan ke dalam kaos kaki. Tentu hadiah ini hanya diberikan kepada anak-anak yang baik, yang menurut kepada orangtua, yang rajin belajar, dan seterusnya.
Akibatnya, anak-anak menantikan sinterklas dibandingkan Yesus. Saya mencoba bertanya kepada beberapa anak, siapakah yang mereka nantikan pada hari Natal? Dan mereka menjawan "SINTERKLAS". Bahkan dalam perayaan Natal di Gereja, anak-anak lebih menantikan hadirnya atraksi sinterklas dbandingkan dengan mendengarkan kisah akan kelahiran Yesus.
Mengejutkan, mengerikan, tetapi nyata.
Hal yang lebih mengerikan adalah menganggap pakaian merah ala sinterklas dan seluruh aksesorisnya sebagai pakaian keagamaan. Kalau Anda tidak percaya lihatlah judul berita seperti : "Jangan Tuntut Muslim Pakai Topi Sinterklas".
Mengapa sampai ada berita seperti itu? Karena ada anggapan bahwa pakaian sinterklas adalah pakaian keagamaan, pakaian keagamaan orang katolik atau kristen. Mengapa ada anggapan seperti itu? Karena masyarakat sudah tercuri pemikirannya, mereka memahami bahwa NATAL = SINTERKLAS. Pakaian sinterklas  = pakaian Natal. Kemudianmereka menghubungkan bahwa Natal itu hanya milik orang Kristen, maka orang Muslim dilarang mengenakan topi sinterklas.
Maka tidak mengherankan kalau perayaan Natal itu identik dengan atraksi sinterklas. Bahkan tidak jarang, dalam sebuah perayaan Natal tidak ada kisah mengenai kelahiran Yesus. Biasanya, karena cerita itu dianggap kurang menarik. Yang lebih menarik adalah atraksi kakek tua berjenggot panjang alias sinterklas. Karena dia membawa kantong berisi hadiah.
Kemudian ada orang yang mencoba mencari pembenaran. Bahwa sinterklas itu pada mulanya adalah St. Nikolas. Seorang uskup yang sangat baik hati, yang suka menolong dengan membagi-bagi hadiah. Dan seterusnya dan seterusnya. Andaikata cerita ini benar; tetap saja perayaan Natal bukanlah perayaan seorang uskup yang baik hati. Perayaan Natal tetaplah perayaan kelahiran Yesus. Bahkan saya bisa berkata bahwa uskup ini juga telah mencuri perayaan Natal yang sejati.
Mereka semua tertipu, mereka semua telah tercuri pemahamannya. Sekali lagi harus diingat bahwa NATAL TIDAK SAMA DENGAN SINTERKLAS.
2. CHRISTMAS WITHOUT CHRIST