Berawal dari Kesal kepada Teman
Gitar telah akrab di masyarakat Batak sejak abad ke-18. Di Tapanuli Utara, Sumatera Utara ada beberapa rumah pengrajin gitar. Salah satunya dikenal dengan merk Gitar Sipoholon.
Bengkel Gitar Sipoholon tertua ada di Jalan Balige-Tarutung, Desa Hutauruk, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Berdiri sejak tahun 1954 yang dirintis oleh almarhum Kahral Hutagalung.
Selain gitar, Kahral juga ahli membuat piano gereja atau disebut poti marende. Tak terhitung gitar karya tangannya yang sudah dipetik orang.
Bengkel itu dirintisnya sejak masih anak muda. Awalnya termotivasi karena rasa kesal kepada seorang teman yang menuntut gitarnya yang dirusak oleh Kahral harus diganti dengan gitar baru. Temannya itu tidak mau diganti rugi dengan uang.
Karena saat itu gitar masih jarang dan mahal. Makanya Kahral bertekad untuk dapat membuat sendiri gitar penggantinya.
Dengan basic keterampilan merakit senapan dan pernah dikirim ke Jepang untuk bekerja membuat senapan, Kahral pun mulai mencobanya.
Awalnya sangat sulit, berbagai cara dan jenis kayu dicoba. Tetapi masih gagal. Apalagi saat itu peralatan kerja masih tradisional. Bahkan listrik belum masuk ke kampung itu.
Alat yang digunakan serba manual, seperti pahat, gergaji, ketam, pengecatan, dan lainnya.
Setelah banyak percobaannya gagal, akhirnya dia berhasil. Kahral pun berani membuka bengkel pembuatan dan reparasi gitar dan poti marende.
Keterampilannya terus diasah. Beberapa tahun kemudian bengkelnya menerima orderan pembuatan biola, mandolin, keroncong, kecapi, seluring, kontra bass, serta servis senapan angin.
Sang maestro yang otodidak itu meninggal dunia pada tahun 2007. Selain pengrajin gitar, Kahral Hutagalung juga dikenang sebagai seorang veteran.
Diteruskan oleh Putranya
Sekarang bengkel itu diteruskan oleh salah satu putranya yang bernama panggilan Bapak Kristian Hutagalung.
Menukangi sebuah gitar dengan suara bagus bukan perkara mudah. Bapak Kristian belajar membuat gitar sejak kelas 3 SMA. Dibawah arahan sang ayah, butuh lima tahun baginya untuk terampil.
Memang kelihatan gampang. Mungkin seorang tukang perabot dapat membuat gitar, tetapi itu hanya sebatas berbentuk sebuah gitar. Bagaimana dengan suara yang dihasilkan dan kekuatannya?
Saat masih tahap belajar, Bapak Kristian sendiri mengaku banyak mendapat keluhan dari pemesan. Baru seminggu dipakai, gitar yang dibuatnya itu sudah rusak. Ada yang suaranya melempem, fals, stangnya bengkok, lemnya lepas, dan keluhan lainnya.
Ada beberapa tahap membuat sebuah gitar akustik. Diawali dari menyiapkan bahan kayu dari sebuah lembaran papan. Papan itu kemudian dibelah dan dipotong sesuai ukuran dan model yang diinginkan.
Pertama untuk bagian waist atau lapisan pinggang yang melingkar. Kemudian bagian top atau body depan (sound hole/lubang suara) dan bagian belakang.
Lalu membentuk neck atau batang/stang, sekaligus dengan headstock, heel dan strap. Setelah seluruh bagian terpadu, kemudian dihaluskan dengan amplas dan proses pengecatan.
Kalau tahap bodi itu beres, barulah pemasangan komponen nut, fret, tuning keys, bridge pins, saddle, dot positions, pickguard, binding, dan strings. Dalam hal pemasangan semua komponen itu memiliki tehnik khusus dan dengan pengukuran yang akurat.
Kualitas suara sebuah gitar itu ditentukan sejak awal, pemilihan kayu bahan baku. Kemudian cara pemotongan tepat, perekatan, dan penghalusan.
Ada dua model bagian top, disambung atau sebadan. Yang model sebadan lebih sulit. Untuk menukangi sebuah gitar yang bagus membutuhkan waktu sekitar 1 bulan. Sedangkan untuk yang standar, sepekan dapat selesai.
Harga gitar buatan Bapak Kristian dibandrol mulai dari Rp 800 ribu hingga yang termahal Rp4,5 juta per unit. Harga itu sesuai dengan jenis kayu, tingkat kesulitan pembuatan, dan modelnya.
Tantangan di Era Milenial
Kalah canggihnya peralatan kerja itu lantas mempengaruhi kuantitas produksi. Permintaan banyak, tapi karena kemampuan produksi terbatas, maka tidak semua orderan dapat dipenuhi.
Dengan dibantu 5 karyawan, bengkelnya hanya bisa memproduksi sekitar 20 unit gitar dalam sebulan. Itu untuk gitar yang rata-rata seharga Rp800 ribu-Rp1,5 juta, atau kualitas yang standar hingga menengah.
Selain dari kawasan Tapanuli, peminat gitar ini juga datang dari Pekanbaru, Medan, Jakarta, Bandung, Bali, Batam, dan daerah lainnya.
Ia berharap pemerintah dapat memfasilitasi para pengrajin seperti dirinya untuk bisa ikut pelatihan. Juga diberi kesempatan studi banding ke rumah produksi gitar yang canggih.
Persoalan lain adalah semakin langkanya bahan kayu. Sejak awal diproduksi, Gitar Sipoholon hanya menggunakan kayu nangka, ingul, dan goti.
Untuk membuat 1 unit gitar akustik standar dibutuhkan 1 lembar kayu papan sepanjang 2 meter. Kayu terbaik adalah yang sudah cukup tua. Dengan memperhatikan serat, struktur, kekerasan, dan kandungan airnya.
Tetapi ketiga jenis kayu itu sekarang minim penanaman baru. Sementara penebangan, baik untuk pesanan pengrajin gitar maupun untuk pembukaan lahan, terus terjadi. Padahal jika beralih ke jenis kayu lain, itu akan menambah biaya produksi.
Bapak Kristian punya mimpi suatu saat nanti gitar buatannya bisa masuk ke pasar global dan dipakai oleh para gitaris ternama. Tidak sekedar pengiring nyanyian di warung tuak. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H