Tantangan di Era Milenial
Kalah canggihnya peralatan kerja itu lantas mempengaruhi kuantitas produksi. Permintaan banyak, tapi karena kemampuan produksi terbatas, maka tidak semua orderan dapat dipenuhi.
Dengan dibantu 5 karyawan, bengkelnya hanya bisa memproduksi sekitar 20 unit gitar dalam sebulan. Itu untuk gitar yang rata-rata seharga Rp800 ribu-Rp1,5 juta, atau kualitas yang standar hingga menengah.
Selain dari kawasan Tapanuli, peminat gitar ini juga datang dari Pekanbaru, Medan, Jakarta, Bandung, Bali, Batam, dan daerah lainnya.
Ia berharap pemerintah dapat memfasilitasi para pengrajin seperti dirinya untuk bisa ikut pelatihan. Juga diberi kesempatan studi banding ke rumah produksi gitar yang canggih.
Persoalan lain adalah semakin langkanya bahan kayu. Sejak awal diproduksi, Gitar Sipoholon hanya menggunakan kayu nangka, ingul, dan goti.
Untuk membuat 1 unit gitar akustik standar dibutuhkan 1 lembar kayu papan sepanjang 2 meter. Kayu terbaik adalah yang sudah cukup tua. Dengan memperhatikan serat, struktur, kekerasan, dan kandungan airnya.
Tetapi ketiga jenis kayu itu sekarang minim penanaman baru. Sementara penebangan, baik untuk pesanan pengrajin gitar maupun untuk pembukaan lahan, terus terjadi. Padahal jika beralih ke jenis kayu lain, itu akan menambah biaya produksi.
Bapak Kristian punya mimpi suatu saat nanti gitar buatannya bisa masuk ke pasar global dan dipakai oleh para gitaris ternama. Tidak sekedar pengiring nyanyian di warung tuak. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H