Mohon tunggu...
Marihot Simamora
Marihot Simamora Mohon Tunggu... -

Wiraswasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gelisah di Dusun Sosor Topi Aek

4 Februari 2019   21:55 Diperbarui: 5 Februari 2019   02:33 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun kematian sang penguasa kampung itu sempat dirahasiakan. Hanya keluarga terdekat saja yang mengetahuinya. Pihak keluarga kemudian menguburkan jasadnya secara diam-diam di suatu tempat.

"Itulah juga yang menjadi pergumulan bagi kami pomparan-nya (keturunannya) sampai sekarang. Karena kami sendiri belum tahu dimana makam dari Oppu Mallotom. Karena saat dia meninggal, jasadnya dikubur secara diam-diam oleh keluarga pada malam hari. Itu dilakukan agar kematiannya tidak diketahui pihak Belanda. Kami sudah berupaya mencari makamnya, tapi belum ditemukan," kata Tapar Marisi, diamini seorang kerabatnya Reynold Hutabarat (46).

Mengapa kematian itu dirahasiakan tentunya punya alasan. Menurut Tapar Marisi dan Reynold, jika kematian Oppu Mallotom diketahui warga kampung, apalagi oleh pihak Belanda, maka dikhawatirkan terjadi gejolak dan keributan.

Dan sebelum wafat, Oppu Mallotom masih sempat mewariskan jabatan kapala nagari kepada adiknya, Oppu Rumah Gajah. Oppu Mallotom tak ingin jabatannya itu jatuh ke pihak lain. Sebab memang banyak orang yang mengincar posisi berpengaruh itu.

"Sebelum beliau meninggal, besluit-nya (surat pengangkatan sebagai kapala nagari) diberikan kepada adiknya Oppu Rumah Gajah. Makanya untuk beberapa lama orang tidak tahu, bahkan pihak Belanda, bahwa Oppu Mallotom sebenarnya sudah meninggal," timpal Reynold Hutabarat.

Saat Terang Bulan, Perempuan Itu Bernyanyi dan Menari

Meski leluhurnya adalah seorang kapala nagari, tetapi sekarang kehidupan sosial dan ekonomi warga Dusun Sosor Topi Aek begitu terpuruk. Ditambah lagi sejak 25 tahun lalu muncul sebuah fenomena psikologis. Warganya banyak mengalami gangguan kejiwaan.

Raut wajah Boru Simorangkir pun berubah. Gurat keriput di keningnya bergerak.

"Dang huboto hami amang, mungkin nunga nasib nami songon on. Hape sude na malo-malo do di parsikolaanna (Kami tidak tahu, mungkin sudah seperti itulah nasib kami. Padahal semua pintar semasa sekolah)," ujar Boru Simorangkir ketika ditanya perihal penyakit itu.

Wajahnya memancarkan kesedihan mendalam. Dengan mata berkaca-kaca dia menceritakan bahwa tadinya ia memiliki enam anak. Tetapi tiga diantaranya berakhir menyedihkan, mengalami gangguan jiwa.

Awalnya putra keduanya yang terserang penyakit itu. Saat itu usianya 25 tahun. Dua tahun kemudian, pria malang itu meninggal dunia. Saat itu ia masih lajang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun