Mohon tunggu...
Icompass
Icompass Mohon Tunggu... -

-

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Jokowi/Ahok Penyebar Isu SARA?

5 September 2012   09:48 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:53 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tim/simpatisan/kubu Jokowi/Ahok adalah penyebar isu2 SARA terhadap mereka sendiri karena pada akhirnya mereka yang diuntungkan.

Itulah yang diopinikan oleh Adi Supriadi(saya singkat AS) di dalam tulisan2nya berjudul:

- Isu SARA di Pilkada DKI Merupakan Strategi Marketing Ahok?
- Masih Soal Rhoma & Sara, Jika Sebelumnya Ahok Melucu Kini Menggelikan
- kampanye-hitam-jokowi-merupakan-strategi-marketing-ahok
- dan tulisan2 dia lainnya yg dpt anda temukan bila anda menemukan artikel dia di Kompasiana.

Di artikel dia pertama(Isu SARA ...) Bung AS juga mencantumkan dua artikel yang ditulis oleh Geterudis Laka (Saya singkat GL) yang AS pakai untuk mendukung opininya. Artikel Bung GL itu berjudul:
- Siapa “Desainer Isu SARA” di Pilkada DKI Jakarta?
- Isu SARA Pilkada DKI; Dari Mana Berawal dan ke Mana Berujung?
Artikel2 di atas memang sudah agak lama (awal Agustus dan ada yang lebih awal lagi) tetapi karena saya baru baca, saya merasa gatal untuk mengomentarinya atau lebih tepatnya meng-counter opininya. Saya akan membahas artikel Bung AS terlebih dulu dan kemudian artikel Bung GL.

I Bahasan Terhadap Tulisan Adi Supriadi(AS)


Pertama tama saya ingin menjelaskan di mana posisi Bung AS di dalam pilkada ini, untuk itu saya akan mengutip peryataan dia:
"Sekali lagi, Saya tidak membenci siapapun dalam hal ini, tetapi itu semua terserah Anda, Anda boleh mengklaim, menuduh, memvonis Saya, itulah Hak Anda. Saya hanya membenci “Sandiwara Politik”, “Siasat Politik” yang keji dalam bentuk apapun. Tidak ada kepentingan Penulis terhadap Pilkada DKI, Karena Saya bukan penduduk Jakarta, Penulis mencoba menyampaikan hal-hal yang perlu disampaikan ke Publik, bahwa Konspirasi Politik itu ada, berbentuk drama dan Sandiwara yang dilakukan oleh Para Politisi, terutama Politisi yang Liberalis Sekular."


Dari pernyataan di atas jelas, Bung AS bukan pemilih, dan saya yakin dia tidak menuliskan ini atas dasar kebencian kepada pihak Jokowi/Ahok terutama Ahok (karena tulisan dia banyak menyerang Ahok). Tetapi bukan pemilih bukan berarti tidak ada kepentingan seperti yang Bung AS ungkapkan, tidak ada netralitas dalam tulisannya. Dari apa yang saya baca dari tulisan Bung AS lainnya, saya menyimpulkan bahwa dia orang yang mencintai agamanya(Islam) dan saya percaya dia menjalankannya juga, dan dia ingin umat Islam juga mempunyai visi yang sama dengan dia. Jadi kepentingan dia dalam pilkada ini adalah supaya pilkada ini tidak dimenangkan oleh pihak Jokowi/Ahok yang didukung oleh PDIP/Gerindra yang dicap Bung AS sebagai Liberalis Sekular yang dianggap anti Islam.

Untuk membangun opini pembaca melawan Jokowi/Ahok Bung AS melontarkan suatu ide bahwa ada "Sandiwara Politik" dimana pihak Jokowi/Ahok sengaja menggulirkan isu SARA ke arah mereka sendiri karena itu akan menguntungkan mereka. Berikut adalah langkah2 Bung AS dalam menggiring opini pembacanya untuk melawan Jokowi/Ahok:
1. Mengutip wawancara Ahok dengan Metro TV ( Fenomena Ahok Part 3 http://www.youtube.com/watch?v=AItJ74SzAV4&feature=channel&list=UL ). Berikut kutipan dari Ahok:
"Saya lebih suka melawan yang pake agama untuk menyerang saya, Karena kalau menyerang Agama, Rakyat akan melihat Kelakuannya, Jika Kelakuan Anda tidak Sesuai, selesai anda, waah enak kampanye kaya ghitu, saya suka, saya suka”
Background wawancara tersebut adalah Ahok menceritakan pengalaman dia ketika dia mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur Bangka-Belitung. Banyak isu SARA yang menerpa dia, kemudian ada kecurangan pada waktu pemilihan, pengajuan kasus tersebut ke MA, diikuti dengan ancaman kerusuhan yang mengakibatkan mundurnya Ahok dari pencalonan (Saya sarankan anda melihat lengkapnya di Youtube, panjang 10 menit 12 detik, hati2 dengan versi yang diedit yang lebih pendek). Pernyataan Ahok di atas adalah berdasar observasinya bahwa isu SARA bisa jadi bumerang bagi yang melontarkannya bila yang melontarkan isu SARA tersebut terbukti kelakuannya tidak benar.
2. Mengutip AHok dari http://pilkada.kompas.com/berita/read/2012/05/06/17103915/Ahok.Warga.Jakarta.Cerdas.dan.Bisa.Menilai
“Warga Jakarta sudah cerdas. Mereka bisa menilai orang yang ingin menang dengan cara menzalimi orang lain tidak akan dipilih,”
Background berita ini adalah tanggapan Ahok terhadap black campaign yang mengarah ke arah Jokowi
3. Dari pendapat2 Ahok di atas, Bung AS lalu mengajak pembacanya untuk mencurigai Ahok dengan alur logika begini:
Ahok pernah menyatakan bahwa dia suka bila ada isu SARA melawan dia karena itu akan berbalik melawan pelontar isu (lihat 1 di atas), dia juga tahu bahwa akan ada bumerang bagi yang menzalimi pihak lain.
Karena itu bila pihak Ahok dengan sengaja dan sembunyi2 melontarkan isu SARA atau black campaign yang menghantam pihaknya, orang akan segera menuduh kubu/simpatisan Foke sebagai pelakunya. Hal ini akan berakibat pemilih merasa anti terhadap Foke dan simpati terhadap Jokowi.
4. Menyatakan bahwa kasus Rhoma sengaja dibesar besarkan oleh pihak Ahok atau pendukungnya
Ini kutipannya:
"... Intai semua penceramah di Masjid-masjid dan setelah ada orang yang bisa dijadikan contoh untuk diadili karena SARA (Contoh Rhoma IRAMA), maka serang balik."
5. Menyatakan bahwa komentar pihak Jokowi/Ahok yang tidak mengecam Rhoma sebagai pencitraan, di satu sisi memuji muji Rhoma, tetapi di sisi lain mengajukan Rhoma ke Panwaslu, di satu sisi mengecam SARA, di sisi lain menghembuskan isu SARA.

II Sanggahan Terhadap Tulisan Adi Supriadi(AS)


Pertama, perlu saya tekankan di sini bahwa tuduhan Bung AS ini semuanya tidak berdasar pada temuan fakta melainkan pada prasangka dan teori konspirasi. Sejauh ini polisi tidak dapat menemukan pelaku penyebaran selebaran black campaign dan SARA, satu2nya fakta yang didapat saat ini adalah ceramah Rhoma. Saya tidak ingin membahas apakah masalah ajakan memilih pemimpin muslim itu SARA atau kampanye karena Panwaslu sudah membebaskan Rhoma dari tuduhan kampanye, sedangkan hal lainnya itu hak umat Islam. Tetapi kalau anda lihat ceramah Rhoma (cari di youtube), di situ ada terkandung fitnah (terhadap ibu Jokowi), kebohongan/kebodohan mengenai Singapura, dan hasutan bahwa bila Jakarta dikuasai secara ekonomi/politik oleh Cina (maksudnya Ahok) maka Jakarta akan memisahkan diri dari Indonesia seperti Singapura memisahkan diri dari Federasi Malaysia (ini adalah kebohongan, yang benar adalah Singapura didepak dari Federasi Malaysia karena perbedaan ideologi, silakan lihat Google).
Isu mengenai agama(terutam Kristen, dan akhir2 ini Ahmadiyah dan Syiah) dan ras(terutam Cina) adalah isu yang subur berkembang di kalangan kelompok2 tertentu di indonesia. Ini sudah terjadi sejak jaman orde baru dan makin subur sejak jatuhnya orde baru. Jadi isu SARA memang sering muncul kerena selalu dikait kaitkan dengan isu sosial. Beberapa konflik sosial antara preman dan beberapa santri akan diarahkan ke konflik agama lewat publikasi (di kalangan golongan tertentu) yang menyatakan bahwa preman itu Kristen. Peristiwa Rohingnya juga mengakibatkan pengrusakan terhadap sebuah klenteng. Kalau Yusuf Kalla tidak mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan kondisi sebenarnya, kejadian ini akan terus dipakai untuk melakukan unjuk gigi oleh golongan tertentu. Kalau anda membaca website orang2 golongan tersebut anda akan melihat saratnya isu agama dan ras yang dihembuskan mereka (saya tidak cantumkan website mereka karena saya tidak mau promosi). Lantas apa hubungannya dengan Pilkada? Di luar konteks Pilkada, isu SARAsering dimainkan, tidak usah heran jika ada isu SARA di Pilkada ini terutama dengan munculnya Ahok. Saya percaya bukan pihak Jokowi/Ahok yang menggulirkan black campaign SARA, bukan pula pihak Foke. Alasan yang paling gampang dan naif(tapi rasional) adalah bagaimana bila polisi yang mengusut tiba tiba jadi pintar dan menemukan biang kerok black campaign itu adalah Jokowi/Ahok atau Foke, tentu karir politik mereka akan hancur, ini adalah resiko yang terlalu besar untuk penambahan suara yang tidak seberapa.

Karena selama ini terbukti isu SARA terhadap Jokowi/Ahok menguntungkan mereka, apakah berarti mereka melakukannya secara diam2?

Saya tidak akan memakai teori konspirasi ala Bung AS. Saya akan berpikir secara simple dan rasional.

Isu agama/ras tidak perlu dikeluarkan oleh Ahok, karena akan keluar dengan sendirinya (seperti yang telah saya jelaskan di paragraf sebelumnya). Lihat saja putaran pertama, ketika pemain masih banyak, sudah ada isu betawi vs jawa, orang lokal vs orang daerah. Buat apa susah2 memonitor pengajian2 untuk menangkap ustadz2 berceramah SARA. Isu ini akan keluar dengan sendirinya, saya justru curiga bahwa video itu sengaja dikeluarkan Rhoma supaya dia dapat publikasi gratis dari media, bukankah di akhir ceramahnya dia menyuruh peserta ceramah untuk menyebarkan ceramahnya? Tidak ada cara yang lebih cepat menyebarkan pesan ini selain melaui media sosial dan surat kabar. Mungkin anda bertanya, apakah Rhoma tidak takut Panwaslu? Takut apa? kalau dilepas bagus, kalo dipenjara juga dia jadi pahlawan. Jadi win-win situation.

Kemudian, untuk melakukan aksi SARA serta black campaign lainnya perlu biaya, waktu, dan tenaga untuk perencanaan, operasi, monitoring, kehati-hatian. Lebih mudah mengkhayal daripada melakukannya. Kemudian apakah hasilnya sepadan dengan usahanya? Orang jahatpun mempertimbangkan faktor ekonomi suatu usaha, hasil yang diperoleh harus lebih besar dari usaha/biaya yang dikeluarkan. Nah saya sudah jelaskan kerumitan menjalankan black campaign, jelas memerlukan  biaya/tenaga/waktu yang besar. Sekarang apa hasil yang akan diperoleh Jokowi/Ahok bila mereka benar melakukan black campaign? Dari black campaign/SaRA akan ada pendukung yang bertambah tapi juga ada yang berkurang. Jumlah netto dukungan karena hasil black campaign susah diukur secara kuantitas. Jadi biaya yang dikeluarkan untuk black campaign bisa diukur tetapi hasilnya tidak bisa, sehingga secara ekonomi melakukan hal ini tidak dapat dipertanggungjawabkan. Berbeda dengan kampanye, dengan bertemu penduduk dan menjual program akan lebih produktif. Apakah pemilih mempunyai tanggapan positif juga dapat segera diketahui dengan kampanye temu muka. Dan itulah yang Jokowi/Ahok pilih untuk lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun