Pemilihan umum (pemilu) sebenarnya sudah ada sejak lama
Cara yang dilakukannya tidak sama seperti saat ini. Setidaknya hal ini dapat ditelusuri kembali ke sejarah politik Islam saat itu.
Ada beberapa cara untuk mengangkat kepala negara. Tentang mekanismenya
Ada tiga metode pemilihan yang tercantum dalam literatur klasik, dan metode inilah yang dikembangkan dalam tradisi Sunni.
 Pertama, inisiasi dilakukan oleh ahlul halli wa al aqdi. Ketika panitia ini sudah mengikrarkan kesetiaan kepada seorang pemimpin dan kemudian diikuti oleh semua orang, maka pemilu jenis ini dianggap sah. Cara ini digunakan untuk mengucapkan baiat kepada para sahabat Nabi Abu Bakar al Siddiq dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA.
Dari sudut pandang masa kini, terpilihnya Abu Bakar setelah melalui perundingan yang cukup sulit mengenai cara dan prosedurnya mirip dengan pemilu Majelis Nasional saat ini. Akan dibentuk panel khusus untuk menentukan apakah seorang calon pemimpin layak atau tidak dengan cara menguji kemampuan calon tersebut sebelum dinyatakan memenuhi syarat.
atau tidak mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Kedua, pengangkatan pemimpin sebelumnya (istikhlaf). Istikhlaf merupakan suatu sistem pemilihan pemimpin melalui pencalonan (rekomendasi) oleh
Mantan pemimpin. Hanya kadang-kadang berbentuk penyebutan kualitas pemimpin masa depan yang akan diangkat. Metode ini juga dikenal
dengan istilah wilayat al-'ahdi. Dalam sistem pemerintahan Islam, metode pemilihan
hal seperti ini terjadi dua kali, terutama pada masa terpilihnya Umar bin Khattab. Ketiga, usulan seorang pemimpin adalah membentuk tim yang terdiri dari Ahlul Halli wa al-Aqdi untuk memilih seorang pemimpin di antara mereka, setelah itu Ahlul Halli Wa Al-Aqdi mengucapkan sumpah setia dan kemudian seluruh dunia menaatinya. Ini terjadi saat berkencan
Utsman bin Affan
 Selain alasan di atas, Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, namun Indonesia bukanlah negara yang berdasarkan hukum Islam, bangsa Indonesia juga mempunyai cita-cita lain yaitu Negara Pancasila, Partai-partai di Indonesia yang berdasarkan pada kebangsaan. Ada sebagian komunitas Muslim yang menganggap isu demokrasi, pemilu, dan partai politik adalah bagian dari peradaban Barat dan harus dihindari semua pihak. Oleh karena itu, sebagian umat Islam Indonesia beranggapan bahwa ikut serta dalam pemilu tidak wajib, bahkan ada pula yang berpendapat haram.
 Di sisi lain, ada juga kelompok yang menganggap demokrasi adalah sistem yang paling sesuai dengan ajaran Islam, sehingga tidak ada jalan lain untuk memperjuangkan aspirasi Islam selain mengikutinya. Pemanfaatan dan pendayagunaan sebaik-baiknya sarana politik yang dimiliki umat Islam adalah wajib, sekecil apapun peluang yang ada (maa la yudraku kulluhu laa tatruk kulluh). Fasilitas ini sudah ada di hadapan kita dan dapat diamati secara menyeluruh serta tidak ada faktor penghambatnya. Kita juga bisa bersama-sama mengikuti kaidah fiqih, khususnya "maa la yatim piatu al-wajib illa bihi fa huwa wajib"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H