[caption id="attachment_339956" align="alignnone" width="600" caption="Pencitraan naik Bajaj, Aslinya Jet Sewaan"][/caption]
Jelang kampanye pemilihan Presiden kali ini banyak data menarik yang muncul tentang jati diri para Capres. Selain berbagai kampanye hitam, anggota tim sukses mulai saling serang dan menunjukkan borok masing-masing lawan.
Untuk masalah yang terakhir ini, Â kalau serangan berdasarkan fakta tidak masuk dalam kategori kampanye hitam, tapi kampanye negatif. Kampanye model begini harus didorong supaya publik makin tahu dan sadar, siapa Capres yang akan dipilih.
Ceritanya menjadi menarik, karena antara Prabowo dan Jokowi pernah bahu membahu dalam satu kubu ketika mereka bertempur pada Pilkada DKI. Jadi sebenarnya mereka relatif sangat tahu "rahasia dapur" yang selama ini tidak banyak diketahui publik. Hanya dalam kasus ini Prabowo agak diuntungkan.
Dari berbagai media sudah terungkap fakta, bahwa sebenarnya  Prabowo sangat berperan menjadi King Maker dengan menjadikan Jokowi sebagai Gubernur DKI. Prabowo  yang ngotot minta ke Megawati bahkan sampai mengeluarkan modal yang cukup besar untuk menjadikan jokowi sebagai Gubernur DKI.
Alasannya Jokowi adalah figur jujur dan berprestasi. Dan itu dibutuhkan oleh warga Jakarta. Alasan yang sama juga dikemukakan oleh Prabowo ketika mencabut Ahok kader Golkar menjadi pendamping Jokowi dari Gerindra.
Jadi sesungguhnya kalau melihat niat awal, peristiwa naiknya Jokowi menjadi Gubernur DKI adalah aliansi "orang baik" untuk tujuan yang baik.
Tapi penilaian itu agaknya harus mulai kita revisi. Melalui beberapa orang dekat Prabowo maupun Jokowi mulai terungkap siapa sesungguhnya mereka.
Luhut Panjaitan Wakil Ketua Dewan Pembina Golkar yang menyeberang ke Jokowi menyebut Prabowo adalah figur yang temperamental: lebih lengkap klik di sini .
Omongan Luhut dipastikan sahih karena dia pernah menjadi Komandan Prabowo ketika masih sama-sama di Pasukan khusus TNI AD. Prabowo juga disebut sebagai figur pelanggar HAM karena dituduh terlibat dalam penculikan sejumlah aktivis: Â http://m.jpnn.com/news.php?id=237969
Sementara figur Jokowi yang selama ini terkesan polos, jujur dan lugu adalah figur yang tidak tahu berterima kasih (lengkapnya klik sini) Â dan yang sangat mengagetkan, ternyata dia figur pembohong.
Yang membuat pengakuan adalah orang-orang dekat Jokowi, yakni Naniek S Dyang wartawan yang jadi tim suksesnya pada Pilkada DKI dan Hashim Djoyohadikusumo yang jadi penyandang dananya.
Belakang terungkap dari Hashim bahwa ia menggelontorkan uang yang cukup banyak untuk pencaguban Jokowi: http://bit.ly/1iMUJCK. Tuduhan ini menjadi cukup serius karena dana kampanye yang dilaporkan oleh Jokowi jauh lebih kecil: http://bit.ly/1kjLZtg.
Bayangkan berapa besar dana yang dikeluarkan oleh Jokowi selama pilkada DKI. Kalau untuk kendaraan saja mencapai Rp 52.5 milyar, berapa dana iklan media massa, iklan media luar ruang, relawan, saksi dll.
Padahal seperti diatur dalam undang-undang laporan palsu tentang dana pemilu bisa dipidana http://bit.ly/1mKQRVC.
Nah dengan waktu yang tersisa sebelum 9 Juli diharapkan makin banyak kampanye negatif yang muncul, sehingga publik makin tau siapa yang akan dipilih.
Jadi mau pilih siapa? Capres tegas tapi temperamental, atau Capres yang terkesan lugu, polos dan  jujur, tapi belakangan terungkap haus kekuasaan dan suka berbohong?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H