Dalam era digital yang semakin kompleks dan cepat berkembang, arus informasi bergerak tanpa batas, menjangkau semua kalangan di seluruh dunia. Namun, kebebasan akses informasi ini juga membawa tantangan besar, seperti maraknya hoaks, ujaran kebencian, dan disinformasi. Salah satu nilai Pancasila yang paling relevan untuk menanggulangi fenomena ini adalah sila kedua, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab." Sila ini mengandung prinsip-prinsip dasar tentang bagaimana kita seharusnya memperlakukan sesama dengan adil, empati, dan berlandaskan moralitas dalam interaksi sehari-hari, termasuk di dunia digital. Untuk memahami bagaimana sila kedua Pancasila dapat membantu menangkal hoaks, kita perlu menganalisis isu ini secara mendalam dan melihat bagaimana langkah-langkah praktis dapat diterapkan.
Fenomena Hoaks dalam Era Digital
Hoaks atau berita bohong bukanlah hal baru. Namun, keberadaan teknologi digital dan media sosial telah mempercepat penyebarannya hingga ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hoaks menyebar dengan cepat melalui platform seperti WhatsApp, Facebook, Twitter, dan Instagram, sering kali tanpa diverifikasi terlebih dahulu. Menurut data dari Kominfo (2022), selama tahun 2020 hingga 2021, terdapat lebih dari 2.000 laporan hoaks yang beredar, terutama terkait dengan kesehatan, politik, dan ekonomi. Salah satu contoh nyata adalah hoaks terkait vaksinasi COVID-19, yang menyebarkan ketakutan dan kebingungan di masyarakat.
Dalam konteks dunia pendidikan, khususnya di SMK Perikanan, hoaks bisa muncul dalam bentuk disinformasi terkait teknologi perikanan, kebijakan pemerintah, atau praktik budi daya yang tidak benar. Jika tidak ditangkal, penyebaran informasi yang salah ini dapat merugikan siswa dan masyarakat, menciptakan miskonsepsi yang bertahan lama, dan berpotensi merusak industri perikanan secara keseluruhan.
Relevansi Sila Kedua dalam Menghadapi Hoaks
Sila kedua, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab," mengajarkan nilai-nilai dasar yang penting untuk membangun interaksi yang sehat dan bertanggung jawab, termasuk dalam ruang digital. Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini antara lain adalah empati, keadilan, kejujuran, dan penghargaan terhadap hak-hak orang lain. Jika nilai-nilai ini diterapkan secara konsisten, masyarakat akan lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi dan lebih peduli terhadap dampak dari tindakannya.
Hoaks dan disinformasi sering kali melanggar prinsip kemanusiaan karena menyebarkan kebohongan yang bisa merugikan banyak orang. Misalnya, penyebaran hoaks tentang kualitas produk perikanan dapat merusak reputasi nelayan dan pembudidaya yang bergantung pada kepercayaan konsumen. Dengan menerapkan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, masyarakat diajak untuk selalu berpikir kritis dan bertanggung jawab sebelum membagikan informasi, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan orang lain.
Dampak Hoaks Terhadap Masyarakat
Hoaks memiliki dampak yang luas, baik secara individu maupun sosial. Beberapa dampak negatif dari hoaks di era digital antara lain:
1. Merusak Kepercayaan Publik
Penyebaran hoaks dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi, pemerintah, dan bahkan sesama warga. Misalnya, hoaks tentang kebijakan pemerintah di sektor perikanan dapat memicu protes atau ketidakpuasan yang sebenarnya tidak berdasar.
2. Memicu Konflik Sosial
Hoaks sering kali mengandung ujaran kebencian yang ditujukan kepada kelompok atau individu tertentu. Hal ini dapat memicu konflik horizontal di masyarakat, seperti yang sering terjadi akibat hoaks bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
3. Membahayakan Kesehatan Publik
Hoaks terkait kesehatan dapat berdampak serius pada keselamatan masyarakat. Contohnya adalah informasi palsu tentang pengobatan penyakit tertentu yang bisa membuat orang enggan mencari bantuan medis yang sebenarnya diperlukan.
4. Menghambat Kemajuan Pendidikan
Di lingkungan pendidikan, hoaks dapat menghambat proses pembelajaran. Siswa yang terpapar informasi salah akan memiliki pemahaman yang keliru dan sulit diperbaiki.
Di sisi lain, jika nilai-nilai kemanusiaan diterapkan dengan baik, masyarakat akan lebih kritis dan bijaksana dalam menyaring informasi. Dampak positifnya adalah terciptanya ruang digital yang lebih sehat, di mana informasi yang benar dan bermanfaat dapat mendukung perkembangan sosial dan ekonomi.
Solusi Berbasis Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Untuk menangkal hoaks dengan menerapkan nilai-nilai kemanusiaan, diperlukan langkah-langkah konkret yang dapat dilakukan di berbagai level, termasuk sekolah, komunitas, dan individu. Berikut adalah beberapa solusi yang bisa diterapkan di SMK Perikanan dan masyarakat luas:
1. Edukasi Literasi Digital
Literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses, memahami, dan menggunakan informasi secara bijaksana di dunia digital. Di SMK Perikanan, guru dapat mengintegrasikan literasi digital ke dalam mata pelajaran seperti Teknologi Informasi atau Pendidikan Kewarganegaraan. Siswa diajarkan cara memverifikasi informasi, memahami sumber yang kredibel, dan mengenali tanda-tanda hoaks. Dengan pemahaman ini, siswa akan lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi.
2. Penguatan Nilai Empati dan Moralitas
Guru dapat mengajarkan pentingnya empati dan tanggung jawab dalam berinteraksi secara daring. Siswa diajak untuk memikirkan dampak dari setiap informasi yang mereka sebarkan terhadap orang lain. Diskusi dan simulasi kasus nyata tentang hoaks dapat membantu siswa memahami konsekuensi dari penyebaran informasi palsu.
3. Kampanye Anti-Hoaks di Sekolah
Sekolah dapat mengadakan kampanye rutin untuk melawan hoaks, seperti lomba membuat poster atau video edukasi tentang bahaya hoaks dan cara menanganinya. Melibatkan siswa dalam kegiatan ini akan membuat mereka lebih sadar dan aktif dalam menangkal informasi palsu.
4. Kolaborasi dengan Orang Tua dan Masyarakat
Edukasi tentang bahaya hoaks tidak hanya dilakukan di sekolah tetapi juga melibatkan orang tua dan masyarakat. Workshop atau seminar tentang literasi digital dapat diadakan secara berkala, sehingga seluruh elemen masyarakat memahami pentingnya menyebarkan informasi yang benar.
5. Menggunakan Teknologi untuk Verifikasi Informasi
Mengajarkan siswa untuk menggunakan alat atau situs cek fakta seperti Turn Back Hoax, Google Fact Check, atau kanal resmi pemerintah dapat membantu mereka memverifikasi informasi sebelum membagikannya. Keterampilan ini penting agar siswa terbiasa melakukan pengecekan fakta secara mandiri.
6. Membangun Budaya Diskusi dan Refleksi
Mendorong budaya diskusi kritis di kelas dapat membantu siswa belajar mempertimbangkan berbagai perspektif sebelum menyimpulkan kebenaran sebuah informasi. Guru dapat memberikan studi kasus dan meminta siswa menganalisisnya berdasarkan fakta dan prinsip kemanusiaan.
Menghadapi hoaks di era digital membutuhkan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Nilai ini menekankan pentingnya memperlakukan sesama dengan adil, empatik, dan bertanggung jawab, termasuk dalam menyebarkan informasi di ruang digital. Dengan menerapkan literasi digital, memperkuat nilai moralitas, dan membangun budaya refleksi, siswa SMK Perikanan dan masyarakat luas dapat menjadi lebih kritis dan bijaksana dalam menghadapi arus informasi. Jika nilai-nilai ini diterapkan dengan baik, kita dapat menciptakan ruang digital yang sehat, aman, dan beradab, serta mendukung kemajuan bangsa di era teknologi.
Referensi
Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2022). Laporan Penanganan Hoaks. Retrieved from https://kominfo.go.id/.
Suprianto, B. (2024). Strategi Peningkatan Literasi Digital Masyarakat dalam Mencegah Penyebaran Hoaks di Era Digital. Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia, 3(2), 36-41.
World Economic Forum. (2021). The Impact of Misinformation in the Digital Age. Retrieved from https://www.weforum.org/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI