"Aku sangat senang mendengar kesanggupanmu. Di sini banyak panatua yang masih ada hubungan darah dengan para leluhurmu yang akan mengajari kamu. Tapi aku sendiri juga akan meng-gladimu untuk menjadi pribadi yang tangguh."
"Eyang, di sini harumnya sekali, ya?"
"Ya, karena ada satu tempat yang ditumbuhi damar, cendana, dan pohon yang sangat wangi baunya, sehingga mayat manusia kalau diletakkan di bawah pohon itu akan kering tidak membusuk dan tidak berbau."
"Luar biasa, ya, Eyang, keajaiban alam yang menakjubkan."
"Ya di sinilah aku akan meng-gladi kamu, di tempat mayat yang hanya disandarkan, dan jasadnya tidak membusuk, karena diserap oleh wewangian. Tapi yang penting kamu harus perhatikan kematian badan itu bukan akhir, setelah kematian ada kehidupan karena jiwa, roh embusan dari sang Hyang Widhi senantiasa hidup karena jiwa adalah citra-Nya yang terus hidup dialam keabadian."
"Kehidupan jiwa amat penting dan harus diperjuangkan, Sanggra, karena jiwa yang suci akan mengalami kehidupan dalam kebahagiaan bersama Sang Khalik dalam keabadian selamanya."
"Tataplah gunung yang tinggi itu!"
"Ya, Eyang , gunung apakah itu?"
"Itu Gunung Kintamani. Indah dan megah, kan?"
"Ya, Eyang, sungguh indah dan megah."