Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 23 Pengalaman Jajah Nagari (1)

6 Agustus 2021   10:16 Diperbarui: 6 Agustus 2021   10:25 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sungguh menikmati perjalanan ini, dalam kekaguman dan rasa syukur, bahwa aku boleh merasakan semua ini. Aku larut dalam ketenangan meditasi dan rasa kagum. Rupanya Eyang Narotama tahu apa yang kualami dan beliau membiarkan aku dalam dalam kagum permenunganku.

 Hal yang lebih membuatku kagum lagi adalah ketika menembus awan gemawan mega yang putih bersih, seolah menembus kapas raksasa. Kehalusan mega dapat kurasakan menerpa kulitku ketika bergesekan. Gumpalan mega itu seolah menari mengiringi perjalanan kami. Jatayu juga membuat gerakan yang memikat, naik turun di antara awan gemawan.

Sebagaimana tertulis dalam Mazmur 104 ayat 1--9, aku memuji:

 Pujilah TUHAN, hai jiwaku! TUHAN, Allahku, Engkau sangat besar! Engkau yang berpakaian keagungan dan semarak, yang berselimutkan terang seperti kain, yang membentangkan langit seperti tenda, yang mendirikan kamar-kamar loteng-Mu di air, yang menjadikan awan-awan sebagai kendaraan-Mu, yang bergerak di atas sayap angin, yang membuat angin sebagai suruhan-suruhan-Mu, dan api yang menyala sebagai pelayan-pelayan-Mu, yang telah mendasarkan bumi di atas tumpuannya, sehingga takkan goyang untuk seterusnya dan selamanya. 

Dengan samudra raya Engkau telah menyelubunginya; air telah naik melampaui gunung-gunung. Terhadap hardik-Mu air itu melarikan diri, lari kebingungan terhadap suara guntur-Mu, naik gunung, turun lembah ke tempat yang Kautetapkan bagi mereka. Batas Kautentukan, takkan mereka lewati, takkan kembali mereka menyelubungi bumi. Engkau yang melepas mata-mata air ke dalam lembah-lembah, mengalir di antara gunung-gunung

Hanya beberapa jam kami hampir sampai di lembah perbukitan, Jatayu menukik merendah mengatur posisi untuk turun sebelumnya mengitari seluruh kota yang menjadi tujuanku, suatu kabupaten tempat tinggal Eyang Maha Mpu Baradha. Setelah Jatayu melakukan tiga kali putaran dia lalu terbang lebih rendah dan menuju lembah perbukitan yang kini makin jelas kulihat.

Gerakan Jatayu merendah dan terus merendah dan berhenti pada suatu puncak bukit di mana terdapat pemandian nan elok, karena hari masih pagi maka tempat itu masih sunyi belum ada yang melihat kedatangan kami. Begitu Jatayu menyentuh tanah, Eyang Narotama memegang pundakku dan berbisik, "Sekarang pejamkan matamu, Maha Dewi."

Kulakukan apa yang diminta Eyang Narotama. Ketika eyang bilang aku boleh membuka mata, aku melihat dudukku dalam posisi semadi, sementara Eyang Narotama dalam posisi yang sama berada di belakangku.

"Mana Jatayunya, Eyang?" tanyaku.

"Dia sudah bersatu dengan tubuh Eyang, Maha Dewi junjunganku," jawab Eyang Narotama. "Oh, Gusti Penguasa Jagad Dewa Bathara, syukur puji sembah Paduka, yang telah menghantar hamba dengan selamat di tanah perdikan ini."

Kucium tanah tempat aku duduk bersimpuh sebagai tanda baktiku pada bunda pertiwi, yang telah membimbing aku dan memberi hidup dengan kesuburannya. Kusembah tengadah Bapa Angkasa yang telah membimbing aku dalam perjalanan dan menyediakan udara kehidupan yang bebas kuhirup, agar aku tetap hidup bersatu dengan Sang Hyang Widhi, dipacu jantung yang senantiasa berdegup.

Kupandangi sekelilingku. Terbentang tanah yang subur, penuh pepohonan buah dan bebungaan indah yang disebut Desa Sayuran namun lebih dikenal dengan sebutan "Lemah Citra," yang terletak di kaki Gunung Mayit. Udaranya sejuk, ada kolam yang jernih yang sepertinya tempat mandi bidadari dari Khayangan Indra Loka.

 Desa Sayuran adalah bagian tengah termasuk wilayah Kabupaten Wai Lorah. Wai berarti air dan lorah berarti jurang atau tanah rendah. Dalam bahasa Jawa sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B tanpa menyebabkan perubahan arti kata. Sehingga seiring perkembangan zaman, kata wailorah menjadi bailorah, lalu dari bailorah menjadi balora dan kata balora akhirnya menjadi blora.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun