Mohon tunggu...
Monika Ekowati
Monika Ekowati Mohon Tunggu... Guru - Seorang biarawati Tarekat SND--> ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Betapa indahnya hidup ini, betapa saya mencintai hidup ini, namun hanya DIA yang paling indah dalam Surga-Nya dan dalam hidupku ini, saya akan mencintai dan mengabdi DIA dalam hidupku ini ARTIKEL yang kutulis ini khusus untuk KOMPASIANA Jika muncul di SITUS lain berarti telah DIJIPLAK tanpa IJIN PENULIS !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Semburat Putih Pelangi Kasih Episode 22 Hijrah ke Blora 2

5 Agustus 2021   14:02 Diperbarui: 5 Agustus 2021   14:04 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semburat  Putih  Pelangi  Kasih ( lukisan  Bp  Y.P.Sukiyanto )

Hijrah  ke  Blora   ( 2 )

Cerita  sebelumnya :

Sedangkan Ibunda Ratu memberikan nasihanya begini, "Kebijaksanaan adalah laku tapa terus-menerus dalam menerapkan setiap pengalaman hidup, seseorang harus bisa mengolahnya menjadi rasa syukur, yang selalu mengalir dari nurani menuju Sumber air Telaga Sejati Sang Hyang Widhi, sebagai penguasa kehidupan.  (  Bersambung )

Oleh karena itu kebijaksanaan mahal harganya, Anakku, harus terus dicermati, dilatih, dan dilaksanakan sampai kita menghadap Yang Kuasa. Seperti Raja Salomo, putra Raja Daud yang terkenal dalam kebijaksanaan. Yah, lebih baik memiliki kebijaksanaan daripada harta benda.

 Kebijaksanaan akan membuat kita waspada, ingat akan hukum Tuhan, hukum alam semesta dan mampu menyimak serta menghidupi apa yang didengungkan nurani kita. Jangan asal bicara, bertindak tanpa dipikir dan direfleksikan dulu baik buruknya.

 Orang yang bijaksana tidak akan terantuk dua kali pada kesalahan yang sama. Kebijaksanaan mengharumkan hidup kita sebagai pujian akan segala keagungan Tuhan."

Pagi sampai siang kami kelililing istana, dan tepat pada pukul 12.00 kami berhenti di alun-alun utama yang berada tepat di tengah kerajaan. Di situ terdapat sepasang pohon beringin hijau dan putih yang menaungi orang-orang dan para prajurit yang berteduh setelah berjalan jauh atau gladi raga untuk olah kanuragan.

Pohon beringin itu juga memperindah suasana di alun-alun, kehadirannya seperti memberikan aura kewibawaan tersendiri. Setiap pukul 12 semua rakyat sudah menerapkan kebiasaan masuk dalam suasana hening dan mengucap doa, mensyukuri anugerah yang telah diterima dari Sang Hyang Widhi sampai tengah hari.

 Kira-kira lima belas menit Romo Prabu, mengumumkan sesuatu yang tak kuduga sebelumnya, bahwa siang itu aku diberi gelar baru. Demikian Romo Prabu bertitah kepada rakyat yang memenuhi alun-alun, "Rakyatku yang kukasihi, siang ini menjadi siang yang bersejarah, setelah dari pagi saya bersama permaisuri mengajak Sanggramawijaya Tungga Dewi berkeliling istana dan melihat bagaimana kehidupan masyarakat Kahuripan, siang ini saya akan memberi gelar baru pada putriku yang menjadi putri mahkota dan calon pewaris takhta Kerajaan Kahuripan. Gelarnya adalah Rakryan Mahamantri  I Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Uttunggadewi.

"Semoga kalian semua dapat menerimanya dan membantunya jika kelak dia menjadi ratumu. Dan hari ini nama ini akan kuukir prasasti Cane (tahun 1021)."

Suara sorak-sorai dan tepuk tangan bergemuruh seperti meruntuhkan jantungku, aku sungguh tidak menyangka Ayahanda Prabu mengumumkan hal ini. Bahkan, tanpa diumumkan pun rakyat sudah tahu bahwa aku putrinya.

"Aduh Gusti, penguasa Jagad Dewa Batara, sesungguhnya aku tidak ingin memangku jabatan ini. Bukannya aku tidak mau bertanggung jawab, tapi aku merasa ada panggilan lain yang mengusik hatiku, yang hendak kuturuti dan kuwujudkan entah kapan.

Keinginanku hanya ingin membantu tugas Ayahanda Prabu dan memjadi anak yang baik, serta menjaga adik kembarku tumbuh menjadi anak-anak berbudi, mereka sekarang masih kecil, sedang lucu-lucunya kuajak bermain, tapi dengan terpaksa nanti malam terpaksa kutinggalkan."

Sementara suasana batin dan nuraniku masih berkecamuk dengan berbagai pertanyaan dan permasalahan, tiba-tiba Ayahanda Prabu melanjutkan titahnya, "Tataplah wajah calon ratumu, wahai rakyatku, sekarang puaskanlah kalian melihatnya, karena untuk beberapa tahun ini, putriku akan pergi jauh untuk membekali dirinya dalam olah kanuragan dan olah kerohanian.

Meskipun putriku seorang perempuan dan tetap dibalut kelembutan sebagai perempuan, namun dia akan tahan banting dalam segala situasi dan punya keperkasaan seperti seorang laki-laki. Besok putriku akan pergi, sertailah dengan restu kalian agar selamat sampai tujuan dan jauh dari marabahaya."

"Sendika dawuh, Gusti Prabu, sendika dawuh, Gusti Prabu," teriakan rakyat menggelegar menyambut titah tuannya. Masih dilanjutkan lagi, "Hidup Tuan Putri Mahkota Rakryan Mahamantri I Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Uttunggadewi!" kata-kata itu diteriakkan berkali-kali.

Aku sangat terharu dan kagum menyaksikan semua itu, rakyat yang tulus, apa adanya. Seruan itu karena luapan sukacita dan cinta kepada junjungan yang mencintainya, bukan karena paksaan.

Sesungguhnya keinginan rakyat hanya satu, hidup damai tenteram, cukup sandang pangan, dan terlindungi. Hal-hal lain yang diperjuangkan dalam hidup ini seperti saling percaya, hidup bergotong-royong, rasa sosial, saling memberi dan menerima, guyup rukun, hidup seperti saudara akan terwujud manakala mereka sadar untuk hidup sebaik mungkin. Hidup ini hanyalahsekadar mampir minum, jadi kebajikan meski dijalankan."

Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 3 sore, rombongan warga kerajaan kembali ke istana, lambaian tangan romo Prabu dan Ibunda ratu tak- putus-putus, juga kulambaikan tanganku sambil menahan air mata haru, meninggalkan rakyat yang kukasihi dan mengasihiku.

Sesampai dirumah, kami minum teh bersama, kemudian membasuh diri. Aku mandi bunga setaman untuk membersihkan diri sekaligus ruwatan. Karena hari itu aku resmi menyandang gelar Rakryan Mahamantri I Hino Sanggramawijaya Dharmaprasada Uttunggadewi.

Sebagai putri mahkota yang membantu tugas Romo Prabu sekaligus belajar tentang ketatanegaraan. Tugas yang berat, tapi aku memohon izin kepada Romo dan ibundaku supaya hidup bersama rakyat kecil di suatu tempat, dan romo mengizinkan aku untuk ke tempat Maha Mpu Baradha.

Seusai ruwatan Ibunda memberikan tiga kain bermotifkan sido mukti, kawung, dan parang kusumo, dan tujuh selendang untuk kemben atau penutup bahu, tidak lebih. Semua telah diatur di dalam tas lontar oleh Eyang Sekar Tanjung. Aku hanya boleh memakai barang itu dan tidak boleh meminta kepada siapa pun untuk busanaku.

"Supaya awet, cucilah pakaianmu itu dengan buah klerak, dan simpan di tas lontarmu bersama bunga-bunga kering," demikian nasihat Ibundaku.

Romo Prabu juga berpesan bahwa aku tidak boleh menampakkan diri sebagai putri raja, harus hidup sederhana, makan apa adanya, dan berpuasa.

"Hindari makan daging sedapat mungkin. Makanlah banyak sayur-mayur dan buah-buahan supaya kesegaran badanmu terjaga. Berlakulah seperti rakyat biasa, jangan suka pamer, bahkan jangan sampai orang tahu kalau kamu putri mahkota. Hanya Paman Baradha yang boleh tahu siapa dirimu sebenarnya."

Sore itu hingga malam kami habiskan di taman, bercanda ria dengan Romo Prabu, Ibunda Ratu dan kedua adikku, semua satu dalam rasa kekeluargaan yang sangat membahagiakan. Lagi-lagi malam itu dihiasi purnama yang indah. Sinarnya membias indah mengelilingi bulan putih yang penuh dan memesona. Malam yang penuh kenangan bagi kami sekeluarga. Romo dan Ibundaku memberkati dan menasihatiku agar aku mempergunakan waktuku sebaik-baiknya.

Aku hanya dapat mengangguk menyetujui. Apa yang dikatakan Romo Prabu dan Ibunda Ratu. Malam itu menjadi malam yang panjang bagiku karena aku tidak bisa memejamkan mata untuk tidur, hatiku membuncah dan berharap ingin segera pagi. (Bersambung )

Oleh  Sr. Maria  Monika SND

5 Juli 2021

Artikel  ke : 427

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun